Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Harapan Kepada Kapolri Baru

image-profil

Ketua Umum Jamaah Yasin Nusantara (JAYANUSA); aktif di Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK).

image-gnews
Listyo Sigit Prabowo merupakan lulusan Akademi Kepolisian 1991. Perwira tinggi kelahiran 5 Mei 1969 tersebut pernah menjadi Kapolres Pati, Jawa Tengah. Setelah itu dia menduduki posisi Wakil Kepala Polrestabes Kota Semarang. Kemudian menjadi Kapolres Solo. ANTARA/Galih Pradipta
Listyo Sigit Prabowo merupakan lulusan Akademi Kepolisian 1991. Perwira tinggi kelahiran 5 Mei 1969 tersebut pernah menjadi Kapolres Pati, Jawa Tengah. Setelah itu dia menduduki posisi Wakil Kepala Polrestabes Kota Semarang. Kemudian menjadi Kapolres Solo. ANTARA/Galih Pradipta
Iklan

Tak lama lagi tampuk kepemimpinan Polri akan berganti. Apalagi setelah Komjen Listyo Sigit Prabowo diterima secara aklamasi pada fit and proper test di Komisi III beberapa waktu lalu. Boleh dikata, sekarang ini tinggal proses administratif saja hingga Presiden melantiknya dan menaikkan pangkatnya menjadi Jenderal Kapolri.

Banyak harapan disampaikan oleh Fraksi-fraksi DPRRI, terlebih setelah mencermati gagasan yang dipresentasikan calon Kapolri. Gagasannya tentang Transformasi Menuju Polri yang Presisi sangat menarik. Pandangan pribadinya tentang prinsip ajaran agama yang anti terorisme, khususnya tentang Islam rahmatan lil alamin, juga simpatik. Apalagi tampilan dua Polwan berjilbab yang membersamainya, dianggap sebagai kecerdasan tersendiri yang secara khusus dipuji oleh Fraksi PKS.

Jika ditanyakan kepada seluruh warga masyarakat, apa harapannya kepada Kapolri baru nanti, tentu bisa diabstraksikan dengan sebuah kalimat singkat: “Polri akan lebih baik lagi.” Karena, buat apa “suksesi” kalau hanya berganti posisi. Untuk apa berganti Kapolri jika tak membawa perubahan yang berarti.

Polisi Humanis

Kuncinya, perubahan itu dimulai dari bagaimana merubah kebiasaan. Membiasakan yang benar, dan bukan membenarkan apa yang sudah dianggap biasa.

Sufi besar, al-Arif billah Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari (w.1350 M) memberikan nasehat bijak: “Bagaimana mungkin engkau mendapatkan hal luar biasa, sementara engkau masih biasa-biasa saja, belum mengubah kebiasaan burukmu.” Demikian salah satunya.

Lalu, apa kaitannya dengan Kapolri baru? Itu nasehat umum, berlaku untuk siapa saja. Pesan yang tersirat, jangan sampai kita terjebak rutinitas. Bahkan, yang dianggap baik sekalipun. Karena terlalu “bangga” dengan kebaikan yang telah dilakukan, justru akan berbahaya. Dari situlah sebenarnya “status-quo” tercipta. Perubahan pun akhirnya akan menjadi mimpi belaka.

Yang lebih diperlukan saat ini adalah kreativitas tanpa batas. Tidak cukup hanya “membatasi” diri dengan kebiasaan yang sudah rutin dilakukan sehari-hari. Singkat kata, harus ada terobosan yang secara terus-menerus dilakukan. Terlebih dalam situasi pandemi corona yang sampai saat ini belum jelas kapan akan mereda.

Terus terang, saya sangat simpatik dengan seorang Kapolres di salah satu daerah di Jateng. Dia seorang Katolik yang taat. Saat pandemi Covid-19 tak terkendali, dia mengambil kebijakan tegas: membeli sayuran dari para petani, dan menyalurkannya kepada masyarakat secara langsung. Menurut saya, ini luar biasa. Di saat kesulitan hidup dirasakan masyarakat, dia tampil secara humanis. Meringankan beban penderitaan, mengasihi dan berbagi dengan sesama, adalah hal utama dari prinsip kemanusiaan itu sendiri. Tak hanya itu, sang Kapolres juga mengundang dan mengajak dialog para pedagang kecil yang sudah cukup lama terpuruk, tak bisa berjualan karena berbagai persoalan dan aturan yang memberatkan. Saya nyatakan, sekali lagi, dia sudah tampil sebagai polisi yang mengayomi.

Jika dalam situasi seperti ini polisi hanya melakukan operasi tertib prokes misalnya, bagi saya, itu tugas biasa. Sudah semestinya hal itu dilakukan, apalagi di daerah polisi juga masuk dalam Satgas Covid-19. Tak lain, itu menjadi bagian dari tupoksinya, menjaga dan menciptakan tertib sosial masyarakat.

Yang hendak saya tegaskan, polisi humanis itu harus menampilkan diri dengan aksi nyata. Bukan sekadar menebar senyuman di jalan. Meskipun ini penting, agar polisi benar-benar ramah kepada masyarakat, tetapi mengambil kebijakan tegas yang membawa kemashlahatan, itu jauh lebih dibutuhkan.

Persoalan membeli sayuran dari petani, mungkin tak seberapa. Itu bisa dilakukan siapa saja. Toh, itu juga bukan bagian dari tupoksi kepolisian. Bahkan, pemerintah-lah yang seharusnya mengambil kebijakan itu. Tapi, itulah langkah cerdas yang hanya bisa dilakukan oleh polisi humanis yang sebenarnya. Bukan polesan semata.

Menurut saya, Kapolri baru nanti harus banyak menerjunkan perwira menengah polisi seperti itu. Mereka yang ditugaskan di daerah haruslah yang bisa merubah citra dan wajah kepolisian. Menjadikan polisi lebih humanis—ramah, punya sensitivitas dan dedikasi yang tinggi, peduli dengan problem masyarakat, mau dan mampu berdialog dengan seluruh kalanga—tentu menjadi dambaan, tidak saja Kapolri baru, tetapi juga harapan kita semua.

Bukankah saat ditugaskan menjadi Kapolda Banten pada 2016-2018, Komjen Listyo Sigit (waktu itu Brigjen) awalnya juga ditolak? Dia kemudian malah dikenang, hingga Abuya Muhtadi pun kini memberi dukungan, tak lepas karena sikap humanisnya. Bagaimanapun, prinsip kemanusiaan itu adalah nilai universal yang melampaui batas-batas primordial, bahkan sekat agama sekalipun!

Pemolisian Masyarakat

Road map program transformasi menuju Polri yang Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan) pada kepemimpinan Polri ke depan mencakup empat kebijakan utama, yakni Transformasi Organisasi; Transformasi Operasional; Transformasi Pelayanan Publik; dan Transformasi Pengawasan.” Demikian gagasan mendasar telah disampaikan Komjen Listyo Sigit.

Bila dicermati, konsep itu luar biasa. Tidak saja akan merubah citra dan wajah kepolisian kita, tetapi menjadikannya lebih “tepat guna” sesuai dengan perubahan sosial masyarakat yang demikian cepat.

Satu saja contoh sederhana. Menjadikan Polsek lebih pada tugas pokok harkamtibmas (pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat), serta tidak lagi pada kewenangan penyidikan, menjadi bagian penting dari transformasi organisasi yang menjadi komitmen Kapolri baru nanti. Hal ini tidak sekadar berkaitan dengan perubahan kelembagaan, berikut cara kerjanya, dimana Polsek merupakan unit kelembagaan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lebih dari sekadar merubah kelembagaan, kebijakan itu akan sekaligus mengoptimalkan perannya dalam menjamin keamanan; keselamatan jiwa, raga, harta benda, dan hak asasi manusia; serta memelihara perasaan tenteram dan damai, sebagaimana yang menjadi komitmen utama dalam Catur Prasetya Polri.

Optimalisasi peran demikian menuntut Kepolisian untuk lebih terbuka dan membuka diri. Melibatkan seluruh komponen masyarakat, dengan demikian, menjadi niscaya agar semua mempunyai frekuensi yang sama: memikul tanggungjawab kebangsaan dalam arti yang seluas-luasnya.

Membangun sinergitas itu sebenarnya sudah digalakkan cukup lama, dengan kebijakan Pemolisian Masyarakat (Community Policing). Kebijakan yang kemudian populer dengan Polmas itu—berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2015—adalah suatu kegiatan untuk mengajak seluruh komponen masyarakat melalui kemitraan anggota Polri dan masyarakat, sehingga mampu mendeteksi dan mengidentifikasi permasalahan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) di lingkungan, serta menemukan pemecahan masalahnya.

Karena bagaimanapun persoalan tidak semakin ringan. Yang disebut kejahatan sekarang ini juga bukan hanya bersifat konvensional, tetapi kejahatan transnasional yang justru lebih berbahaya. Jika yang konvensional itu sekadar pencurian, begal, dan pencopetan misalnya; kejahatan transnasional tidak lagi mengenal batas negara, agama, usia, dan batas-batas lainnya. Tidak saja ideologi negara yang terancam, tapi masa depan peradaban dan kemanusiaan juga dipertaruhkan.

Lihat saja, berapa banyak masyarakat, terutama generasi muda kita, yang terpapar paham radikalisme dan terorisme. Awalnya sederhana—dari konten media sosial yang semula dianggap biasa, menyampaikan pesan-pesan keagamaan—tapi kemudian mempengaruhi pemikiran, dan membentuk sikap keberagamaan yang intoleran. Ini sudah berlangsung cukup lama, bahkan telah banyak pula “merasuki” instansi pemerintahan, perguruan tinggi, BUMN dll., bahkan di lingkungan Polri itu sendiri mungkin kita temukan.

Sekali lagi, itu bukan tugas sederhana. Pencegahan dini jauh lebih berat dibanding penindakan. Di sinilah kita mengapresiasi apa yang telah menjadi kebijakan Presiden Jokowi dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN-PE).

Tampak jelas di situ, pemerintah sudah lebih fokus, bagaimana meningkatkan daya tahan kelompok rentan agar terhindar dari tindakan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme. Langkah konkritnya, tiada lain, dengan meningkatkan efektivitas Pemolisian Masyarakat. Bahkan dalam petikan lampiran Perpres sudah sangat jelas ditegaskan tentang Pelatihan Pemolisian Masyarakat itu sendiri. Selain itu, pemerintah juga harus kita dorong untuk segera melakukan sosialisasi dan promosi Pemolisian Masyarakat terkait pencegahan ekstremisme tersebut. Disini, sekali lagi, Polri harus melibatkan seluruh komponen masyarakat. Tugas berat itu tak mungkin hanya diserahkan kepada BNPT. Tanpa keterlibatan masyarakat secara luas, lembaga itu hanya akan “lari di tempat” dan tidak dapat menyelesaikan persoalan secara tuntas.

Fenomena Gunung Es

Demikian pula dalam persoalan korupsi. Komjen Listyo Sigit yang secara tegas akan lebih mengutamakan pencegahan, menurut saya, ini sangat menarik. Penindakan tetap dilakukan dengan prinsip penegakan hukum secara proporsional dan profesional. Bahkan dia juga akan membongkar kasus-kasus besar yang selama ini telah mengusik keadilan publik.

Karena bagaimanapun, pemberantasan korupsi haruslah menjadi komitmen bersama. Seluruh kekuatan masyarakat juga harus dilibatkan. Prinsipnya, memberantas korupsi itu tidaklah cukup dilakukan dengan upaya “represif” yang hanya dibebankan kepada KPK dan atau APH (Polisi dan Kejaksaan) saja. Ini harus menjadi gerakan bersama seluruh komponen bangsa. Tanpa itu, apalagi jika tindakan represif yang lebih dikedepankan, korupsi hanya akan menjadi “komoditas” politik semata. Hanya ramai di permukaan tetapi tidak menyentuh akar persoalan.

Lalu, apa yang mesti dilakukan? Yang paling mendasar, menurut saya, harus dimulai dengan merubah cara pandang tentang persoalan korupsi itu sendiri. Dalam hal ini, pandangan Irjen Pol (Purn) Dr. Bibit Samad Rianto sangat menarik. Mantan Pimpinan KPK yang kini mendirikan Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK)—di mana saya juga aktif di dalamnya—itu mempunyai pemahaman yang komprehensif tentang persoalan tersebut.

Dalam bukunya, Koruptor Go To Hell (dua jilid), dia jelaskan secara tuntas akar persoalan dan anatomi korupsi, serta strategi pencegahannya. Menurut saya, ini menjadi buku yang menarik untuk pendidikan antikorupsi sejak dini.

Dijelaskan, korupsi pada hakekatnya berupa gunung es. Tindak pidana korupsinya berada di atas permukaan laut, sedang akar masalahnya berada di bawah permukaan laut itu sendiri. Fenomena gunung es, dimana yang tampak di permukaan sangatlah kecil. Namun yang mengakar ke kedalaman laut, yang tak tampak, justru jauh lebih besar. Di sinilah kerawanan korupsi (corruption hazard) dan potensi masalah penyebab korupsi itu sebenarnya terjadi.

Penanganan masalah korupsi telah dilakukan dengan berbagai upaya, baik penindakan (represif), pencegahan (preventif) terhadap kerawanan korupsi, maupun penangkalan (pre-emtif) dengan jalan menangani permasalahan hulu korupsi.

Di situlah Polri mengambil peran sangat penting sebenarnya. Pencegahan korupsi, sebagaimana ditegaskan Komjen Listyo Sigit, sudah semestinya dengan strategi yang lebih komprehensif lagi. Tentu dengan melibatkan seluruh kekuatan masyarakat. Karena sebagai APH, dibanding Kejaksaan misalnya, Polri jauh memiliki perangkat dan sumber daya yang lengkap. Dalam hal ini, dapat diprogramkan misalnya, dengan membentuk Satgas Antikorupsi baik di kalangan pemuda, mahasiswa, maupun untuk kalangan remaja-remaja yang masih duduk di SMA. Dengan demikian, pendidikan antikorupsi akan lebih “tepat guna” programnya.

Selanjutnya, kita tunggu saja program aksi Kapolri baru nanti. Semoga Tuhan senantiasa memberkahi.

Kalisuren, 21 Januari 2021

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengenal Terowongan Silaturahmi Penghubung Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang Didatangi Paus Fransiskus

2 hari lalu

Suasana Terowongan Silaturahim yang menghubungkan antara Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral, Senin, 25 Oktober 2021. Terowongan yang dibangun dengan panjang tunnel 28,3 meter, tinggi 3 meter, lebar 4,1 meter dengan total luas terowongan area tunnel 136 m2 dengan total luas shelter dan tunnel 226 m2 menelan dana sebesar Rp 37,3 miliar. TEMPO/Syara Putri
Mengenal Terowongan Silaturahmi Penghubung Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang Didatangi Paus Fransiskus

Terowongan silaturahmi yang dikunjungi Paus Fransiskus bukan sekadar untuk penyeberangan, melainkan juga simbol toleransi antarumat beragama


Selain Gratiskan Tiket, Benteng Vredeburg Yogyakarta Sediakan Layanan Antar Jemput Kelompok Rentan

9 hari lalu

Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Tempo/Pribadi Wicaksono
Selain Gratiskan Tiket, Benteng Vredeburg Yogyakarta Sediakan Layanan Antar Jemput Kelompok Rentan

Kelompok rentan disabilitas, lanjut usia, juga ibu hamil bisa menikmati layanan antar-jemput Benteng Vredeburg Yogyakarta mulai awal Agustus 2024


Ubah Formasi Batuan Berusia 140 Juta Tahun, Dua Pria Nevada AS Dituntut 10 Tahun Penjara

10 hari lalu

Mead Lake, Nevada-Arizona, Amerika Serikat (visitarizona.com)
Ubah Formasi Batuan Berusia 140 Juta Tahun, Dua Pria Nevada AS Dituntut 10 Tahun Penjara

Kedua pria tersebut mendorong bongkahan formasi batuan kuno ke tepi tebing dekat Redstone Dunes Trail di Area Rekreasi Nasional Danau Mead Nevada.


Strategi Pj. Gubernur Heru Menekan Pengangguran di Jakarta

11 hari lalu

Sejumlah pencari kerja mengunjungi pameran bursa kerja Jakarta Job Fair 2024 di Thamrin City, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa, 25 Mei 2024. Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Sudin Nakertransgi) Jakarta Pusat menggelar Jakarta Job Fair yang diikuti oleh 40 perusahaan selama dua hari pada 28-29 Mei 2024. Dok. Pemprov DKI Jakarta
Strategi Pj. Gubernur Heru Menekan Pengangguran di Jakarta

Warga yang mencari lowongan kerja atau pelatihan meningkatkan keahlian dapat melihat informasi di laman milik dinas yang mengurusi ketenagakerjaan.


PDIP Berpeluang Usung Anies Maju di Pilkada Jakarta, Cak Imin: Semoga Lancar

13 hari lalu

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menghadiri Muktamar PKB di Bali Nusa Dua Convention Center, Badung, Bali pada Sabtu, 24 Agustus 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
PDIP Berpeluang Usung Anies Maju di Pilkada Jakarta, Cak Imin: Semoga Lancar

Cak Imin merespon peluang pencalonan Anies oleh PDIP untuk Pilkada Jakarta.


26 hari lalu


BPOM Sebut Galon Guna Ulang Rawan Terkontaminasi BPA

28 hari lalu

BPOM Sebut Galon Guna Ulang Rawan Terkontaminasi BPA

elaksana Tugas Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ema Setyawati mengatakan mayoritas kemasan galon air minum yang digunakan masyarakat memiliki potensi terkontaminasi senyawa kimia Bisfenol A atau BPA.


Cabut Seluruh Keterangan di Kasus Vina, Liga Akbar: Banyak Orang Baik Dukung Saya, Dulu Tidak Ada yang Percaya

38 hari lalu

Terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon Saka Tatal menjalani sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Kota Cirebon, Jawa Barat, Rabu 24 Juli 2024. Saka Tatal yang telah bebas murni setelah menjalani hukuman 3 tahun 8 bulan itu mengajukan PK untuk memulihkan nama baiknya karena merasa tidak terlibat dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky pada tahun 2016. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Cabut Seluruh Keterangan di Kasus Vina, Liga Akbar: Banyak Orang Baik Dukung Saya, Dulu Tidak Ada yang Percaya

Dalam sidang PK Saka Tatal, Liga Akbar mencabut seluruh BAP yang ia berikan dalam kasus Vina Cirebon. Merasa lebih tenang.


Resensi Buku: Pengaruh Asing Dalam Kebijakan Nasional

40 hari lalu

Pesawat N250 karya Presiden RI ketiga, BJ Habibie saat menjabat sebagai Menristek dan Dirut IPTN di PT Dirgantara Indonesia, Bandung, Rabu, 11 September 2019. Pesawat N250 adalah karya monumentalnya yang menerapkan teknologi kendali otomatis fly by wire pertama di dunia. TEMPO/Prima Mulia
Resensi Buku: Pengaruh Asing Dalam Kebijakan Nasional

Sebagai sebuah pembahasan, buku ini berusaha menganalisis faktor-faktor yang memiliki pengaruh dalam kebijakan pengembangan industri pesawat terbang nasional.


Politikus Demokrat Timo Pangerang Diduga Rangkap Jabatan, Ada Indikasi Benturan Kepentingan di LPS

52 hari lalu

Andi Timo Pangerang. Foto: Facebook
Politikus Demokrat Timo Pangerang Diduga Rangkap Jabatan, Ada Indikasi Benturan Kepentingan di LPS

Politikus Partai Demokrat A.P.A Timo Pangerang diduga rangkap jabatan sebagai kader partai dan anggota Badan Supervisi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)