Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sungguh Terlalu Menunda Pemilu

image-profil

Tempo.co

Editorial

image-gnews
Presiden Joko Widodo memberikan pernyataan pers tentang perkembangan terkini pelaksanaan PPKM di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 30 Agustus 2021. Dalam perpanjangan PPKM kali ini terdapat perubahan yaitu, untuk wilayah Jawa-Bali terdapat penambahan wilayah aglomerasi yang masuk ke level 3, yakni Malang Raya dan Solo Raya. ANTARA/Biro Pers dan Media Setpres
Presiden Joko Widodo memberikan pernyataan pers tentang perkembangan terkini pelaksanaan PPKM di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 30 Agustus 2021. Dalam perpanjangan PPKM kali ini terdapat perubahan yaitu, untuk wilayah Jawa-Bali terdapat penambahan wilayah aglomerasi yang masuk ke level 3, yakni Malang Raya dan Solo Raya. ANTARA/Biro Pers dan Media Setpres
Iklan

Editorial Tempo.co

---

SETELAH hasil survei Indikator Politik Indonesia menyebut 70 persen responden puas terhadap kinerja Presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin, satu-per-satu ketua partai koalisi pemerintah menyuarakan perlunya menunda Pemilu 2024. Orkestrasi ini terasa sejalan dengan gagasan Jokowi tiga periode.

Ide menunda pemilihan umum atau jabatan presiden tiga periode memerlukan syarat mutlak yakni mengamendemen UUD 1945. Pasal 22E konstitusi kita mengatur tentang pemilihan umum tiap lima tahun untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPRD, dan anggota DPD. Artinya, menunda pemilu atau menambah periode jabatan presiden akan berimbas pada banyak hal.

Di luar rekayasa konstitusi, penundaan pemilu atau presiden tiga periode mengkhianati semangat Reformasi 1998 tentang pembatasan kekuasaan. Reformasi adalah kontrak sosial kita tentang pentingnya demokrasi yang utuh dengan membatasi kekuasaan karena kekuasaan selalu menggoda siapa pun menjadi korup.

Dengan kata lain, menunda pemilu sama saja mencederai hak politik masyarakat. Sebab konstitusi tertulis dibuat untuk membatasi jabatan politik sekaligus memenuhi hak warga negara menentukan para pengurus negara. Jika kekuasaan secara semena-mena mengubah konstitusi demi kepentingan dan hasrat politik jangka pendek, korbannya bukan hanya demokrasi tapi adab dan ikatan sosial yang rusak.

Maka jika permintaan menunda pemilu dan penambahan jabatan presiden datang dari partai-partai yang lahir akibat Reformasi—seperti PAN dan PKB—ia adalah ironi ganda kegagalan memutus otoritarianisme. Usul elite-elite dua partai itu kian menunjukkan politik semata untuk kekuasaan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mereka telah menghilangkan tujuan politik sebagai bagian dari perjuangan mewujudkan demokrasi sebagai satu cara mencapai kemajuan dan kesejahteraan. Di tangan para avonturir ini politik menjadi ugal-ugalan sehingga memupus harapan dan kepercayaan pada demokrasi yang bermakna.

Sebelum gagasan menunda pemilu dengan dalih ekonomi dan pandemi mengemuka, kita menyaksikan bagaimana politik jadi alat yang ampuh memereteli independensi Komisi Pemberantasan Korupsi, mengejar hasrat investasi melalui beleid sapu jagat UU Cipta Kerja, atau memindahkan ibu kota melalui pembahasan super cepat UU Ibu Kota Negara. Semua hukum tertulis itu terbit tanpa partisipasi publik yang menjadi esensi demokrasi.

Motor dari perusakaan tatanan itu, sayangnya, adalah Presiden Joko Widodo sendiri. Maka ketika gagasan menunda pemilu atau perpanjangan jabatan presiden muncul, kita pesimistis Jokowi bisa menghentikan ide lancung ini. Meski ia sudah mengatakan bahwa presiden tiga periode sebagai cara menjerumuskannya, kita belum melihat gerakan riil Jokowi menolaknya.

Jika pernyataan Jokowi tulus dan serius bahwa jabatan tiga periode akan mencelakakannya, para pendukungnya harus kompak menolak ide ini. Juga mencegah penundaan pemilu agar tak kian memiliki banyak pendukung. Politik Indonesia akan memasuki zaman gelap jika Jokowi diam-diam menyetujuinya, seperti yang selama ini ia lakukan: menolak atau menyetujui sebuah ide hanya sekadar untuk tes ombak opini publik.

Kini opini publik sudah terbentuk melalui survei kepuasan pada kinerja Jokowi-Ma’ruf. Jangan sampai hasil survei ini kian mendorong Jokowi pada godaan otoritarianisme ini. Terlalu mahal ongkos yang akan ditanggung Indonesia jika Presiden ambil bagian dalam permainan politik menunda pemilu atau memperpanjang jabatan presiden hanya memakai pijakan survei politik.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

26 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


28 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

38 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

54 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

54 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.