Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Andre Rosiade harus segera dijatuhi sanksi etik berat dari Mahkamah Kehormatan DPR. Pengurus Pusat Partai Gerindra juga harus secepatnya menarik Andre dari kursinya di Senayan. Kalau tidak, wajah DPR yang sudah kusam bakal kian tercoreng oleh polah Andre yang misoginistik dan melanggar hak asasi manusia.
Semua bermula dari Hotel Kyriad Bumiminang di Kota Padang, Sumatera Barat, pada Ahad, 26 Januari lalu. Dengan dalih menindaklanjuti kegelisahan konstituennya seputar kemaksiatan yang merajalela di Padang, Andre menjebak seorang pekerja seks untuk melayani anak buahnya. Politikus Partai Gerindra itu diduga menyiapkan kamar, memesan layanan seks melalui sebuah aplikasi di telepon pintar, dan menyediakan semua biayanya.
Setelah transaksi rampung, Andre lantas menggerebek kamar hotel itu dan menangkap si perempuan yang bahkan belum sempat berpakaian lengkap. Tak datang sendirian, Andre merangsek masuk hotel bersama aparat tim cyber Kepolisian Daerah Sumatera Barat dan belasan wartawan.
Tindakan Andre itu sungguh keliru dalam berbagai level. Hukum acara pidana (KUHAP) kita tidak mengenal operasi penjebakan untuk membongkar tindak kriminal biasa. Dengan kata lain, penggerebekan yang digagas Andre tak punya dasar hukum. Hukum Indonesia hanya mengatur soal penyamaran untuk membongkar kejahatan terorganisasi dan lintas negara karena narkotik, seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Itu pun hanya boleh dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Selain itu, tindakan Andre merancang skenario penjebakan, dari pemesanan jasa pekerja seks dan kamar hotel hingga pelibatan polisi dalam penggerebekan, membuatnya layak disangka memicu sebuah tindak kriminal. Tanpa peran aktif Andre, tindak pidana yang disangkakan kepada sang pekerja seks tak bakal terjadi. Polisi bisa menangkap Andre dan menyatakannya sebagai tersangka yang turut terlibat dalam prostitusi.
Ketiga, sesuai dengan KUHP dan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang, pekerja seks yang merupakan korban perdagangan manusia tidak bisa dipidana untuk keterlibatannya dalam transaksi seks. Hanya muncikari atau germo mereka yang bisa dijerat hukum, bukan si perempuan. Karena itu, tindakan Andre menyeret pekerja seks yang dipesannya sendiri ke penjara tidak sah secara hukum. Dia malah tidak mengejar muncikari yang ada di balik jejaring prostitusi online yang hendak dibongkarnya.
Yang juga sungguh lancung dan menghina akal sehat adalah tindakan Andre membiarkan anak buahnya memakai jasa si pekerja seks, sebelum digerebek dan dipermalukan di media massa. Jika memang sejak awal niat Andre adalah membuktikan ada praktik prostitusi di Padang, tentu tak perlu si korban digauli terlebih dulu. Kelakuan tim Andre itu sungguh tak beradab dan melecehkan martabat korban.
Polisi perlu menghentikan pengusutan kasus ini. Penangguhan penahanan sang pekerja seks sudah tepat, tapi belum cukup. Penetapan status tersangka terhadap perempuan berusia 26 tahun itu kudu segera dicabut. Keberadaannya di balik terali besi bisa digantikan oleh Andre dan anak buahnya.
Catatan:
Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 11 Febuari 2020