Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Benahi Data Korban Corona

image-profil

Tempo.co

Editorial

image-gnews
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyampaikan konferensi pers terkait virus corona di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 2 Maret 2020. Presiden menyatakan 2 orang WNI yaitu seorang ibu dan anak di Indonesia telah positif terkena corona setelah berinteraksi dengan Warga Negara Jepang yang berkunjung ke Indonesia. ANTARA
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyampaikan konferensi pers terkait virus corona di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 2 Maret 2020. Presiden menyatakan 2 orang WNI yaitu seorang ibu dan anak di Indonesia telah positif terkena corona setelah berinteraksi dengan Warga Negara Jepang yang berkunjung ke Indonesia. ANTARA
Iklan

Pemerintah, sekali lagi, harus merapikan caranya bekerja menangani wabah Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Setiap keputusan pemerintah harus berbasis data yang akurat, bukan berdasarkan insting atau pertimbangan politis semata. Tanpa basis data yang akurat, Indonesia akan semakin kalah langkah oleh penularan Covid-19 serta kian sulit terlepas dari cengkeraman pandemi.

Sungguh disayangkan, tiga pekan setelah pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, pengumpulan data korban virus mematikan itu tidak kunjung beres. Dalam sebuah diskusi, Agus Wibowo, Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana, mengungkapkan bahwa data korban Covid-19 versi Kementerian Kesehatan tidak sinkron dengan laporan dari daerah.

Kementerian Kesehatan tak perlu berkukuh bahwa datanya paling benar lantaran merupakan hasil uji kasus menggunakan mesin-mesin PCR (polymerase chain reaction). Sebab, kita tahu, kapasitas mesin PCR milik Kementerian Kesehatan sangat terbatas bila dibandingkan dengan jumlah riil orang yang terjangkiti Covid-19.

Absennya data yang akurat tentang jumlah korban tak terlepas dari kebijakan "satu pintu" Kementerian Kesehatan dalam pengetesan dan pendataan pasien Covid-19. Kementerian seharusnya terbuka mengakui bahwa cakupan data mereka terbatas karena alat tesnya juga tidak memadai.

Kementerian Kesehatan tak boleh tutup mata atas data hasil uji cepat atau rapid test kit yang dilakukan sejumlah pemerintah daerah. Metode tes cepat yang menguji antibodidengan memeriksa sampel darah pasienitu memang memberi hasil dengan tingkat akurasi di bawah hasil tes PCR. Namun pengujian secara massal di Indonesia saat ini baru bisa dilakukan dengan rapid test kit.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berdasarkan pengalaman di banyak negara, pengujian massal adalah kunci untuk menghambat penularan Covid-19. Masalahnya, Indonesia termasuk di antara jajaran negara terburuk di dunia dalam hal jumlah orang yang menjalani tes Covid-19. Koran terbitan Singapura, The Straits Times, menyebut rasio penduduk yang sudah dites di Indonesia hanya 36 orang per sejuta penduduk. Angka itu sedikit di atas Etiopia (16 orang per sejuta penduduk), Bangladesh (18), dan Nigeria (19). Bandingkan dengan Korea Selatan yang melakukan tes terhadap 8.996 orang per satu juta penduduk, Singapura (6.666), dan Malaysia (1.605).

Tanpa pembenahan basis data, keputusan yang diambil pemerintah hanyalah keputusan instingtif. Pemerintah akan menjadi seperti segerombolan orang yang harus memutuskan strategi apa yang paling baik untuk menyelamatkan kampungnya dari serangan harimau ganas, tapi tak tahu berapa banyak warganya yang telah menjadi korban. Sementara sang harimau, dari tempat yang tak terlihat, bersiap-siap menerkam korban berikutnya.

Selain membenahi pendataan, pemerintah harus jujur dalam mengumumkan kasus Covid-19. Menutup-nutupi data korban virus corona hanya mendatangkan rasa aman palsu di kalangan masyarakat.

Tanpa data kasus Covid-19 yang akurat, pelaku ekonomi pun tak akan bisa memprediksi sampai kapan situasi tak menentu ini akan berlangsung. Mereka akan kesulitan membuat proyeksi bisnis. Akibatnya, krisis ekonomi akibat wabah Covid-19 bisa berkepanjangan, sesuatu yang hendak dihindari pemerintah ketika menutupi kasus corona pada awalnya.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

22 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


24 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

34 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

50 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.