Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mengubah Wajah Rupiah

image-profil

image-gnews
Ilustrasi Uang Rupiah. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Ilustrasi Uang Rupiah. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Iklan

Haryo Kuncoro
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

Kementerian Keuangan kembali mewacanakan redenominasi rupiah. Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024, pemerintah hendak menyederhanakan Rp 1.000 menjadi Rp 1. Penyederhanaan semacam ini seolah mengulang rencana serupa pada awal 2000. Saat itu, Bank Indonesia telah menggulirkan ide redenominasi dan bahkan tahapan sosialisasinya pun sudah mulai digelar. Namun, pada akhirnya, ide tersebut mentok di Dewan Perwakilan Rakyat, yang menganggap kebijakan itu kurang urgen.

Menilai kadar urgensi redenominasi memang gampang-gampang susah. Redenominasi toh hanya menghilangkan tiga angka nol dalam satuannya, sedangkan nilainya sama sekali tidak berubah. Artinya, memangkas Rp 1.000 menjadi Rp 1 tidak bakal mengubah secara drastis keadaan perekonomian.

Masyarakat pun sejatinya sudah lama melakukan "redenominasi" terselubung. Para pengusaha kafe dan restoran, misalnya, kerap menghilangkan tiga nol paling belakang pada harga menu. Mereka menggantinya dengan "k", yang mewakili simbol ribuan, tanpa memurahkan atau memahalkan produknya.

Dalam skala yang lebih luas, Badan Pusat Statistik (BPS) juga rutin melakukan "redenominasi". Tingkat harga di 86 kota di Indonesia, yang mencakup ratusan macam barang/jasa, dikonversi oleh BPS untuk menghitung indeks harga konsumen (IHK). Persentase perubahan IHK dikenal luas sebagai inflasi.

Baca Juga:

BPS terakhir kali mengubah tahun dasar IHK pada 2018, setelah dilakukan pada 2012 dan 2007. Apakah dengan perubahan tahun dasar IHK membuat inflasi menjadi lebih rendah? Jawabannya tidak. Baik menggunakan tahun dasar yang lama maupun yang baru, angka inflasi yang dihasilkan tetap sama.

Pendapat bahwa redenominasi tidak akan mengubah keadaan bisa diterima jika menggunakan perspektif jangka pendek. Ceritanya akan berbeda jika menggunakan spektrum jangka menengah-panjang. Urgensi redenominasi lebih kentara jika menyangkut persoalan efisiensi.

Pada tataran paling awal, penulisan harga barang/jasa menjadi lebih sederhana. Pencatatan akuntansi tidak memakan banyak energi, waktu, dan tempat. Redenominasi juga tidak menimbulkan efek finansial pada sistem transaksi. Intinya, efisiensi transaksi adalah manfaat utama yang bisa diraih.

Penggunaan nominal yang besar juga mengundang risiko kekeliruan dalam penulisannya. Di Kementerian Keuangan sendiri, misalnya, volume Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah menembus Rp 1.000 triliun (16 digit). Alangkah sulitnya jika pelaporan APBN itu harus dirinci hingga ke angka terkecil.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Persoalan berkembang ke arah pengejaan. Matematika dasar mengajarkan penjenjangan angka dari yang terkecil menuju ke yang lebih besar. Nominal terbesar untuk saat ini barangkali "berhenti" di triliun. Tidak mengherankan jika 16 digit volume APBN masih saja dieja "seribu triliun", yang seharusnya dibaca "satu kuadriliun". Sebutan "kuadriliun" belum lazim untuk saat ini, apalagi unit "pentaliun" untuk merepresentasikan nominal satu juta triliun.

Di luar urusan teknis ini, urgensi redenominasi tetap layak dikedepankan jika dilihat dalam perspektif internasional. Redenominasi diklaim sangat positif untuk mengangkat reputasi ekonomi dan martabat bangsa di kancah global. Amerika Serikat, misalnya, memiliki uang pecahan terbesar "hanya" US$ 100.

Di lingkup ASEAN, uang pecahan rupiah terbesar, yakni Rp 100.000, menempati urutan kedua setelah Vietnam, yang memiliki pecahan 500.000 dong. Komparasi dengan tiap negara kian membuat rupiah "berkecil hati". Satu barang tertentu jika dihargai dengan ringgit atau baht cukup dengan dua digit, sementara dalam rupiah harus dipatok 6 digit.

Sampai di sini, debat urgensi redenominasi bermuara pada nilai alih-alih besaran angka, yang berlaku hanya sebatas label. Hanya, menyadarkan pentingnya perbedaan antara nilai dan angka bukan perkara mudah. Masyarakat masih terjebak pada ilusi angka. Semakin banyak lembar uang dan semakin besar angkanya, akan semakin tinggi pula "nilai"-nya. Karena itu, penyederhanaan Rp 1.000 menjadi Rp 1 tidak serta-merta bisa diterima.

Dalam persepsi masyarakat, saat redenominasi dilakukan, harga-harga tidak ikut turun, yang berimbas pada penurunan daya beli uang. Redenominasi masih dianggap identik dengan sanering (pemotongan nilai mata uang). Tiga kali sanering yang pernah ditempuh pemerintah sejak Indonesia merdeka, dengan segala dampak negatifnya, seakan menjadi trauma tersendiri.

Maka, pemerintah perlu memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai hal ini. Meski sama-sama memotong digit uang, makna keduanya sangat jauh berbeda. Sanering dilakukan untuk menyehatkan perekonomian di kala inflasi melampaui batas kewajaran. Sedangkan redenominasi justru dilakukan pada saat perekonomian sedang stabil atau berproses menuju sehat.

Pemerintah kini tampaknya hendak memanfaatkan pandemi Covid-19 sebagai titik tolak redenominasi rupiah. Era transisi menuju kenormalan baru sekalian disisipi dengan pengenalan rencana redenominasi. Pada era kenormalan baru nanti, rupiah diharapkan tampil dengan wajah baru.

Jika demikian skenarionya, tuntasnya penanganan pandemi menjadi modal dasar bagi keberhasilan redenominasi rupiah. Intinya, lewat program pemulihan ekonomi nasional, pemerintah tidak hanya memperoleh momentum redenominasi rupiah, tapi juga membangun monumen bagi kebangkitan ekonomi. 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

16 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


18 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

24 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

28 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

43 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

44 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.