Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Skema Janggal Bank Jangkar

Oleh

image-gnews
Karyawan melayani nasabah dengan mengenakan masker di salah satu bank di Tegal, Jawa Tengah, Senin, 11 Mei 2020. Sejumlah bank di Kota Tegal menerapkan kebijakan pengaturan jaga jarak fisik di ruang tunggu, wajib mengenakan masker dan pemeriksaan suhu tubuh guna mencegah penyebaran COVID-19. ANTARA/Oky Lukmansyah
Karyawan melayani nasabah dengan mengenakan masker di salah satu bank di Tegal, Jawa Tengah, Senin, 11 Mei 2020. Sejumlah bank di Kota Tegal menerapkan kebijakan pengaturan jaga jarak fisik di ruang tunggu, wajib mengenakan masker dan pemeriksaan suhu tubuh guna mencegah penyebaran COVID-19. ANTARA/Oky Lukmansyah
Iklan

BANYAK jalan menyelamatkan bank-bank bermasalah. Pada krisis 1998, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Sepuluh tahun kemudian, Bank Indonesia menjalankan protokol penanganan bank bermasalah dalam kasus Bank Century dengan dukungan Komite Stabilitas Sektor Keuangan.

Pada saat pandemi Covid-19 menghancurkan banyak perusahaan, dari yang besar hingga yang kecil, pemerintah menempuh cara yang berbeda. Krisis itu mengakibatkan kredit macet dan menekan likuiditas semua bank di Indonesia. Pemerintah akan menyuntikkan dana Rp 87,6 triliun kepada bank jangkar atau bank peserta yang nantinya menjadi perpanjangan tangan pemerintah untuk menyehatkan bank-bank yang kesulitan likuiditas dan menambah modal kerja pelaku usaha, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah yang terkena dampak Covid-19.

Sekilas, tidak ada yang keliru dari kebijakan tersebut. Penempatan dana di bank jangkar itu berupa deposito dan surat deposito, dengan imbal hasil setara dengan bunga surat berharga negara yang dibeli Bank Indonesia. Karena itu, bank-bank jangkar yang ditunjuk membantu pemerintah tidak akan dirugikan. Namun, bila ditilik lebih jauh, ada risiko dalam skema bantuan likuiditas tersebut.

Pertama, kondisi keuangan sejumlah calon bank jangkar juga tertekan oleh seretnya likuiditas setelah merestrukturisasi kredit nasabah. Hingga 2 Juni lalu, sudah ada 5,94 juta debitor, baik usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) maupun non-UMKM. Restrukturisasi tersebut disalurkan melalui 99 bank umum konvensional dan syariah senilai Rp 609 triliun.

Kedua, bila pemilihan bank jangkar alias bank peserta tidak dilakukan dengan cermat, sudah pasti risiko pelaksanaan program ini beralih ke bank jangkar yang diisi bank-bank sistemik, yang pada akhirnya berpotensi membahayakan industri perbankan secara keseluruhan. Tak cuma tertekan oleh likuiditas internal, mereka kini kelimpahan tugas harus menyeleksi bank pelaksana yang mengajukan proposal pinjaman. Sebagai pemain, bank jangkar merangkap sebagai wasit penentu hidup-mati bank lain. Jelas ada potensi konflik kepentingan.

Baca Juga:

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan skema ini, penyaluran likuiditas buat bank lain pada akhirnya mengacu pada pertimbangan komersial alias untung-rugi, bukan semata-mata demi menyehatkan likuiditas bank-bank yang dibantu (bank pelaksana). Memang, dalam pelaksanaannya, program ini akan melibatkan Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Namun adakah jaminan tidak akan terjadi kongkalikong antara bank jangkar dan bank pelaksana demi mengeduk uang negara?

Pengalaman selama ini menunjukkan moral hazard selalu terjadi dalam proses penyelamatan bank bermasalah, baik pada krisis 1998 maupun penyelamatan Century. Dalam dua peristiwa tersebut, pemilik yang sudah menghancurkan banknya sendiri masih bisa mengeduk keuntungan dari proses penyelamatannya. Apalagi pendanaan program ini bersumber dari APBN yang berasal dari penerbitan obligasi yang diserap Bank Indonesia.

Cara ini berbahaya karena akan meningkatkan inflasi, dan bertambahnya jumlah uang beredar bisa berisiko menurunkan nilai tukar. Berbeda dengan dolar atau yen, rupiah bukan mata uang yang bisa mudah ditukar di mana-mana. Jangan sampai kita menanggung risiko yang tidak perlu, sementara penyehatan likuiditas perbankan malah tidak tercapai. Karena itu, ketimbang menggunakan cara baru yang berisiko, pemerintah sebaiknya menempuh cara yang pernah dilakukan dengan penyempurnaan di sana-sini. 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

29 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.