Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Film De Oost, Sebuah Interpretasi dari Jim Taihuttu

image-profil

Oleh

image-gnews
Poster Film De Oost. Foto: IMDB
Poster Film De Oost. Foto: IMDB
Iklan

DE OOST

Sutradara: Jim Taihuttu
Skenario: Mustafa Duygulu, Jim Taihuttu
Pemain: Martijn Lakemeier, Marwan Kenzari, Jonas Smulders, Joes Brauers, Lukman Sardi, Yayu Unru
Produksi: New Amsterdam Film Company, Salto Films, Wrong Men North

"Mereka memanggilku Ratu Adil," demikian Raymond Westerling kepada Johan de Vries (Martijn Lakemeier). Sang protégé, itu menatapnya dengan sinar mata takjub. Saat itu,  Indonesia sudah memproklamirkan kemerdekaan setahun sebelumnya. Jepang sudah pergi meski masih ada sisa-sisanya yang mencoba mengais pengaruh dan harta, sementara Belanda bersikeras bahwa Indonesia—atau Hindia Belanda, bagi mereka—adalah koloni yang harus mereka dekap seeratnya.

Raymond Westerling (diperankan dengan baik oleh Marwan Kenzari)  tengah menikmati makan malam di Semarang, setelah Johan de Vries diam-diam menyelinap dari pasukannya dan mendampingi Westerling melakukan serangkaian operasi ‘gelap’ yang hanya diketahui beberapa petinggi. "Pahamkah kau apa arti Ratu Adil?" tanya Westerling menatap Johan dengan tajam. Johan menggelengkan kepalanya.

Westerling menjelaskan tentang kepercayaan penduduk tentang ‘sang penyelamat’ yang kelak akan datang. "Mereka menganggap saya adalah penyelamat itu," kata Westerling sembari menceritakan bagaimana selama ini dia adalah orang yang selalu didatangi  penduduk jika diganggu oleh begal, perampok atau apa yang dia sebut sebagai ‘teroris’. Pada saat itulah, kita mulai  mengenal sosok Raymond Westerling yang selama ini hanya dikenal dari baris-baris buku sejarah sebagai pembantai penduduk Sulawesi.

Sutradara Jim Taihuttu sengaja menciptakan seorang sosok fiktif Johan de Vries yang bisa mewakili penonton. Johan adalah lelaki  muda, penuh semangat, yang masih mudah takjub pada kegagahan dan keberanian seperti yang diperlihatkan Westerling. Johan bergabung dengan pasukan sukarelawan Belanda agar bisa merebut Hindia Belanda kembali ke pangkuan kerajaan. 

Film ini dimulai dengan Johan yang melangkahkan kakinya ke tanah Indonesia, di mana tembok-tembok sepanjang jalan dengan berani menuliskan graffiti "Dutch, go home". Juga nama Soekarno menjadi pembicaraan di mana-mana, termasuk dalam pidato para komandan. Nama pimpnan Indonesia ini menjadi momok bagi petinggi militer Belanda yang yang kebelet ingin ‘merebut' kembali apa yang dianggap milik mereka: Indonesia.

Dengan cermat dan perlahan, beberapa puluh menit awal film ini masih mencoba membangun sebuah suasana perkenalan dan renungan Johan. Dia bertanya-tanya mengapa tak ada aksi apapun karena berhari-hari mereka hanya melakukan patroli dan sesekali kalaupun mereka melihat warga desa saling membunuh, komandan bersabda bahwa mereka tak perlu melakukan apapun. 

Maka tak heran ketika kali pertama Johan bertemu dengan Westerling di sebuah insiden di pasar, dia langsung kagum. Dari kawan-kawannya, Johan mengenal nama The Turk, julukan Westerling yang memang lahir di Istanbul, dari orang tua Belanda dan Yunani. Reputasi The Turk alias Westerling tengah meteorik  terutama karena rekam jejak pelatihan yang diperolehnya di Skotlandia yang keras dan berat sebelum akhirnya dia ditugaskan ke India.

Film ini sesungguhnya kisah tentang sepak terjang Westerling dari kita sepasang mata biru Johan. Johan sendiri digambarkan sebagai tentara Belanda yang agak berbeda dari kelompoknya. Meski Johan adalah tentara yang merasa harus membela 'wilayah kerajaan Belanda', dia menyempatkan diri belajar bahasa Indonesia dan membiarkan dirinya mempunyai kedekatan emosional dengan penduduk, terutama kepada seorang perempuan Semarang bernama Gita (Denise Aznam).

Film ini baru mulai terasa bergerak lebih cepat setelah 30 menit, ketika tokoh Raymond Westerling mulai mendominasi serangkaian operasi membasmi kelompok pemberontak. Adalah  salah satu penduduk kampung bernama Bakar (Lukman Sardi) yang meminta pertolongan Westerling untuk membasmi "pemberontak yang mengganggu keluarga saya". Itulah operasi gelap pertama yang melibatkan Johan sebagai anggota pasukan Westering. Dan pada titik ini, film ini mulai terasa dinamis.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam beberapa hal, sutradara Jim Taihuttu bersetia pada data sejarah, misalnya fakta bahwa Raymond Westerling menerima carte blanche untuk menumpas pemberontakan-pemberontakan dengan melakukan aksi pembersihan. Dia diangkat menjadi Komando Depot Pasukan Khusus atau Depot Speciale Troepen (DST), dan dia melatih 120 orang anggota DST yang kemudian dibawa ke Makassar. 

Sebelum berangkat, Westerling menguarkan pidato bahwa mereka bertugas untuk melakukan ‘cleansing’ atau pembersihan tanah Sulawesi dari pemberontak "demi perdamaian". Semua aturan militer dan tata cara politik yang biasa menjadi pegangan tentara dibuang dan Westerling menggunakan caranya sendiri—yang kelak dikenal sebagai Pembantaian Westerling.

Di sinilah kita menyaksikan wajah Johan yang semula penuh ketakjuban kepada pimpinannya, perlahan menjadi ragu, tak nyaman, dan belakangan meningkat pada kegelisahan. Ketika Westerling dan pasukan DST menggunakan metode Gestapo dalam membakar, menangkapi, menembak penduduk desa (dalam sejarah Indonesia mencapai 40 ribu penduduk), Johan nekad memberankan diri menemui Raymond Westerling untuk mempertanyakan metodenya. 

"Kita tak bisa seratus persen yakin penduduk yang langsung ditembak itu memang terlibat dalam pemberontakan," kata Johan mencoba meyakinkan Westerling yang saben hari mempunyai jadwal menembaki sederetan nama-nama penduduk. Westerling tentu saja mengabaikan protes itu.

Dalam catatan sejarah, Westerling dipuja puji media dan masyarakat Belanda saat itu, sementara sebagian petinggi Belanda konon gerah dengan metodenya. Setelah dua tahun, wewenang Westerling dihentikan. Meski dia tetap populer di banyak kalangan Belanda, toh dia akhirnya hidup nyaris seperti buron VIP yang tetap dilindungi orang-orang yang menyukainya. 

Tetapi  kisah Westerling yang sesuai fakta berhenti di situ karena sutradara Jim Taihuttu memilih untuk menyelesaikan kisah Johan de Vries. Johan yang merasa 'termanipulasi' oleh gelora Westerling mempunyai agendanya sendiri. Taihuttu menggunakan kebebasan lisensi kreativitasnya untuk membuat sebuah ilusi bagaimana seharusnya seorang Westerling. Apa yang terjadi dalam hidup nyata memang tak adil, karena Westerling tak pernah mengalami pengadilan pelanggaran HAM, dan dia meninggal karena sakit. Tak heran Taihuttu kemudian menampilkan beberapa adegan  fiktif  di antara gelora adegan-adegan opera.

Dari sisi sinematografi dan seni peran, film ini sungguh berhasil mencengkeram perhatian kita sepanjang film. Baik Marwan Kenzari sebagai Westerling yang dingin, taktis, dan penuh perhitungan, maupun Martijn Lakemeier yang mengalami perkembangan karakter adalah duo yang berhasil meniupkan roh ke dalam karakter mereka masing-masing. Scoring musik di tangan Gino Taihuttu yang tepat sekali hanya sesekali menggunakan gamelan dengan subtil pada saat-saat sunyi justru menunjukkan bahwa scoring tak berarti harus berisik dengan musik.

Bagi penonton Belanda, tampaknya tak semuanya bisa menyaksikan film ini dengan nyaman karena mereka seperti dipaksa menguak lembar gelap dalam sejarah mereka. Bagi penonton Indonesia, film ini tetap sebuah film Belanda, bukan saja karena rakyat Indonesia dalam film ini pada posisi peripheral (antara lain: pemberontak, pelacur, penduduk yang menyajikan kelapa muda), tetapi juga karena film ini memang dibuat dari mata Belanda yang ingin mengakui apa yang pernah terjadi di dalam sejarah mereka.
Jika dalam sejarah Indonesia pembantaian Westerling  dicatat dengan huruf kapital dan darah, maka di Belanda, sosok Westerling masih penuh kontroversi.

Jim Taihuttu menyutradarai sebuah film sesuatu yang tak mudah, tetapi dia sudah pasti menghasilkan film yang penting. Film De Oost adalah sebuah pengakuan, sebuah interpretasi dan pada saat yang sama sebuah pertanyaan (kembali) kepada kita semua: bagaimana kita harus mendefinisikan sebuah peristiwa yang berdarah.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Politikus Demokrat Timo Pangerang Diduga Rangkap Jabatan, Ada Indikasi Benturan Kepentingan di LPS

9 hari lalu

Andi Timo Pangerang. Foto: Facebook
Politikus Demokrat Timo Pangerang Diduga Rangkap Jabatan, Ada Indikasi Benturan Kepentingan di LPS

Politikus Partai Demokrat A.P.A Timo Pangerang diduga rangkap jabatan sebagai kader partai dan anggota Badan Supervisi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)


Dua Begal Terekam CCTV Saat Beraksi di Grogol Petamburan, Ditangkap di Kuningan dan Bogor

15 hari lalu

Ilustrasi begal / penyerangan dengan senjata tajam / klitih / perampokan. Shutterstock
Dua Begal Terekam CCTV Saat Beraksi di Grogol Petamburan, Ditangkap di Kuningan dan Bogor

Unit Reskrim Polsek Grogol Petamburan Jakarta Barat mengungkap motif di balik aksi begal ponsel di warteg wilayah Jelambar Baru, Grogol Petamburan, Jakarta Barat.


Pantang Menyerah Lawan Kanker Ginjal, Vidi Aldiano: Segala Ikhtiar Dilakukan

18 hari lalu

Vidi Aldiano mengunggah foto dirinya saat bertolak ke Koh Samui, Thailand untuk menjalani terapi melawan kanker ginjal. Foto: Instagram.
Pantang Menyerah Lawan Kanker Ginjal, Vidi Aldiano: Segala Ikhtiar Dilakukan

Vidi Aldiano mengaku mengalami serangan kecemasan saat transit di Bandara Changi, Singapura sebelum melanjutkan perjalanan ke Thailand untuk terapi.


PLN Gandeng 28 Mitra Kembangkan Infrastruktur Catu Daya Kendaraan Listrik

21 hari lalu

Direktur Retail dan Niaga PLN Edi Srimulyanti saat menyampaikan sambutannya pada acara penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan 28 mitra badan usaha terkait pengembangan dan penyediaan charging di PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya (UID Jaya) pada Rabu, 3 Juli 2024.
PLN Gandeng 28 Mitra Kembangkan Infrastruktur Catu Daya Kendaraan Listrik

PT PLN (Persero) melakukan langkah besar dalam memperkuat ekosistem kendaraan listrik di Indonesia dengan menandatangani 30 set Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan 28 mitra badan usaha terkait pengembangan dan penyediaan charging.


Deretan Film yang Diadaptasi dari Video Game

25 hari lalu

Film Detective Pikachu merupakan film Pokemon live-action pertama dan dikemas lebih modern.
Deretan Film yang Diadaptasi dari Video Game

Adaptasi film yang diambil dari video game menawarkan pengalaman menarik dan menghibur bagi penonton segala usia.


Disdag Palembang Gelar Pasar Murah, Antisipasi Lonjakan Harga Menjelang Idul Adha

43 hari lalu

Antisipasi Lonjakan Harga menjelang Idul Adha, Dinas Perdagangan Kota Palembang Adakan Pasar Murah. TEMPO/ Yuni Rohmawati
Disdag Palembang Gelar Pasar Murah, Antisipasi Lonjakan Harga Menjelang Idul Adha

Pemerintah Kota Palembang melalui Dinas Perdagangan (Disdag) menggelar pasar murah menjelang hari Raya Idul Adha 2024


Asosiasi Tagih Janji Pemerintah Soal Penguatan Industri Game Nasional, Isu Pendanaan Paling Krusial

57 hari lalu

Salah satu industri game dunia Sony and XBOX ONE, mengikuti pameran ini. Industri game di Inggris menyumbang GDP terbesar bagi Inggris, dengan total nilai transaksi mencapai  1.72 milyar poundsterling. Birmingham, Inggris, 24 September 2015.  M Bowles / Getty Images
Asosiasi Tagih Janji Pemerintah Soal Penguatan Industri Game Nasional, Isu Pendanaan Paling Krusial

Asosiasi game nasional mendesak realisasi Perpres Nomor 19 tahun 2024 soal pengembangan industri game nasional sebelum rezim berganti.


Mengenal Tangkahan, Kawasan Ekowisata dan Konservasi Gajah di Taman Nasional Gunung Leuser Sumut

58 hari lalu

Gajah-gajah saat menyiram wisatawan saat berkunjung ke Tangkahan di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Gajah-gajah tersebut digunakan bagi wisatawan untuk trekking keliling kawan ini. Tempo/Soetana Monang Hasibuan
Mengenal Tangkahan, Kawasan Ekowisata dan Konservasi Gajah di Taman Nasional Gunung Leuser Sumut

Tangkahan dijuluki sebagai The Hidden Paradise of North Sumatra, karena letaknya yang tersembunyi dengan keindahan alam yang masih alami,


Mengenal Tapera yang Akan Memotong Gaji Pegawai Sebesar 3 Persen

58 hari lalu

Pekerja tengah menyelesaikan proyek pembangunan rumah subsidi di kawasan Sukawangi, Bekasi, Jawa Barat, Senin, 6 Februari 2023. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. targetkan 182.250 unit KPR FLPP dan Tapera, seiring dengan rasio jumlah kebutuhan rumah (backlog) masih tinggi mencapai 12,75 unit. Tempo/Tony Hartawan
Mengenal Tapera yang Akan Memotong Gaji Pegawai Sebesar 3 Persen

Tapera adalah penyimpanan dana yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu


Dieng Caldera Race Digelar 8-9 Juni 2024, Peserta Diajak Lari Menikmati Keindahan dan Dinginnya Dieng

59 hari lalu

Telaga Merdada terlihat dari atas ketinggian 2.500 meter, di Dieng, Banjarnegara, (4/10). Penghujung musim kemarau di Dataran Tinggi Dieng menyuguhkan pemandangan yang eksotis. Aris Andrianto/Tempo
Dieng Caldera Race Digelar 8-9 Juni 2024, Peserta Diajak Lari Menikmati Keindahan dan Dinginnya Dieng

Pada Juni hingga Agustus, suhu udara di ketinggian Dieng mencapai nol derajat Celcius, bahkan minus.