Langkah Staf Khusus Presiden, Andi Taufan Garuda Putra, menerbitkan surat berlambang Garuda untuk meminta dukungan para camat membantu perusahaannya sendiri menunjukkan kekacauan administrasi Istana Kepresidenan. Presiden Joko Widodo sepatutnya menjatuhkan sanksi tegas untuk blunder yang melanggar kepatutan dan aturan itu.
Surat bermasalah itu terbit pada 1 April lalu. Andi meminta para camat memerintahkan perangkat desa untuk membantu relawan dari PT Amartha Mikro Fintek dalam program Relawan Lawan Covid-19. Dalam program yang diinisiasi oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi itu, Amartha akan berpartisipasi di area Jawa, Sulawesi, dan Sumatera.
Sulit diterima nalar kalau Andi tak paham aturan ketatanegaraan yang mendasar. Staf khusus adalah lembaga non-struktural yang dibentuk untuk memperlancar pelaksanaan tugas presiden. Wewenang staf khusus sebatas memberi masukan, saran, dan pertimbangan kepada presiden, bukan main perintah kepada birokrasi daerah.
Penerbitan surat langsung ke para camat juga melangkahi wewenang Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta kepala daerah. Presiden telah menunjuk Kepala BNPB selaku Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona (Covid-19) sekaligus memerintahkan para kepala daerah sebagai ketua gugus tugas di daerah. Peristiwa ini tidak hanya menunjukkan pelanggaran etika administrasi negara, namun sekaligus buruknya koordinasi pemerintah pusat dan daerah dalam penanganan wabah.
Penggunaan kop surat berlogo lambang negara pun tak boleh sembarangan. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 80 Tahun 2012 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas Instansi Pemerintah menyatakan bahwa lambang negara digunakan dalam tata naskah dinas sebagai tanda pengenal atau identifikasi yang bersifat tetap dan resmi. Pejabat yang berwenang menggunakan kop naskah dinas jabatan dan cap jabatan dengan lambang negara adalah pejabat negara terkait. Sedangkan staf khusus presiden bukanlah pejabat yang berwenang menggunakan kop surat Sekretariat Kabinet.
Pelanggaran lain yang tak kalah berat adalah indikasi konflik kepentingan dalam surat itu. Andi adalah pendiri sekaligus Chief Executive Officer PT Amartha Mikro Fintek. Wajar bila orang mencurigai adanya motif kepentingan pribadi dalam penerbitan surat tersebut.
Kemarin, Andi memang menarik kembali surat itu dan meminta maaf. Dia berdalih surat itu hanya pemberitahuan ihwal dukungan PT Amartha kepada program Desa Lawan Covid-19. Ia juga mengklaim dukungan tersebut sepenuhnya menggunakan biaya Amartha serta donasi masyarakat, tidak menggunakan anggaran negara. Klarifikasi itu tak bisa menjadi alasan pemaaf atas keteledoran Andi.
Pagebluk Covid-19 memang membutuhkan penanganan yang cepat. Meski begitu, tidak berarti orang sekitar Presiden boleh seenaknya menerabas aturan. Jokowi tak boleh membiarkan hal itu berulang. Bila hal semacam itu tak ditertibkan, Presiden bisa-bisa dituding tak bisa mengatur lingkaran terdekatnya sendiri.