Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Datang ASABRI Setelah Jiwasraya

Oleh

image-gnews
Aktivitas pelayanan nasabah PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) di Jakarta, Rabu, 15 Januari 2020. PT ASABRI (Persero) bertugas menunjang upaya meningkatkan kesejahteraan Prajurit TNI, Anggota Polri dan PNS Kemhan/Polri beserta keluarganya. Tempo/Tony Hartawan
Aktivitas pelayanan nasabah PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) di Jakarta, Rabu, 15 Januari 2020. PT ASABRI (Persero) bertugas menunjang upaya meningkatkan kesejahteraan Prajurit TNI, Anggota Polri dan PNS Kemhan/Polri beserta keluarganya. Tempo/Tony Hartawan
Iklan

KEBOBROKAN nyata tecermin pada fakta ini: dua perusahaan asuransi pelat merah, dua pembobolan bernilai jumbo, tapi pelakunya sama. Perusahaan pertama, PT Jiwasraya, dijebol hingga Rp 13,7 triliun-setara dengan setidaknya dua kali anggaran belanja Provinsi Yogyakarta. Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan taipan Benny Tjokrosaputro dan empat orang lain sebagai tersangka. Belum jauh penyidikan kasus Jiwasraya, muncul skandal kedua, yakni penggarongan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) atau Asabri. Benny pun kembali disebut-sebut.

Identik dengan perkara korupsi Jiwasraya, pembobolan Asabri berkaitan dengan penempatan dana pada aset-aset busuk. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan menemukan kejanggalan dalam penempatan dana investasi tahun 2015 dan semester pertama 2016. Ada 15 temuan. Salah satunya pembelian saham PT Harvest Time, perusahaan milik Benny. Asabri tidak pernah mendapat saham yang dijanjikan senilai Rp 802 miliar karena sudah dijual ke pihak lain.

Ombudsman menaksir kerugian akibat pembelian saham-saham buruk oleh Asabri hingga akhir tahun lalu mencapai Rp 10 triliun. Versi lain menyebutkan potensi kerugian Asabri mencapai Rp 16 triliun. Ombudsman juga memberikan catatan mengenai aturan yang ditabrak manajemen Asabri. Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3 Tahun 2015, disebutkan bahwa perusahaan asuransi yang juga menanggung dana pensiun seperti Asabri hanya boleh mengoleksi aset efek yang memenuhi syarat investment grade atau layak investasi. Artinya, penempatan dana hanya boleh pada saham-saham papan atas (blue chip) yang likuid dan kuat fundamentalnya. Namun saham koleksi Asabri yang memenuhi kriteria itu hanya 12 persen. Selebihnya masuk kategori saham kelas dua dan berpotensi merugikan.

Manajemen perusahaan semestinya paham soal risiko membeli saham-saham kelas dua atau "gorengan". Saham ini nilainya naik-turun akibat aksi spekulasi sebagian pelaku pasar. Terlebih kinerja emiten atau perusahaan penerbit saham itu tidak bagus dan tak memiliki jaminan aset (underlying) yang wajar. Patut diduga bahwa saham-saham ini sengaja dibeli lantaran ada pialang yang menjanjikan komisi kepada pejabat yang berwenang menempatkan dana investasi. Bukan kebetulan, dalam dua tahun terakhir, Asabri tidak mempublikasikan laporan keuangannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sungguh aneh pembobolan itu lolos dari pengawasan komisaris dan pemegang saham-yakni negara, yang diwakili Kementerian Badan Usaha Milik Negara-juga Komisaris Asabri tidak mendeteksi keganjilan di perusahaan yang menampung duit prajurit itu. Tak ada pilihan lain, Kejaksaan Agung perlu segera mengusut pembobolan Asabri ini, paralel dengan penyidikan perkara korupsi di Jiwasraya. Pengusutan dua skandal bernilai jumbo ini perlu dilakukan serentak karena melibatkan pelaku dan kelompok yang banyak irisannya.

Pada saat yang sama, kumpulan keringat tentara itu perlu diselamatkan. Kementerian BUMN juga perlu mereformasi Asabri karena bukan hanya sekali ini perusahaan itu terbelit perkara. Pada 2008, mantan Direktur Utama Asabri, Subarda Midjaja, dan pengusaha Henry Leo dihukum karena menyelewengkan dana asuransi dan perumahan prajurit senilai Rp 410 miliar. Agar dananya tak digarong lagi, Asabri membutuhkan sosok profesional dan bersih untuk memimpinnya. Anggota Tentara Nasional Indonesia semestinya melepas pengelolaan Asabri kepada manajer atau ahli keuangan yang mumpuni.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 jam lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

21 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


22 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

29 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

33 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

48 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

49 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.