Keputusan pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp 72 miliar bagi para influencer mesti diawasi dengan ekstra-ketat. Sebab, banyak yang belum terang seputar pelibatan para influencer ini dalam menyokong program pemerintah, dari penunjukan hingga efektivitas kerja mereka yang tak bisa diukur secara konkret. Harus diingat bahwa setiap sen dana yang dikeluarkan dari anggaran negara harus dipertanggungjawabkan, karena itu uang rakyat.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan dana Rp 72 miliaryang diambilkan dari APBN 2020 itu merupakan bagian dari insentif pemerintah untuk sektor pariwisata. Tujuannya adalah menangkal dampak infeksi virus coronaterhadap ekonomi domestik. Selain kepada para influencer, pemerintah menganggarkan Rp 103 miliar untuk promosi dan Rp 25 miliar di pos kegiatan pariwisata. Total dana tambahan khusus di sektor ini mencapai Rp 298 miliar. Dana itu akan dikucurkan mulai Maret mendatang.
Penggunaan influencer untuk tujuan pemasaran di dunia maya memang sudah jamak dilakukan. Mereka ini adalah para pegiat media sosial dengan pengikut sangat banyak. Kerja mereka adalah memberikan endorsement atas sesuatu, baik berupa produk maupun program, agar mempengaruhi para pengikutnya. Masalahnya, siapakah para influencer yang akan menerima gelontoran miliaran rupiah itu? Apakah para pendengung politik atau kalangan profesional yang kredibel?
Pemerintah dituntut melakukan proses yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan dalam memilih para influencer. Sebab, menggunakan influencer yang tepat bakal berdampak positif pada kampanye program. Banyak contoh para influencer di dunia bisnis, entah selebgram muda atau figur populer, sangat efektif mendongkrak penjualan produk. Publik menerima endorsement mereka karena sosok yang bersangkutan adalah idola atau panutan. Pemerintah wajib menggunakan influencer semacam ini untuk kampanye pariwisata. Hal itu bisa terwujud jika ada transparansi tender, minimal beauty contest, dalam memilih influencer.
Akan menjadi masalah serius jika program ini hanya sebagai proyek balas budi kepada para pendengung politik yang berjasa dalam pemilihan presiden lalu. Sebab, pendengung politik hadir tidak dalam wajah yang jelas di lingkungan publik. Hal ini akan menimbulkan problem etik seputar keterlibatan mereka dalam program pemerintah, sekaligus muncul keraguan akan efektivitas kerjanya.
Perlunya indikator keberhasilan juga merupakan hal yang mutlak dalam program ini. Justru karena kita paham bahwa wabah virus corona telah berdampak pada perlambatan ekonomi nasional. Infeksi terhadap ekonomi itu terlihat sejak Januari 2020 ketika terjadi perlambatan penerimaan perpajakan hingga kepabeanan dan cukai. Stimulus di sektor pariwisata ini bisa ikut mendorong ekonomi sepanjang dilakukan dengan proper. Salah satunya dengan menetapkan ukuran keberhasilan bagi kerja para influencer itu.
Kalau pemerintah jitu memilih influencer, menyusun program dengan target jelas, khalayak akan tahu ini bukan sekadar program bakar duit. Kita pun bisa melihatnya sebagai kemajuan cara berpikir sesuai dengan perkembangan zaman.
Catatan:
Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 27 febuari 2020