Hizbu Al-tajammu’i Al-wathan. Terjemahan dalam bahasa Inggris adalah: The National Assembly Party (Partai Majelis Nasional/PMN). Partai ini dideklarasikan pada 6 Shafar 1442 atau 23 September 2020 di London oleh kelompok oposisi intelektual Saudi yang sudah sangat resah dan muak dengan perkembangan politik dalam sistem kerajaan absolut di negara itu. PMN didukung oleh tokoh lintas mazhab. Seperti dunia sudah faham bahwa partai politik (parpol) diharamkan di Saudi. Tokoh-tokoh oposisi ini sadar betul bahwa nyawa mereka dan keluarga di Saudi jadi incaran penguasa de facto MBS (Muhammad bin Salman).
Para tokoh penandatangan deklarasi PMN ini adalah: Yahya Assiri (Sekretaris Jenderal), Prof. Madawi al-Rasheed (juru bicara). Anggota pimpinan lainnya adalah: DR. Saeed bin Nasser al-Ghamdi, DR. Abdullah al-Oudah, Omar Abdulaziz (komedian/ Kanada), Omar al-Zahrani, dan Ahmed al-Mshikhs (aktivis Syi’ah). Deklarasi sepanjang satu setengah halaman dan delapan alinea itu bertepatan dengan peringatan dua tahun pembunuhan keji Jamal Khashoggi pada 2 Oktober 2018 di Konsulat Jenderal Saudi di Istanbul, Turki.
Di antara deklarator itu adalah Prof. Madawi al-Rasheed yang banyak menulis tentang Saudi Arabia kontemporer, meliputi sejarah, politik, ekonomi, sosial, dan tentu saja kritik tajamnya terhadap MBS. Juga ada Omar al-Zahrani sekarang minta suaka di Kanada, sementara nasib saudara-saudaranya di Saudi tidak jelas, besar kemungkinan dipenjarakan, untuk memberi tekanan kepada Omar agar berhenti mengeritik rezim. Yang lain, Omar Abdulazis juga sudah beberapa tahun dapat suaka di Kanada tetapi jiwanya selalu dalam ancaman penguasa.
PMN sebenarnya menginginkan perubahan poitik secara damai di Saudi. Pertumpahan darah harus dihindarkan. Tetapi apakah hal itu mungkin, sebab yang dihadapi adalah rezim penguasa mutlak yang menjalankan kekuasaan atas nama agama dan Tuhan. Korban sudah terlalu banyak, baik yang dibunuh atau yang dipenjarakan. Dan jangan lupa Presiden Donald J. Trump dan menantunya Jared Kushner adalah pelindung utama rezim MBS ini.
Berikut ini adalah sebagian butir Deklarasi PMN itu. Alinea pertama berbunyi: “Kami dengan ini mengumumkan pendirian PMN, yang bertujuan untuk melembagakan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan di Kerajaan Saudi Arabia.”
Alinea ketiga berbunyi: “Dengan mendirikan partai kami sungguh ingin mencegah negeri ini terperosok ke dalam kerusuhan, kekerasan, perang saudara atau perang regional. Kami berupaya untuk meletakkan sebuah dasar bagi suatu perubahan politik damai yang bertujuan pertama dan utama untuk melindungi hak-hak asasi manusia dan pembangunan, dan menolak penggunaan agama Islam kami untuk tujuan penindasan dan tujuan politik, sementara menjamin kemerdekaan kepercayaan buat semua, menjaga capaian- capaian dan kelembagaan yang berguna dari masyarakat kami, melindungi keamanan dan kesatuan negeri, dan memastikan kemakmurannya.”
Alinea kedelapan berbunyi: “Akhirnya, kami bertujuan untuk memperkuat kerjasama negara dengan seluruh dunia, secara global dan regional, melalui cara-cara yang melayani kepentingan rakyat, menyelamatkan lingkungan dan memperkuat mekanisme yang sejalan dengan standar internasional, dan untuk ikut serta dalam diplomasi dan kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional untuk penyelesaian sengketa eksternal, sambil menghormati kedaulatan negara (masing-masing) dan mendukung upaya mereka untuk demokrasi.”
Sekalipun istilah kerajaan Saudi Arabia masih dicantumkan dalam alinea pertama, tujuan jangka panjang PMN adalah mengganti sistem monarki menjadi sebuah bentuk republik dengan sistem politik demokrasi. Kita belum bisa mengatakan apakah PMN akan bisa bertahan atau bakal ditebas pada kuncupnya. Sikap politik Amerika Serikat terhadap Saudi akan sangat menentukan nasib perjuangan PMN dalam jangka pendek ini. Kegagalan Gerakan Arab Spring beberapa waktu yang lalu tidak dapat dilepaskan dari politik luar negeri Amerika yang selalu mendukung nagara-negara despotik dan otoritarian, asal menguntungkan kepentingan nasionalnya.
Terus terang saja, sejak pembunuhan Jamal Khashoggi saya benar- benar marah terhadap rezim kejam ini. Sejak itu saya berdo’a: “Ya, Allah, mohon ka’bah dibebaskan dari penguasa yang zalim.” Do’a ini sudah disampaikan lebih dari dua tahun, semoga Allah mendengar dan mengabulkannya. Kemarahan ini semakin mendalam karena ulama kerajaan telah lama mati suri. Mereka semuanya hanyalah sebagai perpanjangan tangan penguasa dengan bersembunyi di balik dalil-dalil agama yang mereka susun. Adapun ulama yang bersuara lain, jika tidak dibunuh, ya, ditangkap dan dipenjarakan. Seorang Khashoggi yang tidak anti kerajaan, tetapi mengerik MBS, maka nyawanya harus dihabisi.
Mengapa batin saya sangat terluka oleh perkembangan politik di Saudi ini? Jawabannya sederhana saja: karena penguasanya menyandang gelar “Khâdim al-Haramain” (Pelayan Dua Kota Suci/ Mekka-Madinah). Ka’bah adalah kiblat umat Muslim seantero dunia, tempat suci di mana orang melakukan thawaf saat haji sekali dalam setahun dan saat umrah sepanjang tahun tanpa henti. Jadi mereka semua mesti tidak boleh diam dengan apa yang berlaku di sekitarnya akibat ulah dan perilaku penguasa yang sama sekali tidak mencerminkan kepentingan dan martabat Islam.
Adalah sebuah malapetaka spiritual yang parah, sebagian besar umat Muslim sedunia tidak hirau dengan apa yang terjadi di Saudi. Memang ada Muslim yang bersuara lantang dari berbagai negara, termasuk Saudi Arabia, tetapi seperti tidak ada gaungannya, karena mereka sangat minoritas. Maka para pemrakarsa PMN adalah di antara yang minoritas itu dengan segala risiko maut yang setiap saat mengintai mereka.
Akhirnya, mungkin saja akan ada orang yang berkomentar terhadap artikel ini, mengapa sempat-sempatnya mengurus negara lain, sementara di Indonesia kita menghadapi berjibun persoalan. Memang, tetapi bagi saya, ini adalah ocehan seorang nasionalis konyol yang tidak faham makna terdalam dari sila kedua Pancasila: Kemanusiaan yang adil dan beradab!