Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Birokrasi

image-profil

Oleh

image-gnews
Iklan

“Keputusan resmi sama malu-malunya dengan gadis remaja.”

—Kafka, dalam novel Kastil

Baca Juga:

Pada suatu pagi yang cerah, di hari kelahirannya yang ke-30, Joseph K ditahan dua petugas tanpa tuduhan. Selama setahun ia berusaha mengetahui undang-undang apa yang menyebut kesalahannya. Setahun itu ia menghadapi mahkamah yang bisu. Di ujung cerita, kedua petugas yang menangkapnya membawa Joseph K ke luar kota. Dengan lugas mereka sembelih tahanan ini atas nama “hukum”. K tak memprotes. Sebelum mati, mulutnya hanya mengucap, “Seperti anjing.”

Novel Der Process (“Peradilan”) Kafka menggambarkan nasib absurd seseorang, tapi dengan nada bertutur seperti tentang sebuah proses yang rutin. Dengan itu, Kafka dikenal sebagai sastrawan awal abad ke-20 yang dengan suram menampilkan posisi manusia dalam “kerangkeng besi”, perumpamaan Max Weber dalam telaahnya tentang masyarakat modern.

Di tahun 1925, terbit Das Schloß (“Kastil”).

Kafka tak bermaksud memikat kita dengan fantasi. Dalam novel ini, juga dalam zaman kita, birokrasi telah mirip sebuah kastil yang 50 persen imajiner. Bangunan itu tampil perkasa, dan tak jarang bisa membuat hidup kita terbentur-bentur, bahkan tersekat. Tapi konstruksi itu seakan-akan merahasiakan strukturnya sendiri di balik gedung yang bagaikan sphinx, yang berpose dengan wibawa yang kaku, dengan produk yang itu-itu saja: ia tak ingin menghebohkan.

Novel Kastil dimulai dengan K datang ke sebuah dusun. Ia, seorang juru survei tanah, Landvermesser, merasa dipanggil penguasa kastil di dusun itu untuk memberi laporan. Tapi tak jelas laporan apa, dan tak jelas ia harus menemui siapa. Hari malam, salju tebal. Bukit yang disebut sebagai tempat puri itu terletak diliputi kabut dan kegelapan seperti mengancam, antara ada dan tiada.

Esok paginya, puri itu tampak jelas di udara yang bening. Dari losmen tempat ia menginap, K berangkat ke sana. Tapi setelah dekat, yang dilihatnya “sebuah tumpukan acak-acakan bangunan kecil yang rapat berdempetan”. Kastil itu ternyata hanya sebuah “kota yang rudin, segerombolan rumah desa yang keistimewaannya hanya karena ia dibangun dari batu, meskipun dengan plaster yang sudah lama mengelupas dan batu-batu yang mulai guyah”.

Struktur dan pembagian fisiknya membingungkan. Juga penghuninya. Seseorang hanya menjelaskan: siapa saja yang pernah ada di sini, ia kastil itu sendiri.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi dalam kekaburan itu ada kekuasaan yang memukau, dan membentuk, orang-orang di dusun itu. Perempuan-perempuan muda dibuat patuh, dan bangga, untuk tidur dengan para pejabat puri. Adapun tugas para pejabat itu tak diketahui persis. Sepanjang siang mereka berkumpul di belakang sebuah bangku panjang, membaca buku-buku besar, dan mengimla para sekretaris dengan suara yang nyaris tak terdengar.

Semua takzim kepada Klamm, nama penguasa tertinggi. Siapa sebenarnya Klamm tak ada yang tahu. Tokoh ini mirip sang penguasa dalam cerita Kafka yang lain, Beim Bau der Chinesischen Mauer (versi Inggris, The Great Wall of China): dalam proses membangun tembok besar Tiongkok, tak ada seorang pun yang tahu di mana kantor komandan dan siapa yang duduk di sana.

Bahkan dalam Kastil, ketika K berjalan ke arah puri itu di hari pertama ia tinggal, bangunan itu menjauh, seperti kaki langit. Komunikasi dengan puri tak pernah terjadi. Dalam bahasa Jerman, das Schloß berarti juga gembok.

Mungkin birokrasi sebuah monolog yang tak habis-habis. Ia berbicara dengan bahasa yang seperti tak mau jelas—dengan istilah, akronim, dan nomor-nomor dokumen yang hanya dipahami mereka yang “di dalam”. Penanda-penanda itu beredar dalam sebuah tubuh yang terbangun dari banyak subtubuh, dalam kamar besar dan kecil, lorong-lorong yang seakan-akan berhubungan tapi entah saling berbagi tak berbeda dengan interior kantor-kantor departemen di Jakarta.

Dari sanalah keluar “keputusan resmi”. Kafka menyebut keputusan itu “malu-malu” (scheu). Kita bisa memperkirakannya: kalimat sebuah keputusan resmi umumnya tak tajam antara “ya” dan “tidak”. Isinya urgen tapi nadanya seperti keputusan-keputusan lama. Apa yang dinyatakan final segera dinyatakan masih tergantung “x”. Diproses melalui pelbagai kamar dan lorong yang seperti labirin, keputusan itu akhirnya seakan-akan ditik dengan jari yang jemu dan huruf yang retak-retak.

Kafka, yang menulis di awal abad ke-20, dengan suara suram membuat kita sadar tentang datangnya sebuah paradoks modern: kekuasaan birokratis, sistem dan struktur yang “rasional” tapi ternyata membingungkan seorang K, juru survei tanah, atau siapa saja yang berharap semua hal persis dan terang.

Bagi Kafka, “rasionalitas” telah membangun sebuah kekuasaan yang jauh dari dunia kehidupan: rumit, asing, sesosok Klamm dan teka-tekinya, sebuah monolog yang “malu-malu” menjelaskan secara persis apa maksudnya. Kedap, tak transparan, tak tertembus itulah sumber wibawanya. Dengan itu Joseph K bisa dilenyapkan seperti anjing yang lelah bertanya kenapa.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


18 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

24 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.