Tulisan ini bukan tafsir dari lagu Cidro nya mas Didi Kempot. Bukan juga konotasi tekstual dari lagunya. Karena saya tidak cukup punya kapasitas untuk menafsir sebuah syair lagu yang melegenda itu seiring melegendanya musisi campursari itu. Karena hanya mas Didi Kempot yang tahu persis makna sebenarnya dari syair lagu Cidro itu.
Mungkin lebih tepat tulisan ini terinspirasi dari narasi lagu Cidro nya mas Didi Kempot yang dikontekstualisasikan di area politik. Tentu tidak mungkin ini disetujui 100% oleh mas Didi Kempot karena beliau sangat tidak mau masuk ke arena politik meski tidak anti politik. Setidaknya, ini bentuk apresiasi ala analis sosial politik.
Dalam literasi bahasa Jawa, cidro itu bisa dimaknai sebagai cacat sosial semacam penghianatan. Jadi kalau digabung dengan kata janji menjadi Cidro Janji kira kira dapat dimaknai sebagai menghianati janji. Jadi itu tentang penghianatan.
Verstehen Mas Didi Kempot
Narasi di era digital society saat ini memiliki ruang yang memungkinkan dengan cepat membersamai pikiran publik. Cidro Janji sebagai judul lagu ia menjadi narasi yang dengan mudah dikonsumsi publik, dan pada titik tertentu publik merasa bahwa narasi itu mewakili pikiran dan perasaannya.
Jika itu terjadi berarti mas Didi Kempot ketika membuat judul lagu tersebut ia sebenarnya secara praksis telah melakukan semacam praktek riset model Weber (1864-1920) yang disebut Weber sebagai Verstehen. Dalam literatur digital (Online Dictionary of the social sciences, diakses 2020) disebutkan Verstehen refers to understanding the meaning of action from the actor's point of view. Mas Didi Kempot betul-betul memaknai ekspresi dikhianati itu dari sudut pandang aktor atau mereka yang dikhianati. Karenanya syair lagunya sangat menjiwai.
Itu terlihat dari syair Remuk ati iki yen eling janjine (sakit hati ini jika ingat janjinya), Ora ngiro jebul lamis wae (tidak kusangka keluarnya hanya bualan), Dek opo salah awakku iki (apa salahnya diri ini) Ora ngiro saikine cidro(tidak kusangka sekarang dikhianati).
Lirik lagu itu betul-betul sangat menyayat hati apalagi jika dimakna dengan pemaknaan bahasa jawa yang sebenarnya. Memaknainya dari sudut subyek bukan dilihat sebagai obyek. Dengan cara itu empati pada derita dikhianati itu akan lebih kuat.
Makna Simbolik Cidro
Jika kontemplasi metodologisnya sampai pada pemaknaan simbolik. Cidro sebagai simbol bahasa yang mewakili praktik kehidupan sosial masyarakat, maka cidro bisa saja terjadi di semua arena, baik arena sosial, ekonomi, politik, bahkan ilmu pengetahuan.
Herbert Blumer, teoritisi interaksi simbolik, mengingatkan dalam bukunya Symbolic Interactionism: Perspective and Method (1969) bahwa manusia bertindak berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka. Mas Didi Kempot memberikan makna simbolik penghianatan dengan lagu cidro yang kemudian dikonsumsi dengan renyah oleh 'sobat ambyar' dan oleh publik. Cidro mewakili pikiran dan perasaan penggemarnya. Ada proses pemaknaan (meaning)dari bahasa (language ) cidro.
Jean Francois Lyotard (1924-1998) filosof Prancis mengingatkan bahwa narasi bahasa itu meski cenderung spekulatif, kognitif-teoritik, tetapi juga terlihat emansipatif, praktis dan humanistik. Lyotard termasuk yang tidak percaya pada narasi besar, iya meyakini narasi kecil dan detail lebih verifikatif. Oleh karenanya bahasa sesungguhnya memiliki fungsi verifikatif, semakin jelas detail, jujur mewakili apa adanya maka ia makin verifikatif.
Pada titik ini musik adalah bahasa, lyrik lagu adalah bahasa. Itu semua simbol simbol yang mewakili zamannya sekaligus seringkali simbol-simbol bahasa itu mewakili kegelisahan juga seringkali mewakili harapan. Lyrik mas Didi kempot tentang Cidro itu sangat verifikatif. Maknanya sangat mewakili subyek. Bahwa betapa penghianatan itu sangat menyakitkan.
Politik Cidro
Dalam arena politik janji-janji itu sangat subur bermunculan, apalagi saat musim kampanye. Narasi besar seringkali muncul bak bunga semerbak mewangi di tengah bau keringat rakyat jelata. Rakyat seringkali dininabobokan oleh janji politisi, terbuai oleh narasi indah tentang hidup gema ripah loh jinawi.
Jika cidro dalam lagu mas Didi Kempot itu mewakili betapa sakit hatinya dikhianati. Maka politik cidro atau politik khianat adalah praktik politik yang sangat menyakitkan rakyat banyak. Karena rakyat yang dikhianati. Janji menyejahterakan rakyat, tetapi rakyat terus menderita, meski setiap lima tahun sekali selalu disuguhi janji manis politisi. Petani sejahtera, buruh sejahtera, nelayan sejahtera, pegawai sejahtera, ibu-ibu sejahtera, adalah janji-janji manis yang sering dilontarkan politisi.
Pada titik itu kita mesti menangkap pesan simbolik dari narasi cidro nya mas Didi Kempot bahwa cidro itu sangat menyakitkan. Para politisi hentikan politik khianat! Jangan sakiti rakyat! Kira-kira itu pesan simbolik lagu cidro nya mas Didi Kempot jika dimaknai secara simbolik sebagai pesan etik untuk para politisi.
Terimakasih mas Didi Kempot, selamat jalan dan semoga husnul khotimah.