Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ulama, Islam Politik, dan Negara Bangsa

image-profil

image-gnews
Ulama, Islam Politik, dan Negara Bangsa
Ulama, Islam Politik, dan Negara Bangsa
Iklan

Noorhaidi Hasan
Guru besar dan Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Pengaruh radikalisme dan terorisme di kalangan ulama di Tanah Air menunjukkan kecenderungan melemah. Penelitian saya bersama sejumlah peneliti lain mengenai pandangan ulama terhadap negara bangsa (nation state) Indonesia di 15 provinsi beberapa waktu lalu menunjukkan tren ini.

Memahami pandangan ulama sangat penting untuk melihat masa depan Islam politik di Indonesia. Ulama merupakan aktor berpengaruh secara politis, sosiologis, dan kultural, serta turut menentukan dinamika historis perjalanan bangsa. Mereka mempelopori perjuangan mendirikan negara bangsa dan mengawal eksistensinya hingga hari ini. Namun ulama juga berdiri di depan mengusung gerakan Islam politik yang berpotensi merongrong negara bangsa. Mereka tampil menjadi ideolog, pelopor, dan aktor utama gerakan-gerakan Islam politik di negeri ini.

Kami menemukan 71,56 persen ulama menerima negara bangsa dengan tingkat penerimaan bervariasi, dari konservatif, moderat, inklusif, sampai progresif. Sebanyak 16,44 persen menolak negara bangsa dengan tingkat penolakan bervariasi, dari eksklusif, radikal, sampai ekstrem. Sisanya mendua.

Mayoritas ulama masuk dalam kategori moderat (34 persen) dan inklusif (23,33 persen). Sedikit tergolong progresif (4,89 persen). Yang progresif umumnya ulama dari kelompok minoritas, seperti Syiah dan Ahmadiyah, yang melihat negara bangsa sebagai satu-satunya harapan di tengah arus intoleransi dan ancaman persekusi mayoritas.

Adapun ulama dengan karakteristik radikal dan ekstrem menempati dua tingkat paling rendah, 4 persen dan 2,67 persen. Sementara ulama radikal menolak secara mendasar seluruh bangunan konseptual negara bangsa beserta prinsip-prinsip yang menopangnya, ulama ekstrem bergerak lebih jauh karena membenarkan penggunaan kekerasan.

Jumlah ulama yang menolak ini tidaklah sedikit. Hal ini mengirim sinyal masih adanya persoalan mendasar dalam persepsi ulama. Namun gejala semacam ini agaknya bukan khas Indonesia. Negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan banyak negara lain juga mulai menghadapi krisis kepercayaan terhadap negara bangsa, yang terbukti dari meningkatnya popularitas kelompok kanan ekstrem dan gelombang populisme.

Banyak orang mempertanyakan kemampuan negara bangsa dalam menyelesaikan persoalan-persoalan bersama akibat menipisnya sumber daya alam, kesenjangan sosial-ekonomi, globalisasi, krisis lingkungan, bencana alam, dan kemanusiaan. Masalah makin buruk ketika hal itu terjadi di negara-negara muslim yang masih bergulat dengan persoalan struktural dan konflik antarklan, suku, serta afiliasi keagamaan yang tiada akhir.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerimaan mayoritas ulama Indonesia (71,44 persen) terhadap negara bangsa menunjukkan juga posisi negara bangsa yang cukup kuat dalam pandangan ulama. Disertai dengan penolakan hampir semua ulama terhadap kekerasan, ini dapat dipahami sebagai petunjuk kegagalan kaum radikal. Faktornya, antara lain, adalah keberhasilan pemerintah dan kekuatan masyarakat sipil mengobarkan perang melawan radikalisme.

Walaupun penerimaan itu mengirim sinyal melemahnya Islam politik, bukan berarti sudah tidak ada persoalan. Ada beberapa alasan, seperti masih ada ulama (16,44 persen) yang menolak negara bangsa dan tingginya tingkat reservasi ulama, terutama terhadap toleransi dan kewargaan.

Ulama yang tegas menolak negara bangsa menekankan doktrin ketidakterpisahan antara din wa al-daula. Pandangan ini menuntut pengaturan kehidupan di dunia dengan hukum Allah dan menolak semua ideologi ciptaan manusia, baik itu Pancasila maupun kapitalisme.

Berbeda dengan yang menolak, ulama yang menerima negara bangsa tampaknya sudah selesai dengan format negara bangsa melalui reinterpretasi mereka atas doktrin-doktrin agama. Namun mereka masih sering mengekspresikan kekecewaan ketika menilai situasi sosial, ekonomi, dan politik tertentu. Beberapa mengeluhkan "disfungsional negara" dalam balutan narasi konspiratif.

Situasi yang dihadapi Indonesia pada tahun ini masih berkaitan dengan beberapa gugatan terhadap negara bangsa dan fragmentasi otoritas keagamaan serta persaingan politik kompleks. Pilihan ulama mendukung atau menolak format negara bangsa mencerminkan keterlibatan mereka dalam kompetisi untuk memperebutkan klaim politis masing-masing.

Kompetisi berlangsung intensif. Perbedaan pilihan dalam spektrum luas mencerminkan usaha menegosiasikan posisi masing-masing dalam berhadapan dengan negara dan dengan ulama-ulama lain yang berbeda pandangan serta kepentingan.

Fakta bahwa tidak banyak ulama yang secara progresif menerima negara bangsadalam pengertian mengakui totalitas sistem negara bangsa dan seluruh prinsip turunannyamenunjukkan adanya tantangan bagi ulama untuk tidak hanya menjaga relevansi mereka dalam konteks kehidupan negara bangsa, tapi juga mengaktualisasi posisi mereka dalam kehidupan masa kini. Demikian halnya fakta bahwa hanya sedikit ulama yang benar-benar menolak negara bangsa menunjukkan keinginan mayoritas tetap berada dalam kerangka negara bangsa.

 
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

20 jam lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

21 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

29 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

33 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

48 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

49 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.