Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Salah Kaprah Omnibus Law

image-profil

image-gnews
Salah Kaprah Omnibus Law
Salah Kaprah Omnibus Law
Iklan

Feri Amsari
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) dan Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas

Wacana omnibus law kian meluas. Metode mengubah, mencabut, dan membentuk beberapa undang-undang sekaligus ke dalam satu undang-undang itu (Massicotte, 2013) diterapkan secara salah kaprah di Indonesia.

Kesalahan itu berpangkal dari pembuat undang-undang yang mengabaikan prosedur pembentukan (formal) dan materi muatan (materiil) yang perlu diatur dalam sebuah undang-undang. Akibatnya, baik oknum pemerintah maupun masyarakat telah memperdebatkan hal yang tidak tepat berkaitan dengan omnibus law tersebut. Setidaknya terdapat tiga kesalahkaprahan yang perlu diperbaiki.

Pertama, omnibus law dianggap sebagai metode pembentukan undang-undang yang lazim diterapkan pada negara-negara Anglo-Saxons saja (dipengaruhi hukum Inggris Raya), yaitu negara yang menitikberatkan berhukum pada budaya hukum umum (common law) dan putusan hakim. Padahal banyak negara Eropa yang menggunakan metode omnibus law, seperti Jerman (Lee, 2019). Maka janggal rasanya perdebatan mengenai omnibus law yang dikaitkan dengan sistem hukum negara.

Kedua, pemerintah tidak taat terhadap ketentuan pembentukan undang-undang. Jadi, bukan karena tidak sesuai dengan sistem hukum yang menyebabkan omnibus law harus ditolak, melainkan karena metode itu melanggar undang-undang jika diterapkan. Tidak satu pasal atau lampiran apa pun di dalam Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar hukum bagi omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja. Jika pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memaksakannya, keduanya dapat dinyatakan tidak taat pada ketentuan undang-undang yang dibuatnya sendiri.

Ketiga, pendukung omnibus law yakin terdapat sekurang-kurangnya tiga manfaat dari metode ini. Pertama, hemat waktu pembahasan. Kesepakatan politik dalam pembahasan undang-undang dapat lebih ringkas karena beberapa undang-undang bermasalah dibahas dan disepakati sekaligus. Kedua, hemat biaya. Karena pembahasan beberapa undang-undang dilakukan bersamaan, maka beban anggaran pembahasan di DPR otomatis berkurang. Ketiga, memudahkan harmonisasi beberapa undang-undang sehingga potensi tabrakan aturan dapat diminimalkan.

Dalam praktiknya, kemanfaatan itu tidak terjadi. Omnibus law lebih banyak dipraktikkan untuk menyelundupkan pasal-pasal dengan kepentingan politik dan pemodal (investor). Jumlah pasal-pasal yang terlalu banyak membuat publik terlalu berfokus pada pasal-pasal kontroversial dan luput membahas pasal-pasal yang politis atau menguntungkan para pemodal.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Misalnya, keributan terhadap status dosen asing dan ketentuan "salah tik" Pasal 170 yang memberikan kewenangan kepada presiden untuk mengabaikan undang-undang. Ketentuan itu jelas bertentangan dengan konstitusi. Lalu, mengapa tetap ada? Bukan tidak mungkin pasal-pasal semacam itu merupakan pengalihan agar publik "ribut" membahas kontroversinya. Padahal ada hal yang lebih pokok agar disuarakan publik, yaitu metode omnibus law ini tidak sah karena melanggar Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Selain itu, berlakunya omnibus law merugikan partai oposisi. Tidak hanya karena oposisi akan sulit menemukan pasal-pasal "milik partai mayoritas" yang merugikan konstituennya, tapi juga oposisi kehilangan mekanisme kontrol dalam pembentukan undang-undang, yaitu partisipasi publik. Dengan menyuarakan partisipasi publik, oposisi dapat mengendalikan hasrat partai mayoritas dalam pembentukan undang-undang. Praktik omnibus law di banyak negara membuat oposisi tidak dirasakan kehadirannya karena metode itu disimpangkan pembuat undang-undang agar dapat mengabaikan partisipasi publik.

Masyarakat Amerika Serikat menyebut omnibus law sebagai "undang-undang tong sampah" karena memuat banyak ketentuan undang-undang dalam satu peraturan, persis tong sampah yang menampung apa saja yang dianggap "tak berguna".

Namun, di Amerika, Kanada, dan negara-negara maju lainnya selama hampir 200 tahun, metode omnibus law hanya berhasil diterapkan jika menerapkan konsep single subject clause (undang-undang satu tema). Pada konstitusi Minnesota, misalnya, tegas diatur bahwa omnibus law hanya dapat dilakukan terhadap pasal-pasal dari beberapa undang-undang jika temanya sama. Praktik subyek tunggal itu berhasil di Kanada dalam omnibus law Undang-Undang Pidana. Pada 1960, ketentuan hukum pidana pada beberapa undang-undang Kanada dianggap sudah ketinggalan zaman. Metode omnibus law kemudian berhasil digunakan untuk memperbaiki pasal-pasal tua tersebut, seperti pasal pelarangan kepemilikan alat kontrasepsi dan pelarangan aborsi, menjadi ketentuan yang lebih sesuai dengan kondisi mutakhir.

Praktik di beberapa negara itu jelas berbeda dengan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang menyatukan 79 undang-undang yang berbeda karakteristik dan temanya itu. Bayangkan, rancangan undang-undang tersebut mengatur berbagai hal, dari perlindungan varietas tanaman, tanah dan bank tanah, pers, hingga status dosen. Padahal judul undang-undang itu hanya dapat dikaitkan dengan lapangan kerja dan perlindungan hak tenaga kerja. Dengan pengaturan sepadat itu, wajar jika omnibus law karya Presiden Joko Widodo tersebut dianggap memiliki banyak kepentingan tersembunyi. Agar Presiden Jokowi tidak terperosok terlalu jauh dalam pembentukan undang-undang yang salah, sebaiknya Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja itu dibatalkan saja.

 
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

3 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

7 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

22 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

23 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

43 hari lalu

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

46 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

46 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

52 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

53 hari lalu

Warga membawa beras dan bantuan presiden pada acara Penyaluran Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah di Gudang Bulog, Telukan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis 1 Februari 2024. Presiden memastikan pemerintah akan menyalurkan bantuan 10 kilogram beras yang akan dibagikan hingga bulan Juni kepada 22 juta masyarakat Penerima Bantuan Pangan (PBP) di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

Berita terkini: Seruan pemakzulan Presiden Jokowi karena dugaan penyelewengan Bansos, gaji Ketua KPU yang terbukti langgar etik meloloskan Gibran.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

53 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.