Langkah Strategis Penyelesaian Papua

Pengamat Pertahanan dan Keamanan

Personel Brimob Polda Sumatera Selatan mengusung peti jenazah personel Batalyon C Res III Pas Pelopor Korbrimob Polri Bharada I Komang Wira Natha saat tiba di terminal kargo Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang, Sumatera Selatan, Rabu, 28 April 2021. Anggota Satgas Nemangkawi Bharada tersebut gugur di Kampung Makki, Distrik Ilaga Utara, Kabupaten Puncak, Papua pada Selasa, 27 April 2021 lalu. ANTARA/Nova Wahyudi
Personel Brimob Polda Sumatera Selatan mengusung peti jenazah personel Batalyon C Res III Pas Pelopor Korbrimob Polri Bharada I Komang Wira Natha saat tiba di terminal kargo Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang, Sumatera Selatan, Rabu, 28 April 2021. Anggota Satgas Nemangkawi Bharada tersebut gugur di Kampung Makki, Distrik Ilaga Utara, Kabupaten Puncak, Papua pada Selasa, 27 April 2021 lalu. ANTARA/Nova Wahyudi

Setelah membunuh banyak warga sipil tak berdosa, menembak mati sejumlah personil TNI dan Polri dan merusak sejumlah fasilitas, lantas mereka mengancam akan membunuh orang Jawa yang tinggal di Papua. Ancaman itu ditebar oleh kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) setelah pekan lalu pemerintah resmi menetapkan Kelompok Kriminal Senjata (KKB) Papua sebagai teroris.

Sebenarnya pemerintah bisa bersikap lebih tegas, karena OPM kini tidak saja sebagai organisasi yang menuntut pemisahan diri Papua Barat dari NKRI, tapi juga melakukan aksi-aksi kekerasan bersenjata, yang mengganggu stabilitas pertahanan dan keamanan nasional di bumi Papua. Padahal dengan sekedar melabeli status teroris dan kriminal kepada OPM, pemerintah otomatis memiliki keterbatasan dalam mereaksi, setidaknya hanya memiliki wewenang layaknya menumpas teroris di tempat-tempat lain di Indonesia.

Padahal, dengan aksi-aksi OPM yang semakin menjadi-jadi belakangan ini, Pemerintah justru dibuat terkesan gagal menghadirkan negara di sektor pertahanan dan keamanan di Papua, yang membuat legitimasi dan reputasi Indonesia semakin buruk di sana. Pemerintah yang telah menetapkan status “pemberontak” kepada pihak yang dituduh mengacau  justru gagal melucuti kemampuan pemberontakan mereka.  Jadi jangan disalahkan jika ada saja pihak yang mengenduskan tuduhan bahwa instabilitas di Papua sengaja dibiarkan seperti itu.

Justru dengan mengambil langkah minimal seperti melabeli teroris, tapi secara diam-diam melakukan aksi militer, pemerintah akan semakin menjadi sasaran kritik dari banyak pihak, karena melakukan pelanggaran HAM secara diam-diam. Berbeda dengan bertahan dengan status pemberontak dan separatis, yang mengharuskan Indonesia menyepakati sebuah aksi strategis untuk mencegah terjadinya disintegrasi nasional, yang didukung penuh oleh semua elemen bangsa.

Dan lebih berbahaya lagi jika pemerintah mengikuti permintaan Benny Wenda untuk menyelesaikan persoalan Papua secara damai melalui jalur diplomasi. Jika sampai disepakati, maka posisi bargaining power Indonesia dan Papua di ranah nasional maupun Internasional akan sepadan, yang berarti secara de facto Indonesia mengakui eksistensi negara Papua Barat merdeka yang diwakili OPM. Langkah ini akan semakin mempersulit posisi Indonesia di pentas Internasional, terutama di PBB, yang notabene secara hukum Internasional sudah ada di pihak Indonesia selama ini

Jadi sebenarnya langkah pemerintah yang kurang tegas akan mempersulit pemerintah di kemudian hari, alias hanya menunda-nunda penyelesaian konflik Papua, sampai ke rezim selanjutnya. Jika pemerintah tak tegas, maka OPM dan Benny Wenda akan terus menuntut pemerintah untuk berunding melalui jalur diplomasi di pentas Internasional, yang berarti Indonesia akan semakin kekurangan kontrol dalam mengelola langkah-langkah penyelesaian konflik di Papua. Namun di sisi lain, pemerintah juga nampaknya takut mengambil sikap tegas karena takut berhadapan dengan isu HAM

Masalahnya, jika tidak tegas, maka prospek positif justru ada di pihak OPM, karena berpeluang berujung di meja perundingan internasional. Jadi pemerintah harus memilih langkah yang tepat, tapi juga strategis untuk masa depan. Dan sebenarnya langkah itu sudah terbuka, karena ketua MPR, sebagai perwakilan rakyat nasional, telah tegas meminta pemerintah untuk menindak tegas OPM. Menindaklanjuti itu, Pemerintah perlu melakukan sosialisasi masif secara nasional untuk mendapat dukungan penuh dari publik Indonesia bahwa OPM memang pemberontak yang ingin mendirikan negara merdeka dan merusak persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan adanya dukungan masif secara nasional, pemerintah bisa mengumumkan pernyataan perang terhadap OPM, dengan target-target yang terukur agar seminimal mungkin peluang terjadinya pelanggaran HAM terhadap warga sipil. Artinya, targetnya haruslah OPM secara organisasional dan underbow-underbow-nya. Pernyataan perang ini akan membuat OPM berada pada posisi musuh militer dan politik Indonesia, yang jika tak melakukan penyerahan diri, maka harus bersiap menerima risiko, baik politik, ekonomi, keuangan, dan militer.

Sementara di ranah internasional, pemerintah harus melakukan containment strategy terhadap OPM. Ruang-ruang OPM untuk melakukan diplomasi secara setara dengan Indonesia harus ditutup, dengan dukungan dari negara-negara mitra Indonesia di PBB. Indonesia harus meyakinkan publik internasional di PBB bahwa urusan Papua adalah urusan internal Indonesia, bukan urusan publik Internasional. Artinya, dengan mendapat legitimasi di ranah internasional bahwa urusan Papua adalah urusan internal Indonesia, maka semua tindakan yang diambil Indonesia tidak lagi bergantung kepada lembaga internasional seperti PBB, tapi murni ada di tangan Jakarta.

China melakukan strategi semacam ini untuk isu Uighur, Tibet, dan Hong Kong. Di ranah Internasional, bahkan negara-negara Timur Tengah pun sangat jarang membahas kebijakan China atas Provinsi Xinjiang yang berpenduduk mayoritas muslim Uighur, begitu pula dengan isu Tibet dan Hongkong. China berhasil mengurangi peran Dalai Lama misalnya di pentas Internasional, dan berani melakukan perlawanan diplomatik kepada negara-negara yang tidak memperlakukan persoalan Tibet sebagai persoalan internal China.

Lalu soal Hong Kong. Saat China mengakhiri kesepakatan “one country two system” di Hong Kong, yang seharusnya masih berlaku sampai 2047, dunia bergeming dan Hong Kong dengan mulus akhirnya menjadi bagian dari Mainland China di tahun lalu. Dengan kata lain, China berhasil melakukan negosiasi dengan banyak negara di lembaga-lembaga internasional untuk mengakui bahwa persoalan Xinjiang, Uighur, dan Hong Kong adalah masalah internal China dan Beijing berhak penuh memutuskan solusi yang sesuai dengan kepentingan China untuk menyelesaikannya, tentu saja dengan feedback-feedback yang sepadan bagi negara-negara mitranya

Jadi kembali ke persoalan Papua di ranah Internasional, negosiasi untuk mendapat pengakuan semacam itu tentu memerlukan imbal balik yang sepadan dengan negara-negara yang akan mendukung Indonesia di PBB, terutama negara-negara besar seperti Amerika dan China. Semisal pemerintah bisa mendapatkan dukungan penuh dari Amerika dan Israel untuk menumpas OPM dengan cara Jakarta, jika Indonesia juga menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel, misalnya. Jika itu terjadi, maka otomatis negara-negara sekutu Amerika juga berpeluang akan mengikuti langkah Amerika, bahkan akan diikuti oleh negara-negara Timur-Tengah yang bermitra strategis dengan Amerika seperti Saudi dan UEA.

Langkah tersebut kemudian harus diikuti dengan kebijakan ekonomi di Papua. Pemerintah harus membangun Papua lebih serius lagi. Selain infrastruktur,  kemiskinan di Papua masih tinggi,  penganggurannya pun tak berbeda, juga sama dengan tingkat ketimpangannya. Di saat yang sama, masyarakat Papua terus menyaksikan kekayaan alamnya dikeruk habis-habisan,  hutan-hutannya ditebang, lahan mereka dipreteli,  dan uangnya entah kemana. 

Dengan kondisi itu,  perlu evaluasi kebijakan ekonomi dan fiskal untuk Papua,  agar keberadaan negara Indonesia bisa mereka rasakan manfaatnya. Bagi hasil pajak wajib diteruskan, namun dana otsus perlu disempurnakan penyalurannya,  agar tidak hanya dinikmati oleh segelintir elit lokal.  Aktifitas-aktifitas ekonomi bisnis harus melibatkan masyarakat setempat, jika SDM nya belum memadai,  maka wajid diupayakan agar segera memadai. 

Dan terakhir berlanjut kepada kebijakan sosial budaya, pengembangan mentalitas, dan perlindungan lingkungan.  Pemerintah harus lebih agresif ketimbang organisasi nirlaba atau gereja.  Alokasi fiskal untuk pembangunan sosial dan pengembangan budaya harus ditetapkan secara proporsional, seiring dengan anggaran pelestarian lingkungan dan penetapan aturan-aturan fundamental untuk menjaga lingkungan.  Tidak saja terkait dengan pelestarian budaya,  tapi juga pengembangan budaya yang membaurkan kearifan lokal dan kepentingan ideologi nasional. Aturan-aturan terkait social order di sana harus dijabarkan secara manusiawi dan bernuansa environmental,  tidak saja atas pertimbangan ekonomi,  tapi juga atas pertimbangan keberlanjutan kebudayaan dan lingkungan Papua. Semoga.








Alasan Lucu Larangan Buka Bersama ala Jokowi

1 hari lalu

Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan pers terkait kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Istana Negara, Jakarta, Jumat 30 Desember 2022. Pemerintah memutuskan untuk mencabut kebijakan PPKM per 30 Januari 2022 berdasarkan kajian-kajian terkait pandemi COVID-19 di Indonesia yang semakin terkendali. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Alasan Lucu Larangan Buka Bersama ala Jokowi

Pemerintah melarang pejabat negara dan kepala daerah menyelenggarakan buka puasa bersama. Larangan yang telat, dan alasannya pun keliru.


Gula-Gula Menyelesaikan Pelanggaran HAM Berat

9 hari lalu

Presiden Joko Widodo (tengah) memberikan keterangan terkait pelanggaran HAM masa lalu di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu 11 Januari 2023. Pemerintah Indonesia mengakui terjadinya 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu dan akan memulihkan hak-hak korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Gula-Gula Menyelesaikan Pelanggaran HAM Berat

Jokowi menerbitkan instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat. Mengecewakan


Saatnya Membangkang

11 hari lalu

Peresmian monumen perjuangan Warga Wadas Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo memperingati satu tahun pengepungan desa tersebut pada Rabu, 8 Februari 2023. Foto Dokumentasi Gempadewa
Saatnya Membangkang

Menciptakan perasaan tidak berdaya yang luas di khalayak untuk mematikan dorongan melawan merupakan strategi setiap penguasa yang berambisi menjadi tiran.


Peluang Pembatalan Putusan Penundaan Pemilu

15 hari lalu

Ilustrasi pemilu. REUTERS
Peluang Pembatalan Putusan Penundaan Pemilu

Majelis tidak bisa menafsirkan suatu sengketa jika itu diluar dari kompetensi absolutnya, walaupun melekat asas ius curia novit pada hakim.


Mafia Perdagangan Manusia Bertameng Alat Negara

16 hari lalu

Peringatan Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia (World Day Against
Trafficking In Person) 31 Juli 2022. Sumber: dokumen SBMI
Mafia Perdagangan Manusia Bertameng Alat Negara

Awalnya, Romo Paschal melaporkan dugaan keterlibatan pejabat BIN dalam pengiriman pekerja migran ilegal ke Malaysia.


Fadel Muhammad Bahas Dua Wacana Bersama Pj Gubernur Gorontalo

20 hari lalu

Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad
Fadel Muhammad Bahas Dua Wacana Bersama Pj Gubernur Gorontalo

Gorontalo memiliki seorang pahlawan nasional Nani Wartabone yang menjadi kebanggan rakyat Gorontalo


Salah Urus Zona Aman Depo Plumpang

23 hari lalu

Sisa kebakaran Depo Pertamina Plumpang. FOTO/Dok/Polri
Salah Urus Zona Aman Depo Plumpang

Kebakaran depo Plumpang seharusnya tidak menelan banyak korban, bila aturan zona aman ditegakkan.


Mengembalikan "Rumah" Sebagai Pendidikan Anak

26 hari lalu

Mario Dandy berfoto di Sabana Gunung Bromo dengan mobil Jeep. Istimewa
Mengembalikan "Rumah" Sebagai Pendidikan Anak

Harus diakui bahwa gagalnya pendidikan anak disebabkan hilangnya peran "rumah" dalam pendidikan anak.


Alasan Biologis Mengapa Anak Sekolah Sulit Bangun Pagi

27 hari lalu

Ilustrasi anak tidur/mimpi buruk. Shutterstock.com
Alasan Biologis Mengapa Anak Sekolah Sulit Bangun Pagi

Mereka yang menginjak usia belasan sering kali dianggap memiliki pola tidur yang buruk karena memiliki kesulitan untuk bangun di pagi. Penelitian membuktikan, bahwa alasan biologis memiliki peran yang jarang diketahui khalayak.


Menteri KKP Beberkan Mekanisme Kuota Penangkapan bagi Pengusaha Perikanan

29 hari lalu

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono
Menteri KKP Beberkan Mekanisme Kuota Penangkapan bagi Pengusaha Perikanan

KKP mengubah sistem pemungutan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dari pra-produksi ke pasca-produksi.