Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kebijakan Ekonomi Menghadapi Wabah Corona

image-profil

Pengamat kebijakan ekonomi

image-gnews
Pekerja berpakaian pelindung mendisinfeksi sebuah kompleks perumahan di Wuhan, pusat penyebaran virus corona, provinsi Hubei, Cina, 6 Maret 2020. Cina memberlakukan lockdown di provinsi Hubei, yang saat ini mulai melonggar karena wabah berhasil dikendalikan, hingga hari ini terdapat 80,995 kasus, dengan 3,203 korban dan 67004 pasien pulih. REUTERS/Stringer
Pekerja berpakaian pelindung mendisinfeksi sebuah kompleks perumahan di Wuhan, pusat penyebaran virus corona, provinsi Hubei, Cina, 6 Maret 2020. Cina memberlakukan lockdown di provinsi Hubei, yang saat ini mulai melonggar karena wabah berhasil dikendalikan, hingga hari ini terdapat 80,995 kasus, dengan 3,203 korban dan 67004 pasien pulih. REUTERS/Stringer
Iklan

Tri Winarno
Pengamat kebijakan ekonomi

Sekarang virus corona Covid-19 telah menjadi pandemi global. Epidemi corona akan membawa konsekuensi kerusakan ekonomi yang tak pernah terbayangkan oleh para pemangku kebijakan ekonomi. Pada waktu krisis ekonomi global 2008, bank sentral terkemuka dunia memimpin penanganan dampak krisis global tersebut. Ketika wabah corona mulai mengganggu, bank sentral diharapkan mampu melakukan tindakan yang sama.

The Fed, bank sentral Amerika Serikat, sudah memangkas suku bunga acuan sebesar 50 basis point, pemotongan terbesar dalam satu dekade dalam satu waktu. Tapi, tanpa disertai kebijakan pendukung lain, hal ini tampaknya semakin membuat pasar kehilangan arah. Hanya beberapa menit setelah pengumuman pemangkasan bunga, pasar modal bahkan semakin lesu.

Sebenarnya gonjang-ganjing pasar saham tidak mencerminkan kondisi aktual ekonomi riil, yaitu hampir tidak terkait dengan ketidakseimbangan di pasar barang dan jasa. Namun pasar modal mencerminkan keyakinan terhadap kondisi ekonomi riil. Kemerosotan pasar saham sering terjadi hanya karena kecemasan yang dipicu oleh self-fulfilling prophecies-"Mandi omonge dewe," kata Jayabaya.

Karena itu, krisis global mengharuskan tindakan global yang komprehensif. Untuk mengatasinya, organisasi multilateral, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional, seharusnya segera membentuk gugus tugas yang terdiri atas, katakanlah, 20 ekonom (C20) dengan keahlian yang beragam dan memahami isu-isu kesehatan dan geopolitik.

Gugus tugas C20 tersebut diberi tugas menganalisis krisis dan merancang respons kebijakan global yang terkoordinasi dengan target yang ketat dan rinci. Mereka harus menyampaikan laporan pertamanya dalam waktu satu bulan dengan merinci daftar tindakan awal yang harus dilakukan pemerintah. Setiap bulan mereka akan menyampaikan agenda baru yang akan ditindaklanjuti. Setelah permasalahan dapat diatasi, gugus tugas tersebut dapat dibubarkan.

Memang benar gugus tugas C20 tidak dapat mencegah kerusakan langsung di awal terjadinya wabah pada beberapa sektor, seperti pariwisata. Perhimpunan Transportasi Udara Internasional (IATA) memperkirakan bahwa sektor penerbangan global akan mengalami kerugian sebesar US$ 113 miliar kalau virus tersebut terus menyebar.

Begitu pula beberapa hotel ternama telah melaporkan penurunan bisnis yang fantastis, lebih dari 50 persen. Hilton, yang telah menutup 150 hotel di Cina, memperkirakan rugi US$ 25-50 juta pada tahun ini kalau wabah dan pemulihannya membutuhkan waktu 3-6 bulan. Pengeluaran pariwisata di Cina saja, yang bernilai US$ 277 miliar pada 2018, akan menurun lebih dari setengahnya pada tahun ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun gugus tugas C20 dapat memperkecil atau bahkan meniadakan dampak ikutan secara tidak langsung ke sektor lain sehingga sektor tersebut terhindar dari kerusakan, pengangguran, dan kenaikan harga. Misalnya, kalau permintaan menurun di semua sektor, pemerintah dapat menggunakan kebijakan moneter dan fiskal untuk memulihkannya lagi. Bank sentral dapat memangkas tingkat suku bunga dan pemerintah melakukan ekspansi fiskal, tepat seperti pada waktu resesi 2008-2009.

Namun sekarang pendekatan kebijakan tersebut terbukti kurang memadai. Krisis akibat wabah corona berbeda dari krisis 2008. Bahkan, tatkala permintaan menukik ke dasar jurang di sebagian besar sektor, ada sektor yang permintaannya melonjak ke langit sehingga harganya meningkat tajam dan pembeli utamanya justru tak mampu membeli.

Contoh yang paling jelas adalah di sektor kesehatan. Banyak warga Cina kesulitan mendapatkan obat-obatan dan masker yang mereka butuhkan. Kalaupun ada, harganya meningkat tajam. Dalam hal ini, dibutuhkan intervensi pemerintah yang menyasar beberapa sektor disertai dengan kebijakan untuk menjaga daya beli masyarakat.

Masih ada masalah lain yang belum teridentifikasi. Sejumlah besar kontrak bisnis tidak dapat terpenuhi dan akan muncul berbagai klaim terkait dengan force majeure, pengecualian untuk memenuhi kewajiban karena bencana. Menurut Dewan Cina untuk Promosi Perdagangan Internasional, Cina telah menerbitkan 5.000 sertifikat force majeure, yang meliputi kontrak senilai 373,7 miliar yen atau US$ 53,8 miliar, sehingga akan banyak perusahan yang menentang klausul force majeure tersebut. Ini akan berakibat pada peningkatan tekanan yudisial.

Dampak ekonomi wabah corona sangat kompleks dan lintas sektoral. Untuk mengatasinya secara efektif, perumus kebijakan, idealnya negara-negara yang tergabung dalam C20, dapat memotret gambaran besarnya, yang mencakup kaitan intersektoral yang terjadi akibat wabah.

Para pemangku kebijakan dapat mengacu pada studi-studi yang membahas keterkaitan intersektoral dampak ekonomi dari suatu kejadian, yang mengacu pada penelitian Léon Walras pada 1874. Ini bisa ditambah dengan hasil riset pemenang Nobel ekonomi, Kenneth Arrow dan Gérard Debreu, pada 1950-an. Khususnya mereka dapat merujuk pada hasil penelitian pemenang Nobel ekonomi, Amartya Sen, yang menerangkan mengapa bencana kelaparan dapat terjadi padahal suplai makanan berlimpah.

Hanya dengan suatu peta yang jelas dan tepat, pemangku kebijakan dapat mengembangkan intervensi ke sektor spesifik yang signifikan mengatasi dampak virus ini. Tidak ada waktu lagi untuk berleha-leha, karena setiap detik menjadi sangat bermakna. Dan itu menjadi tugas utama pemangku kebijakan untuk benar-benar bekerja dengan cepat, cerdas, dan tulus.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

3 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

12 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


35 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

41 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.