Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pertaruhan Kredibilitas KPU

image-profil

Dosen Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

image-gnews
Tenaga medis untuk pencegahan Covid-19 yang bertugas di RSPAD, dilayani oleh Blue Bird. Foto: Kemenparekraf
Tenaga medis untuk pencegahan Covid-19 yang bertugas di RSPAD, dilayani oleh Blue Bird. Foto: Kemenparekraf
Iklan

Agus Riewanto
Dosen Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Di tengah pandemi Covid-19, masyarakat dikejutkan oleh surat Presiden Joko Widodo yang menetapkan pemberhentian komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Novida Ginting Manik, secara tidak hormat. Ini merupakan tindak lanjut dari putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) Nomor DKPP 317-PKE-DKPP/2019. (Koran Tempo, 26 Maret 2020).

Baca Juga:

Pemberhentian komisioner KPU ini merupakan tamparan berat bagi jajaran penyelenggara pemilihan umum. Sebab, untuk pertama kalinya dalam sejarah, DKPP memberhentikan komisioner KPU karena pelanggaran kode etik. Tentu saja putusan DKPP itu akan dicatat sebagai keputusan spektakuler dan bersejarah karena telah melakukan tindakan yang sangat tegas guna menegakkan kode etik penyelenggaraan pemilihan umum.

Pemberhentian komisioner ini tentu akan mempengaruhi kredibilitas dan legitimasi KPU di mata publik. Hal 222tersebut akan menurunkan wibawa dan martabat KPU secara kelembagaan sekaligus melahirkan stigma politik yang sulit dibantah bahwa dalam kinerja KPU selama pemilihan umum 2019, terdapat cacat moral yang tak terampuni.

DKPP memberikan sanksi teguran keras kepada Ketua KPU dan empat anggota KPU serta memberhentikan Novida. Putusan ini sebenarnya tak mulus. Sebab, tak lama berselang, Novita berencana melawan melalui gugatan ke pengadilan tata usaha negara (PTUN) karena putusan DKPP diduga cacat hukum dan melanggar hukum acara persidangan.

Pengadu kasus ini dikabarkan telah mencabut aduannya dan putusan hanya dilakukan oleh empat anggota majelis DKPP. Namun pelaksana tugas Ketua DKPP, Muhammad, membantahnya. Dia menyatakan semua prosedur hukum acara persidangan telah terpenuhi serta putusan DKPP bersifat final dan mengikat.

Sesungguhnya putusan DKPP tersebut akan bermuara pada perdebatan aspek keadilan normatif dan substantif. Dalam penegakan hukum, kedua aspek ini tidak boleh saling menegasikan karena tujuan penerapan norma dalam hukum adalah mencapai keadilan substantif. Sebaliknya, keadilan substantif tak akan dapat diraih jika tak melalui tahapan normatif.

Putusan DKPP berada di ranah mewujudkan keadilan substantif karena ditujukan untuk mengoreksi tindakan KPU yang mengabaikan penerapan norma Undang-Undang Pemilihan Umum, yang menganut sistem proporsional dengan penetapan calon legislator berdasarkan suara terbanyak. Ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 154-02-20/PH-PU.DPR-DPRD/XVII/2019.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam kasus ini, seharusnya yang berhak ditetapkan oleh KPU menjadi legislator terpilih daerah pemilihan 6 Kalimantan Barat adalah Hendri Macaluasc sebagai peraih suara terbanyak. Tapi KPU justru menetapkan Cok Hendri Rampon, peraih suara terbanyak kedua di dapil tersebut. KPU beralasan, putusan MK tersebut tidak mengoreksi suara Cok Hendri Rampon. KPU mengklaim hanya melaksanakan putusan MK yang bersifat final dan mengikat, meskipun Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dalam amar putusan Nomor 83/LP/PL/ADM/RI/00.00/VIII/2019, telah mengoreksi kekeliruan KPU ini.

Dalam mewujudkan keadilan substantif, putusan DKPP telah melampaui aspek normatif karena berani mengabaikan beberapa aspek prosedural hukum acara persidangan ketika subyek hukum atau pengadu (Hendri Macaluasc) mencabut aduannya. Namun DKPP tetap melanjutkan persidangan tujuan substantifnya untuk mengoreksi tindakan berbahaya KPU karena telah mengingkari sistem pemilihan umum dan memicu ketidakpastian hukum.

MK memutuskan Hendri Macalusc sebagai peraih suara terbanyak, tapi anehnya tidak mengoreksi perolehan suara Cok Hendri Rampon. Di titik inilah terjadi problem penafsiran hukum atas putusan MK. KPU merasa lebih aman melaksanakan putusan MK “apa adanya” tanpa berusaha meminta penjelasan kepada MK ihwal makna di balik putusan soal Hendri Macalusc, tapi tak mengoreksi perolehan suara Cok Hendri Rampon. Jika putusan MK meragukan, KPU seharusnya meminta penjelasan kepada MK melalui konsultasi, tapi pada kenyataannya tidak dilakukan. KPU menafsirkan sendiri putusan MK tersebut, yang mengakibatkan kerugian konstitusionalitas calon legislator tertentu dan berujung pada aduan kepada DKPP.

Tafsiran KPU menjadi pintu masuk bagi DKPP untuk menafsirkan sendiri pula putusan MK, yang berakhir dengan keputusan bahwa KPU melanggar kode etik.

Putusan DKPP dan surat presiden tentang pemberhentian komisioner KPU ini harus menjadi evaluasi internal KPU dalam melaksanakan agenda besar pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum mendatang. Ini terutama berkaitan dengan koordinasi antar-anggota KPU dengan jajaran sekretariat KPU dan KPU daerah seluruh Indonesia agar pemilu berlangsung lebih baik lagi.

Bagi DPR dan pemerintah, pemberhentian komisioner KPU ini dapat menjadi bahan untuk menyusun kebijakan dalam revisi Undang-Undang Pemilihan Umum. Tujuannya, dalam rekrutmen nanti, KPU lebih memperhatikan aspek integritas dan profesionalitas dalam bekerja, sehingga pemberhentian komisioner KPU, yang berujung pada menurunnya kredibilitas kinerja KPU, tak terulang.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


17 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

23 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.