Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Antara Maulid Nabi dan Perayaan Natal

image-profil

Ketua Umum Jama'ah Yasin Nusantara

image-gnews
Jemaat umat kristiani melaksanakan misa malam natal di Gereja Katedral Santo Petrus Bandung, Jawa Barat, Kamis, 24 Desember 2020. Pelaksanaan malam misa natal di tengah pandemi Covid-19 tersebut dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan ketat seperti melakukan pengecekan suhu tubuh, penggunaan masker, menjaga jarak serta pembatasan jemaat guna mencegah penyebaran virus Covid-19 di lingkungan gereja. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Jemaat umat kristiani melaksanakan misa malam natal di Gereja Katedral Santo Petrus Bandung, Jawa Barat, Kamis, 24 Desember 2020. Pelaksanaan malam misa natal di tengah pandemi Covid-19 tersebut dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan ketat seperti melakukan pengecekan suhu tubuh, penggunaan masker, menjaga jarak serta pembatasan jemaat guna mencegah penyebaran virus Covid-19 di lingkungan gereja. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Iklan

Ada tiga tokoh besar, kata KH. Mustofa Bisri (Gus Mus), yang secara resmi selalu diperingati hari kelahirannya. Yaitu Isa Al-Masih As, Muhammad Saw dan RA Kartini. Selain itu, katanya, kiai besar sekalipun yang diperingati adalah hari kematiannya, yang lazim disebut haul.

Tentu Gus Mus tidak sedang melucu. Dengan nada serius dia justru bertanya, kenapa para kiai diperingati hari kematiannya, sementara tiga tokoh besar tersebut hari kelahirannya?

Para kiai, ulama, sadar sepenuhnya bahwa mereka adalah manusia biasa yang bisa khilaf dan salah setiap saat. Mereka tak terbiasa menilai laku hidupnya, apalagi menonjolkan apa yang telah dilakukannya. Kebaikannya hanya bisa dilihat ketika mereka sudah tiada. Disitulah haul diselenggarakan. Selain untuk senantiasa memohonkan rahmat dan ampunan-Nya, juga meneladani laku hidup dan amal baiknya. Sedang tiga tokoh tersebut di atas, sejak lahirnya saja diyakini sudah menebarkan kebaikan. Memberi manfaat untuk kemanusiaan.

Begitulah kurang lebih Gus Mus memberikan alasan.

Tokoh Emansipasi

Baca Juga:

RA Kartini jelas jasanya untuk kemanusiaan. Dia merupakan tokoh emansipasi yang memperjuangkan kesetaraan dan persamaan hak bagi kaum perempuan.

Meskipun begitu, ada pula sejarawan yang memberikan penilaian kritis, kenapa RA Kartini yang lebih ditonjolkan? Adakah tokoh perempuan lain yang juga berjasa besar?

Tentu ada. Dewi Sartika misalnya. Dia hanya 5 tahun lebih muda dari RA Kartini. Lahir pada 1879, RA Kartini justru meninggal muda, saat usianya 25 tahun. Sedang Dewi Sartika wafat pada usia 63 tahun (1884-1947). RA Kartini di Jawa, tepatnya di Jepara. Dewi Sartika di Sunda, yaitu di Cicalengka Bandung.

Jika ukurannya pada kiprah dibidang pendidikan, Dewi Sartika jauh lebih menonjol sebenarnya. Dia mendirikan Sekolah Isteri pada 1904, dikhususkan untuk kaum perempuan. Tak tanggung-tanggung, tempatnya pun di Pendopo Kabupaten Bandung. Kemudian pada 1910 direlokasi ke Jl. Ciguriang. Namanya pun berubah menjadi Sekolah Keoetamaan Isteri. Hanya dalam tempo dua tahun setelah itu, sudah menjelma menjadi sembilan sekolah di seluruh Jawa Barat. Lalu berkembang menjadi satu sekolah setiap Kabupaten dan Kota pada tahun 1920.

Artinya, sekali lagi, peran dan jasa Dewi Sartika lebih nyata. Sedang RA Kartini, sebagaimana yang kita tahu selama ini, terkenal dengan surat-suratnya yang dikirim ke Belanda. Korespondensi Kartini yang kemudian dibukukan dan diberi judul "Habis Gelap Terbitlah Terang" itu telah dianggap menjadi sumber inspirasi, membuka kesadaran tentang persamaan hak kaum perempuan.

Lalu, kenapa harus RA Kartini yang dinobatkan sebagai tokoh emansipasi? Sejarawan kritis memberikan penilaian bahwa hal itu tak lepas dari gaya elitisme politik Belanda yang lebih mengutamakan kalangan priyayi. Kita tahu, RA Kartini adalah putri Bupati. Dia pun diperistri Bupati.

Justru, kalau emansipasi itu dimaksudkan sebagai pembebasan dari perbudakan dalam arti yang luas, sebenarnya Tjut Nyak Dhien jauh lebih dahsyat lagi. Dia yang lahir pada 1848 di Lampadang, Aceh, jelas 31 tahun lebih awal dari RA Kartini.

Lebih dahsyat, karena dalam kondisi sakit dan mata rabun pun dia masih memimpin perang bersama sang suami, Teuku Umar. Mereka berjuang untuk emansipasi, merdeka dari perbudakan Belanda. Yang membuat kita takjub lagi, konon, dia mengajukan syarat boleh maju ke medan pertempuran sebagai syarat menerima lamaran. Subhanallah. Adakah saat ini perempuan yang memberi syarat demikian?

Terus terang, kita tidak sedang membuat perbandingan soal itu, apalagi memberdebatkannya. Soal RA Kartini yang lebih ditonjolkan itu, tak usah juga kita perdebatkan. Cukup itu menjadi kajian para sejarawan. Anggap saja, dia menjadi simbol dan representasi perjuangan kaum perempuan yang memang layak diperingati. Itulah fakta kesejarahan dalam konteks keindonesiaan.

Tradisi Muludan

Di atas semua itu, secara historis sebenarnya harus kita akui, justru ada yang paling utama. Tidak saja ajarannya, tapi laku hidup dan perjuangannya menjadi teladan seluruh umat manusia. Diikuti, dicintai, bahkan sekaligus diimani.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Gus Mus tak jarang menyampaikan penjelasan tersebut ketika harus merespons mereka yang sampai saat ini masih suka membid'ahkan peringatan maulid Nabi.

"Kalau ulang tahun yang tidak ada dalilnya saja dengan bangga diadakan, kenapa memperingati kelahiran manusia agung selalu dibid'ahkan?" Demikian Gus Mus kadang merasionalkan.

Manusia agung, tidak saja karena selalu dijaga kesuciannya (ma'shum), tapi memang menjadi teladan sepanjang masa. Karen Amstrong (2006) dari Inggris misalnya, menggambarkan Muhammad Saw sebagai sosok paradigmatik: seorang yang luar biasa berbakat, pemberani dan kompleks. Betapa karakter dan ide-ide Nabi demikian kuat untuk mengubah sejarah secara drastis dan menarik jutaan pengikut. Muhammad, menurutnya, dapat berjaya berkat sikap welas asih, kebijaksanaan, dan penyerahan diri yang mutlak kepada Tuhan.

Maka sudah seharusnya jika umat Islam merayakan kelahirannya. Itulah wujud kebahagiaan. Bahkan, menurut saya, rayakanlah setiap saat meskipun sekadar dengan membaca shalawat. Merayakan, berarti kita mengobarkan kebahagiaan, mencintai setulus hati. Tentu tidaklah cukup hanya dengan tradisi muludan setahun sekali.

Tradisi muludan itu sekadar seremonial. Tiada lain untuk mengingatkan bahwa mencintai itu haruslah dengan mengikuti, meneladani apa yang diajarkan. Demikianlah sikap keberagamaan yang semestinya dikembangkan. Karena sejatinya, keberagamaan bukanlah soal ritual apalagi seremonial semata, tetapi justru berkaitan dengan terciptanya kedamaian. Ketika Nabi ditanya, siapa muslim terbaik? Sabdanya jelas, ".... yang lidah dan tangannya menenteramkan sesama" (Hr. Imam Buhari).

Ukhuwah Transformatif

Demikian pula di kalangan Kristiani, umat pengikut Kristus (diambil dari bahasa Yunani: Christos, dalam bahasa Arab disebut Al-Masih, bahasa Ibrani menyebutnya Mesiah). Artinya yang diurapi atau yang dipilih. Tiada lain gelar untuk Yesus (diambil dari bahasa Latin iesus, bahasa Ibrani menyebutnya Yasu' atau dalam bahasa Aram disebut Yesua) yang berarti menyelematkan. Al-Quran menyebutnya Isa Al-Masih. Puluhan kali disebutkan. Berkali-kali pula umat Islam membacanya. Allah telah mengistimewakannya. Dia misalnya bisa membuat burung dari tanah, menyembuhkan orang buta sejak dari lahir, juga menghidupkan orang mati (Qs.3:49).

Kebahagiaan dengan merayakan Natal adalah manivestasi rasa cinta mendalam. Tentu perayaan itu tak sekadar ritual tahunan. Sebagaimana memperingati Maulid Nabi, perayaan Natal juga seharusnya mengikuti dan meneladaninya, tidak lain, menebarkan cinta kasih sesama.

Alangkah indahnya jika keberagamaan kita absenkan dari sekadar memperdebatkan soal perayaan. Baik muludan, natalan, maupun perayaan keagamaan lainnya, jadikanlah sebagai momentum untuk lebih memperkokoh persaudaraan. Islam mengajarkan tentang ukhuwah. Disinilah esensinya. Apalagi kita memang dianugerahi dengan kemajemukan. Maka saatnya kita perlu membangun interaksi yang lebih transformatif.

Memang tak dapat dipungkiri, dihampir semua agama terdapat tiga pandangan teologis dalam berinteraksi dengan golongan lain. Yakni eksklusivis, inklusivis dan pluralis.

Jika eksklusivis lebih pada sikap "pokoknya" dan selalu menyalahkan yang lain, yang tidak seagama; inklusivis sebaliknya, bisa menerima kebenaran dari ajaran agama lain. Demikian pula pluralis yang bahkan menganggap segenap agama-agama besar mengajak penganutnya ke pantai keselamatan. Untuk itu, tak perlu memvonis benar tidaknya agama lain.

Tentu lebih dari sekedar itu yang kita butuhkan. Meminjam istilah teologi transformatifnya John B. Cobb, teolog kenamaan USA, menurut saya, saat ini dan seterusnya kita harus mengembangkan ukhuwah transformatif. Apa maksudnya?

Kita jangan hanya berhenti pada sikap hidup berdampingan secara damai dengan pemeluk agama-agama lain. Lebih dari itu, harus mampu melakukan transformasi diri dengan sikap terbuka untuk terus belajar dan menggali kearifan agama dan tradisi lain. Inilah persaudaraan sejati. Semoga Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa merahmati. Selamat Natal untuk umat Kristiani.

Kalisuren, 25 Desember 2020

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pemilihan Presiden Tanpa Penyalahgunaan Jabatan

1 hari lalu

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyampaikan paparan dihadapan ribuan orang kepala desa dan pengurus Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia di GOR C-Tra Arena, Bandung, Jawa Barat, 23 November 2023. Prabowo Subianto bersama mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, menghadiri Rakerda Apdesi Jawa Barat yang dihadiri sekitar 5.000 orang kepala desa dan pengurus pemerintah desa. TEMPO/Prima Mulia
Pemilihan Presiden Tanpa Penyalahgunaan Jabatan

Agar pemilihan presiden dan wakil presiden terhindar dari mudarat kecurangan dan ketidakadilan, semestinya para menteri dan kepala daerah yang menjadi calon melepas jabatan.


4 hari lalu


Bapak-isme

8 hari lalu

Ribuan mahasiswa menduduki Gedung MPR/DPR saat unjuk rasa menuntut Soeharto mundur sebagai Presiden RI, Jakarta, Mei 1998. Selain menuntut diturunkannya Soeharto dari Presiden, Mahasiswa juga menuntut turunkan harga sembako, dan cabut dwifungsi ABRI. TEMPO/Rully Kesuma
Bapak-isme

Adakah jalan untuk mencegah kemunduran demokrasi? Panduan dari Bung Hatta perlu dijadikan pedoman


Wajah Kusam Penegakan Hukum

8 hari lalu

Kepala Kejaksaan Negeri Bondowoso, Puji Triasmoro (depan) dan Kepala seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Bondowoso, Alexander Kristian Diliyanto Silaen, resmi memakai rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan pasca terjaring Operasi Tangkap Tangan KPK, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis, 16 November 2023. KPK resmi meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan melakukan penahanan secara paksa selama 20 hari pertama terhadap 4 orang tersangka baru Kepala Kejaksaan Negeri Bondowoso, Puji Triasmoro dan Kepala seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Bondowoso, Alexander Kristian Diliyanto Silaen, dua orang pengendali CV. Wijaya Gumilang, Yossy S. Setiawan dan  Andhika Imam Wijaya, serta mengamankan barang bukti uang tunai sebesar Rp.225 juta dalam tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji dalam rangka pengurusan perkara di Kejaksaan Negeri Bondowoso Jawa Timur. TEMPO/Imam Sukamto
Wajah Kusam Penegakan Hukum

Satu per satu aparat penegak hukum tertangkap kasus korupsi. Nasib penegakan hukum kian buram.


Fanatisme Pemilih Indonesia Dalam Kontestasi Politik

8 hari lalu

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Fanatisme Pemilih Indonesia Dalam Kontestasi Politik

Ada sebuah tantangan besar bagi penyelenggara pemilu dan Pemerintah dalam pengejawantahan demokrasi tersebut yakni fanatisme politik dari sebagian pemilih di Indonesia.


Bamsoet Dukung Perlindungan Hak Intelektual Pendidikan

14 hari lalu

Bamsoet Dukung Perlindungan Hak Intelektual Pendidikan

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menjadi penguji ahli disertasi mahasiswa S3 Ilmu Hukum UNPAD yang mengangkat tema tentang Urgensi Pengaturan Penggandaan Karya Tulis Ilmiah di Perguruan Tinggi.


Wajah Neo Orba di Ujung Pemerintahan Jokowi

15 hari lalu

Ekspresi Presiden Joko Widodo saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penyelenggara Pemilu di Jakarta, Rabu 8 November 2023. Rakornas diikuti sekitar 1.200 penyelenggara pemilu yang terdiri dari dari Ketua KPU dan Ketua Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota serta Sekretaris KPU se-Indonesia. TEMPO/Subekti.
Wajah Neo Orba di Ujung Pemerintahan Jokowi

Intimidasi menimpa sejumlah kalangan dan kelompok yang menentang dinasti politik keluarga Jokowi. Meniru tindakan lancung Soeharto.


Kesempatan MKMK Menjaga Demokrasi

22 hari lalu

Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie memimpin rapat rapat MKMK di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis 26 Oktober 2023. Rapat dengan  agenda klarifikasi kepada pihak-pihak terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi. TEMPO/Subekti.
Kesempatan MKMK Menjaga Demokrasi

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi akan membuat putusan penting besok. Kesempatan menyelamatkan demokrasi.


BPJS Kesehatan Anugerahkan Penghargaan untuk 20 pemenang Lomba Karya Jurnalistik 2023

27 hari lalu

BPJS Kesehatan Anugerahkan Penghargaan untuk 20 pemenang Lomba Karya Jurnalistik 2023

Karya para jurnalis yang ikut lomba mengedukasi masyarakat tentang Program Jaminan Kesehatan Nasional.


Waswas Motif Tersembunyi Insentif Ekonomi

29 hari lalu

Warga membawa beras Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah dan bantuan sembako dari Presiden di Gudang Bulog Sukamaju milik Perum Bulog Divisi Regional Sumsel dan Babel di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis 26 Oktober 2023. Presiden meninjau persediaan beras dan proses penyaluran bantuan pangan cadangan beras pemerintah kepada keluarga penerima manfaat. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Waswas Motif Tersembunyi Insentif Ekonomi

Banyak studi menunjukkan bahwa program-program populis, seperti bantuan sosial dan insentif pajak, rentan dimanfaatkan oleh penguasa yang ingin mempertahankan kekuasaannya lewat pemilihan umum.