Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Robohnya Marwah Universitas (Dari Korupsi Hingga Jual Beli Doktor Honoris Causa)

Ketua Asosiasi Program Studi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Indonesia (APPSANTI)

Iklan

Dalam sepuluh tahun terakhir ini kita semua patut berduka atas peristiwa demi peristiwa yang terjadi di sejumlah Universitas di Indonesia. Korupsi, gratifikasi, plagiarisme, politisasi Rektor, hingga dugaan terjadi jual beli doktor honoris causa dan gelar profesor mewarnai universitas. Itu terjadi tidak hanya pada kampus biasa tetapi juga pada sejumlah kampus ternama.

Mengapa berduka? Sebab universitas hadir sejatinya untuk menjadi penerang dari kegelapan. Pencerah rasionalitas dari episode barbarian. Pengembang ilmu pengetahuan dari episode kejumudan. Pembangun rasionalitas dari hegemoni doktrin dan dogma. Penegak kebenaran ilmiah dari pembenaran irasionalitas. Pembela demokrasi dan kemanusiaan dari diktatorisme dan otoritarianisme kekuasaan. Bukan untuk mendamba pada kekuasaan dan mabuk gelar kehormatan. Apalagi memperjualbelikan.

Setidaknya itu yang tergambar dari idealitas sejarah hadirnya universitas pada abad pertengahan di Eropa. Sesuai akar historis bahasanya, dalam bahasa latin Universitas disebut Universitas magistrorum et scholarium atau komunitas kaum terpelajar, komunitas kaum intelektual, komunitas yang menumbuhkan dan merawat marwah akademik. Bukan yang merusak marwah universitas apalagi merobohkannya.

Universitas semakin memiliki marwah ketika temuan temuan baru ilmu pengetahuan dan teknologi dicapai oleh para akademisinya karena kejujuran akademiknya. Selain itu marwah universitas juga akan hadir karena perannya dalam memberi kontribusi bagi perubahan, menyuarakan kebenaran secara ilmiah, bukan melanggengkan kezaliman yang menindas kemanusiaan. Setidaknya itu yang membuat 805 ilmuan dari berbagai Universitas di dunia berkumpul di Bologna University menandatangani apa yang disebut Magna Charta Universitatum pada tahun 1988.

Universitas selayaknya berisi lebih banyak ilmuwan intelektual, bukan hanya ilmuwan yang oleh Noam Chomsky dalam bukunya Who Rules The World (2016) disebut sebagai akademisi teknokratif yang sangat administratif dan diam seribu bahasa terhadap ketidakadilan dan penindasan.

Catatan Kelam

Universitas di Indonesia berwajah ganda, secara kuantitatif mengalami kemajuan diberbagai bidang, tetapi secara kualitatif memasuki episode kelam.

Secara kuantitatif ada sejumlah Universitas yang masuk peringkat ratusan universitas dunia meski masih jauh jika dibandingkan dengan universitas lain di kawasan Asia. Tetapi secara kualitatif dirusak oleh praktik korupsi, plagiarisme dan jual beli gelar kehormatan akademik. Kampus menjadi semakin kelam, cahayanya semakin redup jika tidak segera diselamatkan.

Catatan kelam itu bisa dicermati dari kasus korupsi di universitas. Akibat korupsi tersebut tidak sedikit pejabat kampus yang dipenjara. Dari kasus plagiarisme ada pejabat kampus yang harus diberhentikan. Dari jual beli doktor honorus causa dan profesor? justru sebaliknya, tidak ada yang diberhentikan apalagi dipenjara, tidak ada yang diberi sanksi. Ini membuat catatan makin kelam.

Pejabat-pejabat kampus yang dipenjara akibat korupsi diantaranya karena terlibat dalam pengadaan barang dan jasa, dari urusan pembangunan perpustakaan, laboratorium hingga pembangunan gedung.

Dari kasus plagiarisme, ada sejumlah oknum yang dibatalkan gelar doktornya, bahkan ada yang diberhentikan sebagai pejabat universitas karena melindungi pelaku plagiarisme.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kasus jual beli gelar doktor honoris causa tidak ada yang dipenjara dan tidak ada yang dicabut gelarnya. Atau setidaknya tidak ada sanksi yang dikenakan pada pejabat universitas.

Doktor HC Transaksional

Dalam tahun-tahun terakhir ini banyak elit politik yang mendapatkan gelar doktor honoris causa (Dr.HC), dari mantan Presiden, Wakil Presiden, pimpinan DPR, hingga politisi lainnya.

Sejauh aturan tentang pemberian gelar itu ditaati (meski aturannya gonta ganti terus), tentu masih bisa diterima akal sehat. Tetapi ketika aturan dilabrak, moralitas dan integritas diabaikan tentu itu persoalan serius yang merusak marwah universitas. Pemberian gelar Doktor kehormatan terlihat sangat transaksional dan politis.

Bagaimana aturanya? Menurut Peraturan Menristekdikti Nomor 65 Tahun 2016 tentang Gelar Doktor Kehormatan dalam pasal 1 disebutkan bahwa Gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa) merupakan gelar kehormatan yang diberikan oleh perguruan tinggi yang memiliki program doktor dengan peringkat terakreditasi A atau unggul kepada perseorangan yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan/atau berjasa dalam bidang kemanusiaan.

Peraturan tersebut dengan jelas menegaskan bahwa syarat seseorang mendapatkan gelar Doktor honoris causa itu adalah memiliki jasa yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau berjasa dalam bidang kemanusiaan. Syarat kedua, program studi yang memberikan gelar adalah program Doktor yang memiliki akreditasi A.

Syarat kedua mungkin dengan mudah dimiliki kampus karena banyak program doktor yang memiliki akreditasi A. Sedangkan syarat pertama tentu tidaklah mudah dipenuhi oleh seseorang. Misalnya syarat memiliki jasa yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan dan teknologi atau dalam bidang kemanusiaan.

Jika politisi, apalagi politisi yang korup dan tidak ada jejak karya akademik yang luar biasa termasuk jasa di bidang kemanusiaan juga tidak luar biasa kemudian diberikan gelar doktor honoris causa seperti yang terjadi dalam beberapa hari ini di salah satu Universitas maka memungkinkan upaya itu ditafsirkan sebagai pemberian gelar yang transaksional. Apalagi misalnya yang bersangkutan masih menduduki jabatan dan akses politik tertentu.

Pemberian gelar Doktor honoris causa yang marak diberikan kepada politisi di Indonesia tanpa bisa membuktikan jasa luar biasa di bidang ilmu pengetahuan teknologi dan kemanusiaan menunjukkan ada semacam ruang transaksional yang begitu kuat karena mempertimbangkan posisinya sebagai elit politik. Ini berpotensi adanya semacam transaksi kepentingan.

Jika kampus makin marak dijadikan sebagai alat kepentingan pejabat kampus dengan elit politik atau sebaliknya maka tujuan utama keberadaan kampus akan rusak. Ini artinya marwah universitas makin terkikis oleh hasrat kepentingan. Episode robohnya marwah universitas menjadi nyata.

Iklan




Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.




Video Pilihan


Anggaran Mubazir Pengadaan Mobil Listrik untuk Pejabat

4 hari lalu

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menunjukkan mobil listrik saat diluncurkan sebagai kendaraan dinas Kementerian Perhubungan di Stasiun Gambir, Jakarta, Rabu, 16 Desember 2020. Kendaraan dinas pejabat Kementerian Perhubungan resmi berganti dari yang berbahan bakar fosil menjadi bahan bakar listrik. ANTARA/Sigid Kurniawan
Anggaran Mubazir Pengadaan Mobil Listrik untuk Pejabat

Mobil listrik untuk pejabat dan operasional Kementerian dan lembaga tidak perlu dan percuma. Bisa menambah kemacetan.


Lawan Misinformasi tanpa Centang Biru Twitter

9 hari lalu

Lawan Misinformasi tanpa Centang Biru Twitter

Para peniru dan penebar kabar bohong itu nekat membuat tanda verifikasi yang menyerupai verification badge asli yang dibuat oleh platform media sosial.


Pesta Selebritas di Partai Politik

10 hari lalu

Artis dan presenter Aldi Taher sempat didiagnosa memiliki kanker kelenjar getah bening. Benjolan kanker yang sempat bersarang di leher Aldi Taher telah hilang setelah melakukan rangkaian pengobatan dan kemoterapi. Dok.Tempo/ Agung Pambudhy
Pesta Selebritas di Partai Politik

Jangan hanya melihat popularitas calon legislator, tapi perhatikan rekam jejak mereka secara utuh. Kita sedang memilih mereka yang mampu memperjuangkan hak-hak rakyat dalam lima tahun mendatang


Menjaga Biodiversitas Meredam Perubahan Iklim

11 hari lalu

Ilustrasi hutan pinus. dok.TEMPO
Menjaga Biodiversitas Meredam Perubahan Iklim

Keanekaragaman hayati mampu menjadi benteng pertahanan perubahan iklim dan mengawal pemerintah dalam upaya menguatkan komitmen melindungi Bumi.


Bima TikToker dan Godaan Obral 'Stempel' Hoaks

12 hari lalu

TikToker, Bima Yudho Saputro yang viral setelah membuat video berjudul Alasan Lampung Gak Maju-Maju. Foto: TikTok/@Awbimaxreborn
Bima TikToker dan Godaan Obral 'Stempel' Hoaks

Respons kritik dengan verifikasi. Jika kritik di media sosial itu terbukti salah, bantahlah di media yang sama.


Bamsoet Diangkat Jadi Wakil Ketua Dewan Kehormatan Asosiasi BP PTSI

13 hari lalu

Bamsoet Diangkat Jadi Wakil Ketua Dewan Kehormatan Asosiasi BP PTSI

Dunia pendidikan di Indonesia masih menyisakan banyak persoalan. Hal ini tercermin dari peringkat pendidikan negara-negara di dunia.


Kemenperin: RI Memiliki Potensi Mengembangkan Perkebunan Tebu di Lahan Rawa

14 hari lalu

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE), Kementerian Perindustrian RI, Taufiq Bawazier pada acara Kick Off di Beerhall, SCBD, Jakarta Selatan, Senin, 28 November 2022. (Foto: TEMPO/ Kholis Kurnia Wati)
Kemenperin: RI Memiliki Potensi Mengembangkan Perkebunan Tebu di Lahan Rawa


Yandri Susanto Ajak Pengurus RT/RW Jaga Persatuan

17 hari lalu

Yandri Susanto Ajak Pengurus RT/RW Jaga Persatuan

Yandri memberikan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Kecamatan Petir Kabupaten Serang, Banten.


Sesat Klaim Janji Investasi

17 hari lalu

Pekerja beraktivitas di lokasi proyek pembangunan Rumah Tapak Jabatan Menteri di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Ibu Kota Negara, Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa, 28 Februari 2023. Pembangunan 36 Rumah Tapak Jabatan Menteri tersebut tengah memasuki tahap pematangan lahan dan ditargetkan rampung pada Juni 2024 sebagai salah satu persiapan untuk penyelenggaraan upacara bendera Hari Kemerdekaan RI di IKN Nusantara. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Sesat Klaim Janji Investasi

Komitmen pendanaan transisi energi melalui skema JETP masih terkatung-katung. Pemerintah sebaiknya introspeksi.


Obituari Hendrik Dikson Sirait, 5 Januari 1972 - 11 Mei 2023

17 hari lalu

Hendrik Dikson Sirait
Obituari Hendrik Dikson Sirait, 5 Januari 1972 - 11 Mei 2023

Omong-omong, aku senang melihat fotomu yang ditaruh di depan pusara. Kau tersenyum. Rapi dalam balutan jas dan dasi. Badanmu berisi. Mirip aku jugalah.