PEMERINTAH seharusnya menggunakan data epidemiologi yang valid sebelum mengizinkan moda transportasi darat beroperasi lagi. Kebijakan melonggarkan perjalanan dengan bus dan kereta api yang terburu-buru justru berpotensi memicu percepatan penyebaran kasus Covid-19.
Berpindahnya orang dari satu wilayah ke wilayah lainnya dapat memindahkan virus ke tempat yang baru. Membuka moda transportasi tanpa memastikan kurva penyebaran virus telah melandai sama dengan membiarkan virus corona merajalela. Akibatnya bisa fatal jika daerah tujuan orang yang melakukan perjalanan tidak memiliki fasilitas kesehatan yang baik. Rumah sakit akan penuh dan para dokter kewalahan. Kematian massal penduduk yang didatangi bisa jadi tak terhindarkan.
Jumlah kasus positif corona di Indonesia terus meningkat dalam beberapa hari terakhir. Pada Sabtu pekan lalu, Indonesia mencatat peningkatan kasus harian terbesar, yakni mencapai 533 pasien baru terinfeksi. Sedangkan total kasus positif Covid-19 di Indonesia hingga kemarin, 11 Mei, tercatat 14.265 orang. Sebanyak 2.881 orang dinyatakan sembuh dan 991 meninggal. Angka itu tergolong konservatif: dengan uji usap yang masih terbatas, para epidemiolog menduga angka sesungguhnya jauh di atas itu.
Indonesia belum termasuk negara yang mampu memerangi virus corona. Pemerintah seharusnya meninjau ulang keputusannya. Tak sekadar mencederai hati mereka yang sudah berdisiplin diam di rumah, keputusan Menteri Perhubungan itu juga menambah berat beban tenaga kesehatan yang berada di benteng terakhir penanganan pagebluk.
Secara formal, tujuan Menteri Perhubungan melonggarkan transportasi darat adalah mendukung kerja pemerintah ataupun Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dalam memenuhi kebutuhan logistik penanganan wabah ini secara nasional. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Nomor SE.9/AJ.201/DRJD/2020, kebijakan ini dibatasi hanya untuk orang-orang tertentu.
Kementerian Perhubungan memang menetapkan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi jika seseorang ingin bepergian. Di antaranya, penumpang alat transportasi harus membawa surat tugas yang memastikan urgensi kepergian. Surat edaran pemerintah juga mengatur ketentuan teknis penyelenggaraan transportasi darat selama masa pelarangan mudik.
Masalahnya, pengawasan di lapangan selama ini cenderung kedodoran. Sebagai contoh, demi menerobos larangan mudik, orang-orang menggunakan berbagai cara. Dari menggunakan travel ilegal hingga menyelundupkan diri di atas truk barang. Meski dibatasi, pada kenyataannya kini ada 300 bus yang disiagakan per harinya di Terminal Pulogadung, Jakarta Timur. Di Stasiun Gambir, ada enam jadwal pemberangkatan kereta atau sekitar 24 gerbong per hari.
Sepatutnya aparat pemerintah, termasuk Presiden Joko Widodo, mendengarkan epidemiolog dan ahli kesehatan masyarakat sebelum memutuskan kebijakan perihal wabah. Pertimbangan ekonomi bukan tak boleh dipakai. Tapi hendaknya disadari bahwa ekonomi sulit bangkit jika pandemi tak berhasil kita kelola penyebarannya.
Berdamai dengan pandemi-tekad yang belum lama ini disampaikan Jokowi-hendaknya tidak dipahami sebagai sikap tak peduli dengan penularan virus. Roda ekonomi memang harus segera berputar. Tapi hal itu tidak boleh terjadi bersamaan dengan penyebaran massal virus corona dan jatuhnya korban lebih banyak lagi.