Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Tokoh Agama Tak Perlu UU Perlindungan

image-profil

Tempo.co

Editorial

image-gnews
Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyampaikan keterangan usai pertemuan dengan tokoh lintas agama di rumah dinasnya, di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa malam, 26 November 2019. Dalam pertemuan ini, Ma'ruf meminta agar majelis di tiap agama mengintensifkan kegiatan untuk menjaga kerukunan dan persatuan bangsa. TEMPO/Egi Adyatama
Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyampaikan keterangan usai pertemuan dengan tokoh lintas agama di rumah dinasnya, di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa malam, 26 November 2019. Dalam pertemuan ini, Ma'ruf meminta agar majelis di tiap agama mengintensifkan kegiatan untuk menjaga kerukunan dan persatuan bangsa. TEMPO/Egi Adyatama
Iklan

Masuknya Rancangan Undang-Undang Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 tidak dilandasi alasan yang kukuh dan tepat. Dilihat dari berbagai sudut pandang, RUU tersebut tidak memiliki urgensi apa pun untuk dibahas dan diteruskan menjadi sebuah undang-undang. Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah harus membatalkan pembahasan mengenai RUU ini.

RUU ini merupakan satu dari 50 rancangan undang-undang yang disetujui Badan Legislasi untuk masuk dalam Prolegnas. Alasan utama penyusunan rancangan ini adalah bahwa ulama harus dilindungi dari ancaman persekusi dan kriminalisasi saat menyampaikan ajaran agama. Jadi, ini semacam hak imunitas yang dimiliki anggota Dewan saat bertugas.

Alasan tersebut sangat mengada-ada. Sebab, bukan hanya ulama, setiap warga negara Indonesia juga harus dilindungi dari ancaman-ancaman serupa, apa pun latar belakang dan status sosialnya. Kedudukan ulama sama belaka di hadapan hukum dengan anggota masyarakat lainnya. Memaksakan harus ada aturan soal ini merupakan ide yang ganjil dan secara mendasar bertentangan dengan salah satu prinsip negara hukum, yakni persamaan di depan hukum (equality before the law).

Lagi pula, soal kriminalisasi terhadap ulama selama ini hanyalah klaim sepihak. Sederet nama yang ditunjukkan telah mengalami kriminalisasi, faktanya, memang bermasalah dengan hukum. Sedangkan soal persekusi, KUHP menyediakan sekian pasal pidana yang dapat menjerat pelaku aksi tersebut. Dari pasal-pasal yang terkait dengan perbuatan tidak menyenangkan (ancaman hukuman 1 tahun penjara) hingga merampas kemerdekaan seseorang dengan ancaman hukuman 8 tahun kurungan.

Pendeknya, soal kriminalisasi ulama itu lebih terasa isu elitis dan politis karena di mana-mana para pendakwah saat ini masih bebas melakukan kegiatan kerohanian dan mensyiarkan ajaran agama. Isu itu pun hanya muncul saat riuh-rendah masa pemilihan presiden lalu, dan kini tak terdengar lagi. Saat itu terjadi komodifikasi agama untuk kepentingan politik.

Bisa diperkirakan, jika aturan ini diberlakukan, justru serangkaian persoalan akan muncul. Salah satunya, aturan ini rawan dijadikan komoditas politik dan tunggangan untuk menguatkan politik identitas. Atas nama hak perlindungan, misalnya, para tokoh agama bebas bicara di mimbar demi memperjuangkan tujuan politik pribadi atau kelompok. Ajaran-ajaran tentang iman yang menjangkau jauh untuk keselamatan ukhrawi bisa ditelikung demi tujuan duniawi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Para tokoh agama, atau siapa pun yang menahbiskan diri sebagai tokoh agama, juga akan menjadi kebal hukum saat bicara di atas podium. Mereka bisa bicara apa saja, termasuk menyinggung, bahkan menyerang, keyakinan kelompok umat lain, dan tentu ini berpotensi merusak keharmonisan masyarakat.

Undang-undang ini tidak diperlukan dan terkesan sangat mengada-ada. Tokoh agama di Indonesia bukanlah kelompok sosial yang rentan, seperti anak-anak, penyandang disabilitas, ataupun kaum migran. Mereka justru menempati posisi sosial kuat dalam masyarakat. Sebagai agamawan, mereka juga telah memasrahkan diri pada spiritualitas dan perlindungan Ilahi, bukan mengandalkan perlindungan jasmani dari negara.

Catatan:

Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 21 Januari 2020

 
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

2 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

23 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


25 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

31 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

35 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

51 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

51 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.