Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mudarat Sistem Kuota Impor

Oleh

image-gnews
Sekarung bawang putih yang diimpor dari Cina di Pasar Kramat Jati, Jakarta, Kamis, 6 Februari 2020. Bawang putih yang ada di pasaran merupakan stok lama sebelum pembatasan impor. Tempo/Tony Hartawan
Sekarung bawang putih yang diimpor dari Cina di Pasar Kramat Jati, Jakarta, Kamis, 6 Februari 2020. Bawang putih yang ada di pasaran merupakan stok lama sebelum pembatasan impor. Tempo/Tony Hartawan
Iklan

TEMUAN Tempo dalam investigasi impor bawang putih membuktikan sistem kuota impor komoditas tak layak diteruskan. Sistem ini membuka peluang korupsi dan menjadi bancakan para pemburu rente. Ujung-ujungnya yang rugi adalah konsumen dan orang banyak. Dengan sistem kuota, komoditas impor dikuasai segelintir orang yang bisa menimbun dan menggelontorkannya ke pasar sesuka hati.

Kekeliruan ini berawal dari kesalahan konsep yang mendasar. Pada 2017, ketika Menteri Pertanian dijabat Amran Sulaiman, pemerintah mencanangkan swasembada untuk semua jenis pangan strategis: dari gula, bawang putih, hingga kedelai. Angan-angan muskil itu hendak diwujudkan dengan strategi yang kontraproduktif: melibatkan para pengusaha sebagai importir sekaligus petani.

Baca Juga:

Sejak itulah para pengusaha didorong menanam komoditas dengan iming-iming mendapatkan kuota impor selama produksi dalam negeri belum menutup jumlah konsumsi. Setiap tahun, Indonesia membutuhkan rata-rata 500 ribu ton bawang putih karena produksi lokal hanya tersedia 4 persen. Bawang putih adalah tanaman subtropis yang susah tumbuh di iklim tropis Indonesia.

Menteri Amran menetapkan swasembada kudu tercapai pada 2021. Selama empat tahun, para importir dikenai wajib tanam seluas 5 persen dari kuota impor yang mereka ajukan dikali produktivitas lahan yang ditetapkan 6 ton per hektare. Karena tak punya lahan, para importir diizinkan menggandeng petani untuk menanam bawang putih di lahan yang mereka punya.

Dari cara ini saja sudah terlihat peluang akal-akalan. Para importir tentu tak akan peduli bawang yang mereka tanam tumbuh atau puso karena motif mereka sekadar mendapatkan kuota impor demi memperoleh untung sebesar mungkin. Perhitungan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan menyebutkan keuntungan mengimpor bawang dari Cina pada 2018 sebesar Rp 8,4 triliun.

Hitung-hitungannya sederhana. Satu kilogram bawang putih di Cina mereka beli Rp 7.200, lalu dijual di Indonesia Rp 26.600. Margin besar itu adalah angka minimal ketika harga bawang di dalam negeri sedang normal. Untung makin berlipat ketika harganya naik akibat pasokannya seret, seperti terjadi sejak awal Januari 2020 yang membuat harga bawang tembus Rp 46 ribu.

Dengan margin rata-rata Rp 20 ribu saja pengusaha yang mendapatkan kuota mengimpor 10 ribu ton bawang akan memperoleh untung Rp 200 miliar. Iming-iming keuntungan luar biasa besar membuat peluang korupsi pun muncul. Sejumlah importir mengaku diminta menyetor Rp 1.500-3.000 per kilogram bawang yang mereka impor untuk mendapatkan surat persetujuan impor dari Menteri Perdagangan sebelumnya, Enggartiasto Lukita.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di lapangan, wajib tanam juga tak mulus. Kementerian Pertanian mencatat hampir separuh importir, dari 75-85 perusahaan per tahun, gagal memenuhi kewajiban menanam bawang. Bagi mereka yang gagal, Kementerian mencoret nama perusahaannya dari daftar calon penerima kuota tahun berikutnya. Nyatanya, sanksi itu bisa diakali importir dengan cara mengganti nama perusahaan. Korupsi dan pengawasan yang payah membuat siasat itu seolah-olah tak bisa dideteksi.

Walhasil, swasembada bawang putih gagal, bancakan pemburu rente tetap berjalan. Dalam rapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat pada 20 Januari 2020, para importir bawang putih berterus terang tak sanggup membudidayakan komoditas ini. Selain mereka tak punya pengalaman bertani, bawang putih kurang cocok ditanam di suhu tropis Indonesia.

Dari kejadian ini, seharusnya pemerintah sadar swasembada komoditas yang tak cocok dengan iklim Indonesia hanya mendatangkan mudarat. Membagi impor dengan sistem kuota tak kalah mudarat karena menciptakan state capture corruption, korupsi yang diberi jalan oleh kebijakan melalui aturan.

Pemerintah Indonesia tak perlu mengejar ilusi swasembada untuk komoditas-komoditas yang tak bisa ditanam di Indonesia. Impor bukan aib. Sepanjang dibuka sesuai dengan kebutuhan, berdasarkan mekanisme pasar yang sehat, impor tak perlu membuat alergi. Pengusaha akan berhitung sendiri jumlah bawang yang mereka datangkan, disesuaikan dengan permintaan dan kemampuan pasar. Pemerintah hanya perlu mengawasi produknya agar tak membahayakan ketika dikonsumsi.

Sumber daya pemerintah sebaiknya dipakai untuk berfokus menggarap sektor unggulan pertanian kita. Banyak komoditas pangan yang bisa dibudidayakan untuk ekspor ke pasar internasional. Sementara itu, kebutuhan pangan dalam negeri bisa dipenuhi dengan kombinasi impor dan hasil produksi sendiri.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


18 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

24 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.