Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Adaptasi Agama di Era Corona

image-profil

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

image-gnews
Keluarga melaksanakan ibadah Salat Tarawih bersama keluarganya di dalam rumah mereka pada hari pertama bulan suci Ramadan di Jakarta, Jumat, 24 April 2020. Mayoritas warga mengikuti saran pemerintah untuk salat Tarawih di rumah di tengah pandemi Virus Corona. TEMPO/Subekti.
Keluarga melaksanakan ibadah Salat Tarawih bersama keluarganya di dalam rumah mereka pada hari pertama bulan suci Ramadan di Jakarta, Jumat, 24 April 2020. Mayoritas warga mengikuti saran pemerintah untuk salat Tarawih di rumah di tengah pandemi Virus Corona. TEMPO/Subekti.
Iklan

Al Makin
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Pelaksanaan ibadah keagamaan selama masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) lebih banyak mempertimbangkan faktor kesehatan. Agama ternyata tidak kaku melainkan lentur dan penuh penyesuaian. Rangkaian ibadah yang menyangkut massa dapat disesuaikan. Pertemuan fisik antar-manusia dikurangi. Umat beragama dan institusinya berusaha untuk beradaptasi selama masa wabah.

Di Indonesia, bahkan lebih banyak tokoh dan organisasi keagamaan yang mendukung seruan pemerintah demi menjaga kemaslahatan bersama daripada yang mencoba menentangnya. Tidak jarang bukti kerja sama mereka dilengkapi dengan dalil teologis agar umat bersama-sama menghadang laju penyebaran virus.

Organisasi resmi yang selama ini berusaha menjembatani kepentingan pemerintah Indonesia dan umat Islam, Majelis Ulama Indonesia, secara khusus mengeluarkan Fatwa Nomor 14 Tahun 2020. Fatwa itu membahas tata cara ibadah dan anjuran moral saat pandemi: menjaga jarak sosial, bagaimana mengurus mayat korban corona, menghindari salat Jumat di masjid, larangan penimbunan barang saat darurat, dan ajakan untuk tetap taat kepada seruan pemerintah.

Dua organisasi muslim terbesar di negeri ini, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, juga mengajak umat Islam tetap beribadah selama Ramadan dan perayaan Idul Fitri di rumah masing-masing. Tarawih, sahur bersama, buka bersama, ataupun pengajian yang melibatkan banyak orang hendaknya dihindari. Para pemimpin agama menegaskan bahwa kesendirian tidak mengurangi kekhusyukan. Lebih jauh lagi, dua organisasi terbesar itu menyarankan agar pemerintah lebih tegas lagi dalam mengambil keputusan dan cepat bertindak agar virus tidak menyebar lebih luas lagi.

Baca Juga:

Di samping itu, masa pandemi corona juga sudah melewati dua hari suci penting: Nyepi bagi umat Hindu dan Paskah bagi umat Kristen. Dalam merayakan keduanya, para pemimpin kedua agama tersebut juga kurang-lebih mengingatkan umatnya tentang kecepatan penyebaran virus corona. Mereka sepertinya sepakat untuk menghindari pengumpulan massa dan membangun solidaritas pada saat wabah berlangsung.

Dalam menyambut Nyepi, Gubernur Bali I Wayan Koster menyerukan agar pawai ogoh-ogoh yang melibatkan banyak orang ditiadakan. Begitu juga penyucian diri Melasti di pantai, agar diikuti tidak lebih dari 25 orang. Pelaksanaan omed-omedan, saling peluk dan tarik di antara para remaja sebagai simbol kehangatan dan persaudaraan manusia, juga disesuaikan agar tetap mematuhi protokol kesehatan.

Dalam perayaan Paskah lalu, secara khusus Paus Fransiskus di Vatikan mengingatkan dalam pesan suci Urbi et Orbi (Kepada Kota Roma dan dunia) tentang pentingnya Paskah dalam kesendirian. Paus menekankan urgensi solidaritas antar-umat manusia dalam masa cobaan ini dan agar menghibur mereka yang terkena virus.

Paskah, baik di Indonesia maupun di luar negeri, lebih banyak dilaksanakan secara online. Dari belanja, misa, bahkan hingga berburu telur pun dilakukan secara virtual. Di Indonesia, perjamuan kudus banyak dilakukan di rumah untuk menghindari berkumpulnya orang di gereja.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Institusi dan pemimpin agama terbukti bijak dan berani dalam menghadapi wabah. Ibadah yang suci dan hari raya yang dihormati ternyata dapat dimodifikasi sesuai dengan kebaikan dan keamanan masyarakat. Maka, tidak sepenuhnya benar anggapan bahwa agama saat ini tengah gagap dalam menghadapi Covid-19. Agama terbukti mampu menangkap pesan sains dan protokol medis. Buktinya, para pemimpin agama menyeru umat agar menyesuaikan diri dengan prosedur kesehatan.

Adaptasi agama pada masa wabah dalam konteks yang lebih luas dalam sejarah manusia sebetulnya tidak terlalu mengejutkan. Agama sudah bertahan di dunia ini selama ribuan tahun. Dalam setiap perubahan zaman, peralihan peradaban, dan perubahan struktur masyarakat, agama menyesuaikan diri berkali-kali. Agama telah lama mempengaruhi struktur kolektivitas manusia dan mengaturnya dalam bersikap dan bertindak.

Hinduisme sudah dikenal lebih dari 3.000 tahun di India. Gereja Katolik sudah berumur 2.000 tahun di Romawi. Islam sudah beradaptasi dengan berbagai bangsa sejak 1.500 tahun silam. Keberanian tokoh-tokoh agama kali ini dalam konteks bahaya virus bukanlah barang baru dalam sejarah agama-agama. Para pemimpin agama juga berpikir kritis dan ternyata siap sedia memodifikasi aturan dan tata cara ritualnya.

Jika dilihat lebih jauh lagi, agama-agama itu sudah berperan besar dalam sejarah patronasi ilmu pengetahuan. Walaupun para ilmuwan juga kritis terhadap doktrin dan institusi agama, kelahiran ilmu pengetahuan tidak bisa dilepaskan dari peran keagamaan. Sungguh, agama telah memberikan sumbangan kepada manusia dalam rangka berpikir abstrak, membayangkan hal yang tak terlihat, dan itu merupakan modal dasar pengembangan imajinasi pengetahuan manusia. Kenyataannya, perkembangan sains dan perubahan agama selalu bahu-membahu, tarik-menarik, dan saling mempengaruhi.

Lihatlah masa Pencerahan di Eropa yang ditandai dengan Renaisans (kelahiran kembali) kemanusiaan yang lebih universal yang dimulai di bidang seni. Dua seniman utama, Leonardo da Vinci (1452-1419) dan Michelangelo (1475-1564), yang berkarya di Kota Florence, tidak bisa lepas dari peran tokoh agama dan gereja.

Begitu juga para ilmuwan muslim di masa itu mendapat patronasi dari para khalifah dan sultan. Penulisan buku-buku filsafat dan sastra disponsori oleh para penguasa. Kejayaan mereka juga berkat perlindungan politik dan finansial dari para penguasa yang sadar akan pentingnya pengetahuan.

Pemerintah Indonesia sangat beruntung, para tokoh agama mendukung upaya pengendalian penyebaran virus corona. Tidak selamanya relasi agama dan pemerintah negatif dan bersaing dalam otoritas. Kali ini keduanya saling mendukung.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

2 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


25 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

31 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.