Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ramai-ramai Mencoreng Demokrasi

Oleh

image-gnews
Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mendengarkan mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin dalam konferensi pers menyusul deregistrasi sementara Parti Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM) di Petaling Jaya, dekat Kuala Lumpur, Malaysia 5 April 2018. [REUTERS / Lai Seng Sin]
Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mendengarkan mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin dalam konferensi pers menyusul deregistrasi sementara Parti Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM) di Petaling Jaya, dekat Kuala Lumpur, Malaysia 5 April 2018. [REUTERS / Lai Seng Sin]
Iklan

DEMOKRASI di Asia Tenggara sedang mengalami kemunduran. Malaysia, negeri yang masa depan politiknya dipandang cerah setelah kemenangan koalisi partai oposisi Pakatan Harapan dalam Pemilihan Umum 2018, kini terpuruk. Ini terjadi setelah Mahathir Mohamad, politikus veteran yang didukung koalisi oposisi, mundur sebagai perdana menteri.

Dua tahun lalu, Pakatan Harapan untuk pertama kalinya mengalahkan Barisan Nasional, koalisi partai pimpinan Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), yang berkuasa sejak negeri itu merdeka pada 1957. Inilah yang memunculkan optimisme bahwa demokrasi telah kembali ke negeri jiran. Namun optimisme itu berusia pendek: janji Mahathir menyerahkan kursi perdana menteri kepada pemimpin Partai Keadilan Rakyat, Anwar Ibrahim, ternyata cuma pepesan kosong. Belakangan, partai Mahathir, Partai Pribumi Bersatu Malaysia, malah keluar dari koalisi Pakatan Harapan dan berencana merapat ke UMNO.

Laporan tahunan Freedom House-organisasi independen di Amerika Serikat yang memantau kebebasan dan demokrasi dunia-menunjukkan bahwa kemunduran demokrasi terjadi di seluruh dunia dalam 13 tahun terakhir. Selama 1988-2005, jumlah negara yang tergolong tak bebas berkurang (dari 37 ke 23 persen), sedangkan yang bebas bertambah (dari 36 ke 46 persen). Namun keadaan berbalik pada 2005-2018: jumlah negara yang tak bebas malah bertambah menjadi 26 persen dan yang bebas berkurang menjadi 44 persen.

Demokrasi di beberapa negara Asia Tenggara melemahdalam beberapa tahun terakhir. Setelah kudeta militer pada 2014, politik Thailand belum menunjukkan tanda-tanda perubahan hingga kini. Di Filipina, Rodrigo Duterte terus menjalankan perang melawan narkotik, yang menewaskan ribuan warga sipil, sejak menjadi Wali Kota Davao pada 2013. Keadaan ini berlanjut ketika Duterte terpilih menjabat presiden pada 2016.

Iklim politik Kamboja juga suram. Hun Sen, yang memegang kursi perdana menteri sejak 1985, enggan menyerahkan kekuasaannya kepada siapa pun. Dia bahkan membubarkan partai-partai oposisi, menangkap tokoh perlawanan, dan membungkam media massa.

Baca Juga:

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bahkan kemenangan Aung San Suu Kyi dan partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi, dalam Pemilu 2015 tak mengubah Myanmar. Junta militer memang melonggarkan tekanan terhadap Suu Kyi, yang berstatus tahanan rumah sejak 1989. Namun harapan bagi pulihnya demokrasi punah ketika militer menyerbu Negara Bagian Rakhine dan memaksa 800 ribu muslim Rohingya mengungsi ke Bangladesh. Tim penyelidik Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut aksi militer ini sebagai pembersihan etnis, tapi Suu Kyi malah membela langkah militer tersebut.

Demokrasi juga mundur di Indonesia. Ini tecermin dari skor kebebasan oleh Freedom House yang mengukur kebebasan sipil dan hak politik rakyat. Selama 2016-2017, skor kebebasan Indonesia berada pada angka 65 (1 paling tak bebas dan 100 paling bebas). Angka itu turun menjadi 64 pada 2018 dan turun lagi menjadi 62 pada 2019. Fakta ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang separuh bebas.

Demokrasi Indonesia makin mundur setelah pemerintah Presiden Joko Widodo merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Keadaan makin runyam ketika pemerintah mengajukan rancangan Undang-Undang Cipta Kerja lewat omnibus law. Berniat memuluskan investasi asing, pemerintah justru menerabas segala hal, termasuk keselamatan lingkungan dan hierarki hukum. Dipilih rakyat secara demokratis lewat dua kali pemilu, Jokowi justru mengkhianati kepercayaan publik. Seperti pemimpin negara tetangga di Asia Tenggara, Jokowi telah memberikan cemar bagi demokrasi di Indonesia.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.