Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bahaya Polemik soal Pembangkit Listrik Tenaga Sampah

image-profil

Clean Power Indonesia

image-gnews
Pemulung beraktivitas di dekat instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang di Bekasi, 21 Maret 2018. Ini merupakan pembangkit listrik tenaga sampah kedua di Indonesia setelah Bali. ANTARA/Risky Andrianto
Pemulung beraktivitas di dekat instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang di Bekasi, 21 Maret 2018. Ini merupakan pembangkit listrik tenaga sampah kedua di Indonesia setelah Bali. ANTARA/Risky Andrianto
Iklan

Misi pemerintah mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan sekaligus mandiri energi memang masih jauh dari kenyataan di negeri ini. Banyak yang berpendapat masalahnya terletak pada ketidakmampuan negara untuk mengembangkan teknologi yang murah dan tepat guna untuk memproses energi terbarukan di tingkat lokal. Salahsatu yang tidak bisa dimanfaatkan adalah mengubah sampah menjadi barang bernilai ekonomis cukup tinggi contohnya listrik. 

Selama ini memang ada keterbatasan anggaran pemerintah dalam membangun proyek-proyek pengolahan sampah di berbagai daerah. Wajar jika pemerintah berharap pada dunia usaha untuk berinvestasi di sektor ini. Dinamika sosiopolitik di antara pemangku kepentingan di negara ini menambah kompleksitas persoalan.

Selama ini, pengelolaan sampah kota selalu menimbulkan masalah. Pada 2019, Jakarta menghasilkan 7700 ton sampah setiap hari plus sekitar 250 ton per hari yang diangkut dari badan air (sumber: Pemprov DKI Jakarta). Dalam lima tahun terakhir, jumlah sampah di DKI Jakarta bertambah sebanyak 36 persen dengan perkiraan setiap orang menghasilkan 0.75 kg sampah per harinya. 

Kota-kota besar lainnya, terutama di Pulau Jawa, juga menghadapi persoalan yang sama. Peningkatan jumlah penduduk tidak disertai dengan kemampuan kota mengolah sampah. Pada akhirnya mayoritas sampah hanya ditimbun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau tercecer sepanjang badan air dan akhirnya terbuang di laut.  Ini membuat cita-cita Indonesia Bebas Sampah 2025 sulit menjadi kenyataan.

Karena itu, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Kota (PLTSa) untuk membantu mengatasi pengelolaan sampah yang kompleks jadi penting. PLTSa adalah proses mengubah sampah menjadi energi dalam bentuk listrik dan/atau panas. 

Jadi PLTSa menawarkan dua keuntungan. Pertama, mengurangi ketergantungan kita pada bahan bakar fosil serta kedua, mengolah limbah dengan memanfaatkannya sebagai sumber daya energi terbarukan. 

PLTSa juga mengurangi kebutuhan lahan karena pengolahannya tidak menghasilkan residu sampah (zero waste) dan tidak mencemari lingkungan terutama melalui emisi udara (zero toxic pollution). 

Hanya saja, untuk membuat investasi di sektor ini menarik, perlu dibuat jaminan pembelian listrik dari PLTSa oleh PLN. Selain itu, pengusaha juga perlu jaminan pembayaran bea pengolahan sampah oleh Pemda sesuai kemampuan anggaran Pemda.  

Keseriusan pemerintah dalam mendorong pembangunan PLTSa oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Swasta baik dalam maupun luar negeri diperkuat dengan keluarnya kebijakan Peraturan Presiden (Perpres) khusus di bidang PLTSa yang sudah mengalami perbaikan dua kali. 

Perpres No. 35 Tahun 2018 itu bertujuan mempercepat investasi PLTSa di 12 kota (DKI Jakarta, Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, Kota Makassar, Kota Denpasar, Kota Palembang dan Kota Manado). Pemerintah berharap pembangunan PLTSa di 12 kota tersebut menjadi percontohan bagi Pemda seluruh Indonesia untuk bekerjasama dengan berbagai Badan Usaha dalam menanggulangi problema persampahan di kotanya masing-masing. 

Dunia usaha juga merespon positif penerbitan aturan itu, ditandai dengan banyaknya peserta tender yang dilakukan oleh Pemda di 12 kota. Ini karena Perpres memberikan kepastian berusaha dengan tingkat pengembalian modal yang cukup menarik. 

Akan tetapi patut disayangkan, dua tahun setelah Perpres ini dikeluarkan, kini muncul rekomendasi berbeda dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga penegak hukum ini rupanya menganggap ada kerugian negara yang timbul dalam peraturan yang mewajibkan PLN dan Pemda membeli listrik dari PLTSa dengan tarif keekonomian dan membayar bea pengolahan sampah (tipping fee). 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

KPK menganggap penugasan pemerintah pada PLN untuk melakukan pembelian listrik dari sampah, bisa merugikan PLN dan Pemda. Pasalnya, kedua institusi itu harus  membayar bea pengolahan sampah, sebuah beban tambahan yang sebelumnya tidak ada. 

Menurut saya, rekomendasi KPK itu keliru. Salah persepsi ini sebaiknya diselesaikan oleh kementerian terkait yang melakukan kajian teknis dan komersial terhadap Perpres Nomor 35 Tahun 2018 sebelum menjadi polemik di masyarakat. Polemik yang berkepanjangan dapat menimbulkan keraguan para pelaku usaha/investor PLTSa, PLN dan Pemda dalam melanjutkan proyek ini. 

Masalah lain dari rekomendasi KPK terletak pada usulnya agar pemerintah mencari alternatif lain dalam mengolah sampah dengan menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
Memang betul pengolahan sampah yang ideal adalah dengan menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Metode 3R dapat mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan, mengurangi penimbunan sampah, dan menghemat anggaran Pemda dalam mengolah sampahnya. Akan tetapi perlu diingat bahwa penerapan metode 3R yang  berkelanjutan memerlukan perubahan kebiasaan setiap individu penghasil limbah. Ini merupakan proses yang sangat panjang. Mengubah pola pikir puluhan hingga ratusan juta orang tidaklah mudah. 

Pemerintah sudah memperkenalkan metode 3R melalui Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, tapi tidak memberikan hasil yang berarti. Sepuluh tahun lebih berlalu, tak ada perubahan dalam pola penanganan sampah di negeri ini. 

Itulah mengapa PLTSa sangat dibutuhkan. Metode ini dapat mengurangi penimbunan sampah secara cepat tanpa menunggu perubahan perilaku jutaan penduduk kota. 

Timbunan sampah memang masalah yang harus dihadapi masyarakat kota  setiap hari.  Persoalan sampah yang makin kompleks akan merusak citra sebuah kota. Karena itu, menurut saya, perdebatan antara KPK dengan berbagai pemangku kepentingan di Indonesia tentang pengolahan sampah ini sebenarnya tidak perlu terjadi. Perdebatan itu tidak akan mengubah fakta ada jutaan ton sampah yang tidak tertangani jika pemerintah tidak bertindak cepat.

Dengan demikian, mempercepat pembangunan PLTSa untuk mengatasi masalah sampah di 12 kota di Indonesia bisa jadi merupakan solusi terbaik yang tersedia saat ini.  Selain membantu ketersediaan energi, PLTSa juga mengatasi masalah kesehatan dan lingkungan. 

Penting untuk dicatat bahwa solusi pragmatis ini tentu tidak dapat dianggap sebagai solusi permanen untuk masalah pengelolaan limbah yang kompleks. Akan tetapi, menurut saya, beban penugasan pembelian listrik oleh PLN dengan tarif keekonomian tidak bisa serta merta dianggap merugikan negara, sepanjang ada manfaat lain yang dirasakan masyarakat kota. 

Apalagi, penugasan kepada PLN bukan hal baru di negeri ini. Penugasan semacam itu mau tak mau membawa konsekuensi beban tambahan terhadap kondisi keuangan PLN. Salah satu penugasan PLN adalah melistriki daerah-daerah tertinggal di seluruh pelosok Nusantara. Konsekuensinya, PLN kerap harus memberdayakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang berbiaya mahal. 

Tak hanya mahal, pengadaan PLTD juga membawa beban biaya tak sedikit karena pelanggan PLN di daerah tertinggal ini mayoritas adalah rumah tangga tidak mampu. Apakah perluasan akses listrik kepada masyarakat daerah tertinggal ini juga dianggap merugikan negara?

Untuk mencapai tujuan pembangunan, Indonesia sangat membutuhkan partisipasi luas dari berbagai badan usaha di dalam dan di luar negeri. Membangun infrastruktur strategis seperti pembangkit listrik di daerah tertinggal dengan sumber energi terbarukan atau pembangkit listrik bertenaga sampah di kota-kota besar bisa menyelesaikan banyak masalah. Jangan sampai kepercayaan investor yang sudah siap membangun berbagai infrastruktur itu hilang.  (*)

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Politikus Demokrat Timo Pangerang Diduga Rangkap Jabatan, Ada Indikasi Benturan Kepentingan di LPS

9 hari lalu

Andi Timo Pangerang. Foto: Facebook
Politikus Demokrat Timo Pangerang Diduga Rangkap Jabatan, Ada Indikasi Benturan Kepentingan di LPS

Politikus Partai Demokrat A.P.A Timo Pangerang diduga rangkap jabatan sebagai kader partai dan anggota Badan Supervisi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)


Dua Begal Terekam CCTV Saat Beraksi di Grogol Petamburan, Ditangkap di Kuningan dan Bogor

15 hari lalu

Ilustrasi begal / penyerangan dengan senjata tajam / klitih / perampokan. Shutterstock
Dua Begal Terekam CCTV Saat Beraksi di Grogol Petamburan, Ditangkap di Kuningan dan Bogor

Unit Reskrim Polsek Grogol Petamburan Jakarta Barat mengungkap motif di balik aksi begal ponsel di warteg wilayah Jelambar Baru, Grogol Petamburan, Jakarta Barat.


Pantang Menyerah Lawan Kanker Ginjal, Vidi Aldiano: Segala Ikhtiar Dilakukan

18 hari lalu

Vidi Aldiano mengunggah foto dirinya saat bertolak ke Koh Samui, Thailand untuk menjalani terapi melawan kanker ginjal. Foto: Instagram.
Pantang Menyerah Lawan Kanker Ginjal, Vidi Aldiano: Segala Ikhtiar Dilakukan

Vidi Aldiano mengaku mengalami serangan kecemasan saat transit di Bandara Changi, Singapura sebelum melanjutkan perjalanan ke Thailand untuk terapi.


PLN Gandeng 28 Mitra Kembangkan Infrastruktur Catu Daya Kendaraan Listrik

21 hari lalu

Direktur Retail dan Niaga PLN Edi Srimulyanti saat menyampaikan sambutannya pada acara penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan 28 mitra badan usaha terkait pengembangan dan penyediaan charging di PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya (UID Jaya) pada Rabu, 3 Juli 2024.
PLN Gandeng 28 Mitra Kembangkan Infrastruktur Catu Daya Kendaraan Listrik

PT PLN (Persero) melakukan langkah besar dalam memperkuat ekosistem kendaraan listrik di Indonesia dengan menandatangani 30 set Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan 28 mitra badan usaha terkait pengembangan dan penyediaan charging.


Deretan Film yang Diadaptasi dari Video Game

26 hari lalu

Film Detective Pikachu merupakan film Pokemon live-action pertama dan dikemas lebih modern.
Deretan Film yang Diadaptasi dari Video Game

Adaptasi film yang diambil dari video game menawarkan pengalaman menarik dan menghibur bagi penonton segala usia.


Disdag Palembang Gelar Pasar Murah, Antisipasi Lonjakan Harga Menjelang Idul Adha

43 hari lalu

Antisipasi Lonjakan Harga menjelang Idul Adha, Dinas Perdagangan Kota Palembang Adakan Pasar Murah. TEMPO/ Yuni Rohmawati
Disdag Palembang Gelar Pasar Murah, Antisipasi Lonjakan Harga Menjelang Idul Adha

Pemerintah Kota Palembang melalui Dinas Perdagangan (Disdag) menggelar pasar murah menjelang hari Raya Idul Adha 2024


Asosiasi Tagih Janji Pemerintah Soal Penguatan Industri Game Nasional, Isu Pendanaan Paling Krusial

57 hari lalu

Salah satu industri game dunia Sony and XBOX ONE, mengikuti pameran ini. Industri game di Inggris menyumbang GDP terbesar bagi Inggris, dengan total nilai transaksi mencapai  1.72 milyar poundsterling. Birmingham, Inggris, 24 September 2015.  M Bowles / Getty Images
Asosiasi Tagih Janji Pemerintah Soal Penguatan Industri Game Nasional, Isu Pendanaan Paling Krusial

Asosiasi game nasional mendesak realisasi Perpres Nomor 19 tahun 2024 soal pengembangan industri game nasional sebelum rezim berganti.


Mengenal Tangkahan, Kawasan Ekowisata dan Konservasi Gajah di Taman Nasional Gunung Leuser Sumut

58 hari lalu

Gajah-gajah saat menyiram wisatawan saat berkunjung ke Tangkahan di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Gajah-gajah tersebut digunakan bagi wisatawan untuk trekking keliling kawan ini. Tempo/Soetana Monang Hasibuan
Mengenal Tangkahan, Kawasan Ekowisata dan Konservasi Gajah di Taman Nasional Gunung Leuser Sumut

Tangkahan dijuluki sebagai The Hidden Paradise of North Sumatra, karena letaknya yang tersembunyi dengan keindahan alam yang masih alami,


Mengenal Tapera yang Akan Memotong Gaji Pegawai Sebesar 3 Persen

58 hari lalu

Pekerja tengah menyelesaikan proyek pembangunan rumah subsidi di kawasan Sukawangi, Bekasi, Jawa Barat, Senin, 6 Februari 2023. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. targetkan 182.250 unit KPR FLPP dan Tapera, seiring dengan rasio jumlah kebutuhan rumah (backlog) masih tinggi mencapai 12,75 unit. Tempo/Tony Hartawan
Mengenal Tapera yang Akan Memotong Gaji Pegawai Sebesar 3 Persen

Tapera adalah penyimpanan dana yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu


Dieng Caldera Race Digelar 8-9 Juni 2024, Peserta Diajak Lari Menikmati Keindahan dan Dinginnya Dieng

59 hari lalu

Telaga Merdada terlihat dari atas ketinggian 2.500 meter, di Dieng, Banjarnegara, (4/10). Penghujung musim kemarau di Dataran Tinggi Dieng menyuguhkan pemandangan yang eksotis. Aris Andrianto/Tempo
Dieng Caldera Race Digelar 8-9 Juni 2024, Peserta Diajak Lari Menikmati Keindahan dan Dinginnya Dieng

Pada Juni hingga Agustus, suhu udara di ketinggian Dieng mencapai nol derajat Celcius, bahkan minus.