Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Rugi Bandar di Blok Rokan

Oleh

image-gnews
VP Supply Export Operation PT. Pertamina (Persero), Agus Witjaksono (depan) dan rombongan meninggalkan terminal seusai meninjau proses lifting perdana minyak mentah (crude oil) di Terminal Oil Wharf No.1 Pelabuhan PT. CPI di Dumai, Riau, Selasa 15 Januari 2019. PT. Pertamina (Persero) melaksanakan lifting perdana minyak mentah jenis Sumatran Light Crude dan Duri Crude milik PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI) yang dihasilkan dari Blok Rokan. ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid
VP Supply Export Operation PT. Pertamina (Persero), Agus Witjaksono (depan) dan rombongan meninggalkan terminal seusai meninjau proses lifting perdana minyak mentah (crude oil) di Terminal Oil Wharf No.1 Pelabuhan PT. CPI di Dumai, Riau, Selasa 15 Januari 2019. PT. Pertamina (Persero) melaksanakan lifting perdana minyak mentah jenis Sumatran Light Crude dan Duri Crude milik PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI) yang dihasilkan dari Blok Rokan. ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid
Iklan

PEMERINTAH seharusnya tak kebakaran jenggot ketika produksi minyak dari Blok Rokan menurun tajam. Keputusan Chevron Pacific Indonesia, sebagai operator blok minyak di Provinsi Riau tersebut, untuk tidak melakukan eksplorasi atau mengeluarkan investasi baru atas blok terbesar di Indonesia itu semestinya sudah bisa diduga sejak awal. Apalagi Pertamina, yang akan menjadi operator anyar di sana, baru bisa mengebor pada Agustus 2021.

Penurunan produksi ketika pemerintah memutuskan mengambil alih sebuah blok migas bukan hanya kali ini terjadi. Sebelumnya, ketika mengambil alih Blok Madura Barat dan Blok Mahakam, Pertamina menghadapi problem yang sama. Hanya, karena produksi Rokan sangat signifikan-sepertiga produksi minyak Indonesia-dampaknya pada penerimaan negara jadi sangat besar. Itu sebabnya SKK Migas, sebagai penanggung jawab kegiatan hulu minyak dan gas, buru-buru meminta Pertamina segera berinvestasi untuk mencegah penurunan produksi yang lebih dalam.

Baca Juga:

Sebelum masa peralihan, produksi Rokan pada 2018 rata-rata mencapai 200 ribu barel per hari. Namun, setelah pemerintah memutuskan Chevron tak lagi menjadi operator pada 2021, produksi rata-rata per hari pada tahun ini diperkirakan anjlok menjadi hanya sekitar 160 ribu barel. Penurunan produksi ini bahkan bisa berlanjut hingga 2022 karena pembangunan rig baru setidaknya membutuhkan waktu 8-10 bulan. Selain itu, Pertamina harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli zat kimia yang patennya dimiliki Chevron. Zat aditif ini penting untuk menggenjot produksi minyak dari sumur-sumur tua di Rokan.

Berkurangnya penerimaan negara dari Blok Rokan seharusnya sudah dihitung sejak pemerintah memutuskan pergantian operator di sana. Chevron tidak berinvestasi lagi sejak 2018 karena masa kerjanya tak sampai dua tahun, sementara modal tersebut baru bisa balik paling cepat lima tahun. Jaminan penggantian biaya recovery semata tak akan menarik karena para operator pasti juga menginginkan return (imbal balik) dari investasi mereka. Akibatnya, pemerintah kehilangan potensi pendapatan hingga jutaan dolar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Alih kelola ladang-ladang migas dari investor asing memang isu politis nan seksi untuk menarik hati khalayak ramai. Para politikus kerap mendorong isu soal pentingnya kekayaan negara dikelola perusahaan nasional tanpa menimbang dampaknya bagi penurunan pendapatan negara. Bukan hanya minyak dan gas, melainkan juga emas, perak, dan tembaga, seperti dalam kasus tambang emas Freeport di Papua. Isu ini biasanya mengemuka pada saat pemilihan presiden, termasuk pada 2019. Jargon nasionalisme bergaung di mana-mana.

Isu nasionalisasi aset-aset ini jelas mengesampingkan hitung-hitungan teknis dan bisnis. Setelah operator asing kehilangan blok-blok migas itu, keuntungan mereka tak otomatis pindah ke Pertamina.Di Blok Rokan, selain harus menyiapkan dana cukup besar untuk kegiatan eksplorasi, Pertamina mesti membayar bonus penandatanganan kontrak baru sebesar Rp 11,3 triliun. Semua biaya ini membuat masa balik modal pasti akan lama. Apalagi, dalam kasus Rokan, Pertamina perlu bekerja ekstrakeras untuk mencari ladang-ladang baru agar produksinya tetap tinggi.

Ke depan, pengelolaan ekonomi harus benar-benar berdasarkan kalkulasi bisnis yang paling menguntungkan negara. Jargon nasionalisme yang mentereng di panggung kampanye tapi membuat kas negara bolong mesti dibuang jauh-jauh. Jika tidak ada perubahan yang signifikan dari praktik alih kelola semacam ini, Indonesia akan terus-menerus kehilangan potensi pendapatan yang cukup besar di masa mendatang.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


17 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

24 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.