Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menuju Strategi Nasional Penanganan Covid-19

image-profil

image-gnews
Ilustrasi virus corona atau Covid-19. REUTERS
Ilustrasi virus corona atau Covid-19. REUTERS
Iklan

Kala berita tentang merebaknya sebuah virus baru dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, dilaporkan kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 31 Desember 2019, hampir bisa dipastikan tidak seorang pun mengira realitas dunia akan berubah total menjadi seperti ini. Bahkan saat WHO mencatat kematian pertama akibat virus ini pada 11 Januari 2020, dunia bergeming. Sebagian barangkali mengira kejadian ini hanya akan terjadi di Wuhan, tidak di belahan lain dunia.

Melihat kegentingan situasi dan makin meluasnya sebaran virus serta ditemukannya data bahwa penularan telah terjadi secara lokal di banyak negara, Direktur Jenderal WHO mengumumkan kondisi kegawatdaruratan kesehatan dunia (PHEIC) pada 30 Januari lalu. Hal ini memberikan isyarat kuat kepada dunia bahwa wabah yang berawal di satu kota telah menyebar ke tempat-tempat lain dan berpotensi membawa dampak luar biasa terhadap populasi dunia. Bila negara-negara tidak segera bersiap menghadapinya, risiko yang dihadapi akan sangat besar, mengenai semua sektor pembangunan.

Berbagai kepustakaan ilmiah yang mengulas tentang wabah sudah menggarisbawahi pentingnya kesiapan setiap negara dalam menghadapi epidemi baru. Melalui International Health Regulation (2005), WHO bersama semua negara anggotanya juga telah bersepakat menjalankan traktat internasional ini untuk meningkatkan kapasitas negara menghadapi wabah melalui pendekatan cegah, deteksi, dan respons. Kita mengenal wabah flu Spanyol pada 1918, serta polio, SARS, MERS-CoV, dan ebola. Tapi hanya flu Spanyol yang diklasifikasikan sebagai pandemi karena dampaknya yang begitu luas terhadap kehidupan populasi dunia. Akhirnya, setelah 102 tahun, pada 10 Maret 2020, pandemi kembali diumumkan untuk penyakit dengan nama Covid-19.

Dalam menghadapi SARS-CoV-2, dunia seolah-olah dipaksa untuk masuk ke situasi yang setara dengan Perang Dunia III. Pada abad ke-21 ini, perang dunia membenturkan manusia dengan musuh yang tidak terlihat wujudnya, tapi membuat lebih dari 30 ribu orang kehilangan nyawa serta 500 ribu lebih orang sakit di 199 negara di dunia. Musuh ini membuat kita merasa hidup dalam realitas yang mirip meski tidak sepenuhnya sama dengan jalan cerita film fiksi ilmiah. Harus diakui bahwa situasi ini memberikan tekanan mental kepada kita karena tingginya faktor ketidaktahuan dan ketidakpastian tentang apa yang bisa mengalahkannya.

Pertanyaannya sekarang, bila pandemi adalah sebuah perang yang harus dimenangi, apa yang harus dilihat, dikaji, dan dikerjakan secara kolektif sebagai warga dunia serta apa yang tiap negara harus lakukan di medan peperangannya masing-masing? Beberapa pedoman berpikir berikut ini dapat menjadi patokan universal dalam menyusun strategi.

Rasa solidaritas tinggi dibutuhkan antara individu dan antarbangsa. Sejak awal munculnya wabah ini, WHO selalu menyuarakan pentingnya solidaritas sebagai kompas bersama dunia untuk keluar dari pandemi. Hal ini penting dilakukan agar semua upaya tetap berfokus pada tujuan utama untuk menekan laju penyebaran virus, memastikan tiadanya stigma bagi penderita, dan mempertahankan tingkat kesehatan populasi semaksimal mungkin. Bila memakai analogi peperangan, inilah salah satu penanda utamanya: pemimpin menyuarakan solidaritas kepada seluruh khalayak. Sebagai contoh, kemunculan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte dalam siaran langsung di stasiun televisi pada 16 Maret lalu merupakan yang pertama kalinya setelah sebelumnya PM Belanda melakukan hal yang sama pada era 1970-an saat krisis minyak terjadi.

Kesehatan populasi sejatinya mempunyai nilai politis amat besar karena dampaknya pada kehidupan politik, ekonomi, komersial, hingga kebebasan individu. Inilah dasar dari pernyataan “kesehatan adalah pilihan politis”. Sebab, tanpa keberpihakan pemimpin pada kesehatan penduduknya, berbagai aspek kehidupan bernegara akan mandek. Merujuk pada sejarah Perang Dunia II, para pemimpin perang, seperti Patton dan Eisenhower, beriringan dengan politikus serta negarawan, seperti Churchill, Roosevelt, Nehru, dan Sukarno; melakukan asesmen komprehensif mengenai dampak perang terhadap setiap aspek kehidupan manusia serta menentukan strategi yang jitu. Keberpihakan ini menjadi penting karena dalam kondisi normal, kesehatan hampir selalu menjadi sektor pembangunan yang dikalahkan. Prioritas pada sektor lain yang lebih kasatmata menjadi lebih favorit dibanding sektor yang hakikatnya baru tampak setelah belasan, bahkan puluhan tahun.

Harus diingat bahwa pertaruhan terbesar dari kekalahan berperang melawan pandemi adalah runtuhnya sistem kesehatan nasional. Sederhananya, layanan kesehatan tidak lagi tersedia karena tiadanya tenaga kesehatan; rumah sakit tidak lagi bisa menampung dan memberikan pengobatan yang dibutuhkan karena ketidaktersediaan alat dan obat; sistem rujukan dan pemantauan kesehatan masyarakat tidak lagi berjalan efektif; serta pasien yang sudah mengidap penyakit lain dan membutuhkan layanan kesehatan tidak lagi bisa mendapatkannya. Cara memperkuat sistem kesehatan banyak dikaji dalam literatur ilmiah, pengalaman, dan contoh baik negara lain yang terbukti efektif berdasarkan evidence yang ada.

Dengan ketiga prinsip berpikir itulah sebuah strategi nasional yang tajam dan holistik dapat dibangun dengan komponen berikut ini.

Pertama, prioritas diletakkan pada penyelamatan nyawa manusia, termasuk dan utamanya tenaga kesehatan, agar sektor pembangunan lain kembali bekerja dengan optimal. Tanpa penyelesaian pandemi yang tuntas, beban ekonomi negara akan jauh lebih besar dalam jangka panjang dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan saat ini. Selain itu, potensi dampak sosial dan politik harus diperhitungkan. Kekerasan domestik, instabilitas politik, dan keresahan publik adalah sedikit contoh dari ekses masalah yang muncul seiring dengan terjadinya pandemi.

Kedua, berpedoman pada kecepatan bertindak dan ketepatan cakupan, memastikan dilakukannya tes secara luas, pelacakan kontak, kepastian pemberian layanan kesehatan, dan isolasi kasus. Dalam situasi pandemi, kita tidak lagi punya kemewahan untuk memilih langkah mana yang akan diambil. Semuanya harus dijalankan bersamaan sebagai elemen utama dari mempertahankan dan memperkuat sistem kesehatan nasional.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketiga, sinergi dan aksi bersama antarlembaga pemerintah dengan pelibatan aktif masyarakat sipil. Pandemi bukan hanya urusan pemerintah, melainkan masalah seluruh bangsa. Agar strategi berkelanjutan, dibutuhkan perencanaan skenario dengan strategi yang matang dan tepat dalam memetakan situasi yang mungkin terjadi setelah pandemi berakhir. Idealnya, skenario menjelaskan kebutuhan kerangka regulasi khusus untuk kegawatdaruratan kesehatan yang memungkinkan semua elemen dalam pemerintahan dan masyarakat sipil, termasuk sektor swasta, media, para pakar, dan peneliti, untuk segera bergerak di tingkat pusat hingga daerah.

Khusus untuk Indonesia, beberapa kondisi berikut ini harus digarisbawahi.

Pertama, faktor risiko populasi terhadap Covid-19 dan dampaknya terhadap sistem kesehatan nasional. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2018, disebutkan bahwa prevalensi penyakit tidak menular (kanker, diabetes, penyakit kardiovaskular) meningkat. Lalu, berdasarkan data World Bank, Indonesia adalah negara dengan populasi perokok tertinggi di dunia (76,2 persen). Padahal perokok dan orang dengan penyakit-penyakit tersebut berisiko tinggi tertular virus SARS-CoV-2. Kondisi status kesehatan populasi setelah pandemi berakhir nanti dipastikan lebih buruk ketimbang sekarang, menambah beban pada sistem kesehatan nasional dan daerah. Peran layanan kesehatan primer menjadi semakin krusial dalam menjaga ketahanan sistem kesehatan.

Kedua, besarnya sektor informal di Indonesia mempunyai konsekuensi yang menuntut komitmen pemerintah untuk memenuhinya. Menekan laju penyebaran virus dan memutus rantai penularan mengharuskan manusia membatasi interaksi langsung dan tidak beraktivitas dalam kerumunan. Diberlakukannya pembatasan jarak fisik dan sosial serta kebijakan bekerja di rumah membuat para pekerja esensial, terutama di sektor informal, terkena dampak paling signifikan. Jejaring pengaman sosial harus segera diaktifkan dan pemerintah menjamin pemberian insentif ekonomi, melekat pada intervensi kesehatan populasi yang dijalankan.

Ketiga, utilisasi jejaring multilateral dan global health diplomacy. Dalam situasi pandemi, saat banyak negara memperebutkan akses terhadap obat dan vaksin, Indonesia sebaiknya segera menjadi bagian aktif dari upaya global ini. Sebagai contoh, WHO meluncurkan riset multinasional bernama Solidarity Trial yang mengundang keterlibatan banyak negara untuk menemukan obat anti-Covid-19 dari obat-obatan yang telah beredar saat ini. Sementara itu, untuk akses terhadap vaksin, tersedia Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI) sebagai platform multinegara yang mempercepat pembuatan serta produksi vaksin untuk mencegah Covid-19.

Filsuf Thomas Hobbes mengatakan bahwa berpolitik sama dengan mempunyai kuasa untuk menentukan hidup-matinya semua warga negara. Virus corona telah memperlihatkan arti power yang sesungguhnya. Ia menguliti lapisan di bawahnya menjadi sesuatu yang terlihat publik: menantang kekuasaan dan penguasa untuk berani berpihak pada kesejahteraan banyak orang, dengan segala konsekuensinya. Pandemi ini adalah ujian terberat untuk semua pemimpin di dunia karena langkah dan kebijakan yang diambil menunjukkan kecakapannya sebagai seorang pemimpin perang, negarawan, komunikator, serta ahli strategi terunggul di mata dunia dan warga yang telah memberikan kekuasaan ke tangannya. *

----

Diah S. Saminarsih adalah Penasihat Senior Direktur Jenderal WHO untuk Bidang Gender dan Pemuda serta pendiri Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI)


Tulisan ini merupakan versi lengkap dari opini yang terbit di Koran Tempo edisi cetak.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Nonton Timnas vs Bahrain, Jokowi: Gondok Banget

6 hari lalu

Wasit Ahmed Al Kaf yang memimpin laga Bahrain vs Indonesia. Tangkapan Layar
Nonton Timnas vs Bahrain, Jokowi: Gondok Banget

Presiden Joko Widodo mengungkapkan kekesalannya menyaksikan laga sepakbola Timnas Indonesia melawan Bahrain semalam.


Usai Wayang Jogja Night Carnival 2024, Belasan Kasus Pencopetan Dilaporkan ke Polisi

9 hari lalu

Gelaran Wayang Jogja Night Carnival di kawasan Tugu Yogyakarta Senin petang 7 Oktober 2024. Tempo/Pribadi Wicaksono
Usai Wayang Jogja Night Carnival 2024, Belasan Kasus Pencopetan Dilaporkan ke Polisi

Pencopetan dilakukan dengan merobek tas milik korban saat mereka asyik dan fokus menonton Wayang Jogja Night Carnival


Gaet Wisatawan, Pemkab Bantul Siapkan Ragam Acara di Pantai Selatan sampai Akhir 2024

9 hari lalu

Perhelatan event International Kitesurfing Exhibition 2023 di Laguna Pantai Depok Parangtritis Yogyakarta, Sabtu (26/8). Dok.istimewa.
Gaet Wisatawan, Pemkab Bantul Siapkan Ragam Acara di Pantai Selatan sampai Akhir 2024

Pertunjukan seni tari Sendratari Sang Ratu pada Desember di kawasan Pantai Parangtritis


7 Kesalahan yang Sering Dilakukan Wisatawan saat Traveling ke Inggris

11 hari lalu

Wisatawan berfoto di depan Istana Buckingham di London, Inggris, 24 Juni 2015. Istana Buckingham memiliki 775 ruangan termasuk 52 kamar tidur anggota kerajaan dan tamu, serta 188 kamar tidur untuk para pekerja. Rob Stothard/Getty Images
7 Kesalahan yang Sering Dilakukan Wisatawan saat Traveling ke Inggris

Tempat yang terlalu ramai dan objek wisata yang tiketnya harus dibeli berbulan-bulan sebelumnya adalah dua hal yang perlu diketahui sebelum ke Inggris


Barang Ini Sebaiknya Tidak Dimasukkan ke Koper saat Naik Pesawat, Bisa Bocor di Ketinggian

13 hari lalu

Ilustrasi koper. Freepik.com
Barang Ini Sebaiknya Tidak Dimasukkan ke Koper saat Naik Pesawat, Bisa Bocor di Ketinggian

Penurunan tekanan atmosfer di ketinggian dapat menyebabkan botol dan kaleng bertekanan bocor dan mengotori isi koper.


HUT ke-268 Kota Yogyakarta, Ini Sederet Event Selain Wayang Jogja Night Carnival

15 hari lalu

Gelaran Wayang Jogja Night Carnival pada 2022. (Dok. Istimewa)
HUT ke-268 Kota Yogyakarta, Ini Sederet Event Selain Wayang Jogja Night Carnival

Event HUT Kota Yogyakarta telah dipersiapkan mulai Oktober hingga Desember 2024 di berbagai titik.


Akhir Pekan di Yogyakarta, IShowSpeed Coba Naik Andong di Malioboro hingga Laku Masangin

24 hari lalu

IShowSpeed mencoba berjalan di antara dua pohon beringin di Yogyakarta. Tangkapan layar Youtube
Akhir Pekan di Yogyakarta, IShowSpeed Coba Naik Andong di Malioboro hingga Laku Masangin

IShowSpeed memulai pengalaman menaiki andong di seputaran Malioboro dan berhenti di Pasar Beringharjo.


Pertimbangan DPRD Usulkan Tiga Calon Penjabat Gubernur Jakarta tanpa Heru Budi

34 hari lalu

DPRD DKI Jakarta mengadakan rapat pimpinan pengusulan nama Penjabat Gubernur (PJ Gubernur), menggantikan Heru Budi Hartono, Jumat, 13 September 2024. TEMPO/Alif Ilham Fajriadi
Pertimbangan DPRD Usulkan Tiga Calon Penjabat Gubernur Jakarta tanpa Heru Budi

DPRD mempertimbangkan pilkada sehingga mengusulkan tiga calon penjabat gubernur Jakarta tanpa Heru Budi.


Ha Long Bay Vietnam Kembali Buka untuk Wisatawan setelah Dilanda Topan Yagi

34 hari lalu

Ha Long Bay Vietnam (Pixabay)
Ha Long Bay Vietnam Kembali Buka untuk Wisatawan setelah Dilanda Topan Yagi

Aktivitas pariwisata berangsur-angsur normal di Ha Long Bay Vietnam. Penduduk setempat dan petugas fungsional telah membersihkan area tersebut.


Tren Airport Tray Aesthetic, Pelancong Unggah Foto Estetik Barang Pribadi di Nampan Bandara

35 hari lalu

Airport Tray Aesthetic (Instagram/@vickirutwind)
Tren Airport Tray Aesthetic, Pelancong Unggah Foto Estetik Barang Pribadi di Nampan Bandara

Tren Airport Tray Aesthetic memperlihatkan nampan bandara berisi barang-barang pribadi yang ditata rapi di nampan berwarna abu-abu.