Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kemiskinan dan Dilema Pemulihan Ekonomi

image-profil

Guru Besar Sosiologi Ekonomi Universitas Airlangga

image-gnews
Pekerja korban PHK terdampak COVID-19 Juliana (22) mengikuti pelatihan menjahit di Balai Mulya Jaya, Jakarta, Kamis 7 Mei 2020. Balai Mulya Jaya Jakarta yang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Sosial, sejak 30 April 2020 telah menjadi Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan pelatihan keterampilan bagi Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) dan pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena terdampak COVID-19. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Pekerja korban PHK terdampak COVID-19 Juliana (22) mengikuti pelatihan menjahit di Balai Mulya Jaya, Jakarta, Kamis 7 Mei 2020. Balai Mulya Jaya Jakarta yang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Sosial, sejak 30 April 2020 telah menjadi Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan pelatihan keterampilan bagi Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) dan pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena terdampak COVID-19. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Iklan

Bagong Suyanto
Guru Besar Sosiologi Ekonomi Universitas Airlangga

Pandemi Covid-19 tidak hanya mengancam keselamatan jiwa, tapi juga menimbulkan efek domino yang mengancam aktivitas produksi, pemutusan hubungan kerja (PHK), serta kemiskinan yang makin luas dan dalam. Jumlah pekerja yang dirumahkan dan terkena PHK dilaporkan terus bertambah. Di berbagai daerah, sejumlah pabrik berhenti beroperasi atau paling tidak aktivitas produksinya turun drastis gara-gara tidak ada lagi permintaan pasar.

Industri manufaktur, yang selama ini menampung banyak pekerja, kini tidak sedikit yang tersungkur. Indeks Manajer Pembelian Manufaktur Indonesia anjlok, dari 45,3 pada Maret 2020 menjadi 27,5 pada April. Ini berarti ancaman gelombang PHK dari sektor perekonomian sudah di depan mata. Sekitar 15 juta pekerja diperkirakan menjadi korban wabah yang terus merajalela.

Wabah diperkirakan (dan diharapkan) akan berakhir pada akhir Juli nanti. Namun pekerjaan rumah yang berat dan justru menanti pasca-wabah adalah bagaimana memulihkan ekonomi dan reformasi sosial agar kehidupan masyarakat kembali normal.

Hingga pertengahan April lalu, jutaan orang telah dirumahkan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mencatat 2-3,7 juta pekerja kehilangan mata pencarian. Hingga awal Mei, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 3 juta orang dirumahkan dan dipecat. Adapun pekerja sektor informal yang terkena dampak wabah sebanyak 314.833 orang. Terlepas dari data mana yang digunakan, bisa dipastikan muncul orang-orang miskin baru dan orang-orang miskin yang mengalami pendalaman kemiskinan karena imbas wabah.

Baca Juga:

Tidak sedikit pekerja pabrik, karyawan swasta, dan pelaku usaha lainnya yang turun status menjadi orang miskin baru gara-gara wabah. Mereka tidak saja kehilangan pekerjaan, tapi juga penyangga ekonomi keluarga, baik dalam bentuk tabungan, modal, maupun aset produksi.

Kita semua tahu bahwa momen menjelang perayaan Idul Fitri biasanya menjadi masa panen dan berkah bagi warga masyarakat. Namun, pada masa pandemi ini, kemungkinan masyarakat memperoleh tambahan penghasilan, tunjangan hari raya (THR), dan keuntungan lain tiba-tiba pupus. Jangankan berharap mendapat tambahan keuntungan atau THR, untuk mempertahankan usaha dan pekerjaan pun tampaknya sudah tidak mungkin dilakukan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saat ini, di kebanyakan keluarga, sisa-sisa dana yang masih dimiliki umumnya hanya cukup untuk bertahap hidup. Bahkan tidak sedikit keluarga yang menjadi korban PHK dan terkena dampak langsung Covid-19 telah terperangkap dalam jeratan utang yang kronis.

Meski belum jelas kapan pandemi Covid-19 berakhir, pemerintah telah merancang dan menyiapkan skenario untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi tahun depan. Pada 2021, pemerintah menargetkan asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 4,5-5,5 persen. Pemerintah juga menetapkan defisit anggaran tahun depan hanya di kisaran 3,21-4,17 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Sementara itu, rasio perpajakan juga dipatok hanya 8,25-8,63 persen, jauh lebih rendah daripada tax ratio ideal yang biasanya dipatok 15 persen.

Sejauh mana skenario dan upaya yang dilakukan pemerintah untuk memulihkan kondisi perekonomian bakal berhasil tentu bergantung pada banyak hal. Disadari bahwa proses agar aktivitas perekonomian kembali pulih bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan waktu. Upaya untuk memulihkan kembali produktivitas, akselerasi industri substitusi impor, peningkatan ekspor, promosi produk dalam negeri, dan lain-lain tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Ada dua hal yang menjadi dilema.

Pertama, kebutuhan untuk mengedepankan efisiensi agar aktivitas perekonomian dapat segera kembali pulih ataukah lebih menekankan pengembangan sektor padat karya niscaya akan menjadi pilihan yang tidak mudah. Di tengah banyak pekerja yang menjadi korban PHK dan kehilangan mata pencarian, pengembangan sektor padat karya akan membantu para penganggur dan korban PHK dapat lebih cepat mendapatkan pekerjaan dan penghasilan. Namun mendahulukan penyerapan tenaga kerja melalui sektor padat karya tentu berisiko memperlambat pengembangan aktivitas produksi yang efisien dan menguntungkan.

Kedua, pilihan dilematis antara memanfaatkan dana stimulus untuk mendorong pengembangan usaha produktif dan lebih banyak memanfaatkan anggaran pembangunan untuk meneruskan program jaring pengaman sosial. Selama wabah berlangsung, bisa dipastikan jumlah masyarakat yang menjadi korban dan terkena dampak sangat besar. Mereka tentu membutuhkan program jaring pengaman sosial yang sifatnya langsung. Masalahnya, ketika dana pembangunan lebih dimanfaatkan untuk dana santunan guna membantu masyarakat miskin, tentu implikasinya adalah pos dana untuk mendorong pemulihan aktivitas usaha produktif menjadi terhambat.

Berbagai pilihan dilematis antara memanfaatkan dana pembangunan untuk program revitalisasi dunia usaha dan program populis yang berfungsi memperpanjang daya tahan masyarakat menghadapi tekanan krisis tentu memiliki konsekuensi yang berbeda. Ibarat orang yang tengah berdiri di simpang jalan, ke mana rute yang akan ditempuh sebaiknya dipikirkan masak-masak. Parameter yang seyogianya dijadikan acuan adalah sejauh mana rute yang dipilih benar-benar menempatkan masyarakat sebagai subyek dan prioritas utama.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 jam lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


22 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

29 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.