Kepanikan banyak orang setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan dua warga Depok, Jawa Barat, Senin lalu, positif terinfeksi virus corona, seharusnya tak terjadi. Aksi borong bahan makanan, masker, serta cairan disinfektan pembersih tangan di supermarket dan apotek, dalam dua hari terakhir, juga seharusnya diantisipasi. Semua itu bisa dicegah jika strategi komunikasi publik pemerintah lebih baik.
Faktanya, pengumuman Presiden Jokowi memang mengagetkan banyak kalangan. Soalnya, sampai pekan lalu, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto masih terus membantah ada pasien virus corona di Indonesia. Sikap Terawan ini membuat World Health Organization (WHO) sampai harus mengingatkan pemerintah Indonesia agar meningkatkan pemantauan kesehatan warganya.
Sejak virus flu ini pertama kali berjangkit di Wuhan, Cina, pada September 2019, sudah ada 91 ribu orang di 64 negara yang terkena virus ini. Setidaknya 3.000 lebih orang di antaranya kemudian meninggal. Karena itu, meski tak boleh panik, pemerintah sebaiknya juga tidak meremehkan serangan virus corona ini.
Sayangnya, kini justru ada kesan bahwa pemerintah menggampangkan penanganan masalah pelik ini. Dalam dua pekan terakhir, banyak pejabat membuat pernyataan-pernyataan yang terkesan menganggap enteng wabah virus corona. Dari Menteri Terawan sampai Wakil Presiden Ma’ruf Amin sama-sama menawarkan solusi berdasarkan doa dan ibadah semata.
Ada juga pejabat lain yang menyatakan Indonesia bebas dari virus ini karena cuacanya yang tropis. Pernyataan-pernyataan menggelikan itu disusul dengan kebijakan membuka pintu-pintu wisata lewat diskon tiket penerbangan dan anggaran untuk buzzer (pendengung) guna menarik sebanyak mungkin turis. Ini justru membuat kepanikan warga makin menjadi.
Bahasa nonverbal Presiden Jokowi ketika mengumumkan kasus pasien positif virus corona juga tidak banyak membantu. Sambil duduk santai di sofa Istana Negara, bersebelahan dengan Menteri Terawan yang terus tersenyum, pengumuman Jokowi malah menguatkan kesan pemerintah tak serius menangani wabah corona.
Selain memperbaiki komunikasi publik yang terbukti tak efektif, pemerintah perlu terus mensosialisasi langkah-langkah antisipasi wabah ini. Semua pihak hendaknya menghentikan narasi-narasi tak perlu yang mengesankan kesombongan menghadapi wabah. Presiden harus berani menghentikan kebijakan yang terkesan lebih melindungi ekonomi ketimbang keselamatan publik.
Menteri Kesehatan sudah menegaskan cara kerja virus corona dan tingkat kematian pasien yang rendah. Namun cara Terawan memberi penjelasan kepada publik jelas perlu diperbaiki. Dia harus menekankan kesiagaan rumah sakit, kampanye pencegahan yang efektif, dan kolaborasi dengan pusat-pusat penelitian untuk menemukan vaksin serta pengobatan yang akurat dan efektif.
Pernyataan Terawan bahwa flu corona toh bisa sembuh dengan sendirinya adalah contoh narasi yang tidak tepat, karena menunjukkan antisipasi yang tak ilmiah. Langkah menghadapi wabah dengan komunikasi yang buruk dan mementingkan citra baik menunjukkan bahwa pemerintah tidak siap menanganinya.
Catatan:
Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 4 maret 2020