Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Akhiri Kisruh Statistik Corona

Oleh

image-gnews
Warga mengantre mendapatkan makan siang yang dibagikan gratis salah satu perusahaan di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin, 20 April 2020. Penerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) bertujuan membatasi aktivitas sosial, melindungi kelompok yang rentan dan mengurangi angka kesakitan dan keselamatan jiwa, sebagai upaya lebih tegas untuk memutus mata rantai penyebaran virus korona (Covid-19). TEMPO/Muhammad Hidayat
Warga mengantre mendapatkan makan siang yang dibagikan gratis salah satu perusahaan di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin, 20 April 2020. Penerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) bertujuan membatasi aktivitas sosial, melindungi kelompok yang rentan dan mengurangi angka kesakitan dan keselamatan jiwa, sebagai upaya lebih tegas untuk memutus mata rantai penyebaran virus korona (Covid-19). TEMPO/Muhammad Hidayat
Iklan

MESKI terlambat, pernyataan Presiden Joko Widodo tentang perlunya pemerintah membuka data Covid-19 cukup melegakan. Statemen ini mengoreksi sikap pemerintah yang sebelumnya terkesan menutup-nutupi jumlah pasien positif dan orang yang ditengarai terinfeksi. Awalnya, Jokowi beranggapan transparansi bisa membuat orang cemas. Ia lupa, tanpa sikap terbuka, bahkan karantina wilayah pun tidak akan efektif menyelesaikan pandemi.

Menutupi statistik Covid-19 memang tidak ada gunanya-malah membuat kisruh suasana. Alih-alih membuat tenang publik, data yang dikorting malah membuat pemerintah salah mengambil keputusan. Pejabat yang mengutip informasi yang keliru akan menggampangkan persoalan dan membuat banyak orang kehilangan sense of crisis. Ketika belakangan informasi sebenarnya terungkap, pemerintah akan kehilangan kredibilitas-modal dasar dalam penggerakan solidaritas sosial di era krisis.

Baca Juga:

Betapapun kekhilafan Presiden sudah dinyatakan secara terbuka, kesimpang-siuran data masih terus terjadi. Tengoklah apa yang terjadi di DKI Jakarta. Pemerintah daerah Ibu Kota belum lama ini mengumumkan jumlah orang yang dimakamkan di Jakarta yang jauh di atas rata-rata angka sebelum pandemi. Umumnya jenazah dimakamkan dengan prosedur penderita Covid-19-indikasi awal bahwa jumlah kematian akibat pandemi jauh lebih tinggi dibanding angka yang diklaim pemerintah pusat.

Tidak ada bukti bahwa semuanya meninggal karena Covid-19. Boleh jadi protokol pemakaman itu diambil untuk menjaga keamanan petugas medis, keluarga, dan petugas pemakaman. Tapi bukan tidak mungkin hal sebaliknya yang terjadi: para mendiang terinfeksi corona, tapi belum dinyatakan positif. Penyebabnya macam-macam. Bisa jadi mereka memang belum sempat dites atau hasil tes belum keluar ketika ajal menjemput.

Dibumbui sentimen politik dan ketegangan antara Jokowi dan Gubernur DKI Anies Baswedan, perbedaan data itu kemudian melahirkan wasangka. Yang satu menuduh pemerintah pusat mengecil-ngecilkan jumlah korban, yang lain menuding pemerintah DKI mencari sensasi semata. Terhadap perbedaan ini, Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 harus mengkonsolidasikan data-mengecek perbedaan, mengklarifikasi, lalu melaporkannya kepada publik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menjernihkan data yang keruh memang bukan persoalan mudah. Di umumnya provinsi, selain belum dipraktikkannya sistem pelaporan korban corona, sentralisasi laboratorium pengujian tes usap ditengarai menjadi penyebab. Persoalan yang terakhir semestinya segera dapat diatasi. Pemerintah telah menambah laboratorium uji tes usap dari 3 menjadi 29, untuk kemudian dikembangkan menjadi 78. Uji laboratorium bisa dilakukan di banyak tempat di luar Ibu Kota.

Bersikap terbuka bukan berarti mensentralisasi data. Keterbukaan pemerintah pusat hendaknya diterapkan dengan menghargai informasi yang dikeluarkan pemerintah daerah, lembaga swasta, atau badan independen lain. Gugus Tugas hendaknya tidak menjadikan data Kementerian Kesehatan sebagai satu-satunya patokan.

Jangan pula sungkan mengoreksi data yang salah. Apa yang dilakukan New York, Amerika Serikat, bisa menjadi pelajaran. Pekan lalu, gubernur negara bagian itu, Andrew Cuomo, mengumumkan 3.778 kematian tambahan akibat corona karena sebelumnya orang yang meninggal dengan gejala Covid-19 tapi belum dites tidak dihitung. Perubahan itu dipicu oleh adanya pedoman baru dari Centers for Disease Control and Prevention di sana.

Pendeknya, buang jauh-jauh motif politik dalam persoalan statistik pandemi ini. Menyembunyikan korban sama bahayanya dengan melebih-lebihkan jumlah korban.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


22 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

28 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.