Putu Setia
@mpujayaprema
Kapankah pandemi Covid-19 berakhir? Orang tahu bahwa ini sebenarnya bukan pertanyaan, melainkan harapan. Orang sudah bosan di rumah. Orang kaya ingin segera keluar untuk piknik, atau makan-makan di restoran. Orang miskin sudah lebih dulu keluar dari rumahnya, mencari nafkah untuk membiayai keluarga.
Presiden Joko Widodo memasang target. "Target kita di bulan Mei ini harus betul-betul tercapai, yaitu kurvanya sudah harus turun, dan masuk pada posisi sedang di bulan Juni. Di bulan Juli harus masuk pada posisi ringan, dengan cara apa pun," katanya. Tak dirinci apa yang dimaksud "dengan cara apa pun". Tapi tentu bukan dengan memanipulasi data.
Ada yang lebih optimistis dibanding Jokowi. SUTD (Singapore University of Technology and Design), yang berpusat di Singapura, memprediksi virus corona di dunia berakhir pada 8 Desember 2020. Sedangkan di Indonesia akan berakhir pada 6 Juni, meski lalu diralat menjadi 23 September dan diralat lagi menjadi Oktober.
Pakar statistika Universitas Gajah Mada menyebutkan wabah virus corona berakhir pada 29 Mei nanti. Penelitian ini menggunakan model probabilistik yang didasarkan pada data real atau probabilistic data-driven model. Penjelasannya rumit, bisa bingung membacanya.
Sebelum itu, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof Amin Soebandrio, sempat menyebut wabah corona diperkirakan akan usai pada pertengahan April hingga Mei. Setidaknya Mei puncaknya, lantas menurun menuju hilang. Banyak akademikus lain, seperti dari ITB dan UI, yang prediksinya mirip.
Yang menarik, Badan Intelijen Negara ikut membuat prediksi, seolah-olah ada jaringan intel yang bisa menyusup ke virus corona yang tak kasatmata itu. Covid-19 di Indonesia akan memuncak sekitar 60-80 hari sejak pengumuman kasus positif 2 Maret lalu. Kalau dihitung, puncak dari kasus Covid-19 versi intel ini terjadi pada 2 hingga 22 Mei nanti. Masih ada waktu untuk menguji kesahihan para intel ini.
Kaum agamawan terbelah. Di satu pihak merasa yakin bahwa corona ini bisa dihalau dengan berdoa sambil memohon ampun. Seorang ulama yang biasa menjadi imam dengan lantang menentang pelarangan salat Jumat di masjid. Mereka berseru, masjid ini dijaga malaikat, justru dengan banyak berdoa di masjid maka corona bisa mereda. Mirip dengan gugatan banyak orang Bali ketika dulu, pada Maret saat Nyepi, masyarakat dilarang mengarak ogoh-ogoh. Mereka memprotes, justru ogoh-ogoh itu bisa diandalkan mengusir corona.
Tapi lebih banyak agamawan yang melihat virus corona ini tak terkait dengan agama. Buktinya, pertemuan ulama di Goa, Sulawesi Selatan, jadi episenter penyebaran corona. Juga kematian para pendeta Nasrani sehabis mengadakan kebaktian di gereja. Kasus positif corona di Bali justru meningkat setelah berbagai jenis sesajen yang dipercaya bisa mengusir corona dipersembahkan. Sebab, ketika sesajen dihaturkan, ratusan pekerja migran asal Bali pulang kampung tanpa pengawasan yang ketat.
Jokowi, yang dulu mengajak perang melawan corona, kini berbalik minta berdamai. Lalu, apa yang harus kita lakukan? Yuk kita mengurung diri di rumah saja. Virus yang superhebat ini tidak bisa berjalan-jalan sendiri. Dia tak punya sepeda motor, mobil, maupun pesawat. Dia hanya mendompleng kita. Kalau kita diam, dia tak tahan, lalu mati sendiri.
Sesederhana itu. Maka vaksin melawan corona tak lain adalah kebutuhan pokok untuk orang yang diam di rumah. Kalau itu bisa dilakukan pemerintah, juga orang kaya mau menolong orang miskin dalam bingkai kebersamaan, prediksi kapan pandemi berakhir mudah dilakukan.