Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Gagal Total KPK Jokowi

Oleh

image-gnews
Koordinator Tim Hukum DPP PDIP I Wayan Sudirta (kanan) berjalan menuju ruang pengaduan masyarakat setibanya di gedung KPK, Jakarta, Kamis, 16 Januari 2020. ANTARA/Dhemas Reviyanto
Koordinator Tim Hukum DPP PDIP I Wayan Sudirta (kanan) berjalan menuju ruang pengaduan masyarakat setibanya di gedung KPK, Jakarta, Kamis, 16 Januari 2020. ANTARA/Dhemas Reviyanto
Iklan

ANDAI kata Presiden Joko Widodo bersama Dewan Perwakilan Rakyat tidak menumpulkan ujung tombak pemberantasan korupsi, drama memalukan ini tak akan terjadi. Tidak cuma gagal menyegel kantor Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, tim Komisi Pemberantasan Korupsi juga kesulitan menangkap petinggi partai penguasa yang diduga terlibat kasus suap.

KPK, yang selama ini digdaya, terbukti menjadi tidak berdaya setelah wewenang penyidik dipereteli dan independensinya digerogoti lewat revisi undang-undang. Tim komisi antikorupsi dihambat saat berupaya membongkar dugaan suap petinggi PDIP kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan. Padahal Wahyu telah dicokok lewat operasi tangkap tangan pada 8 Januari lalu. Ia diduga menerima suap ratusan juta rupiah terkait dengan pergantian antarwaktu anggota DPR yang diajukan PDIP.

Skandal ini tidak boleh dianggap sepele. Jangan dilihat dari besarnya uang suap, tapi tengoklah dua institusi penting yang terseret: KPU dan partai politik pemenang pemilu. Tanpa pengusutan tuntas, dua institusi demokrasi tersebut akan kehilangan kepercayaan publik. Wajar bila penyidik KPK yang masih berintegritas berkeras membongkar tuntas permainan lancung yang merusak mekanisme demokrasi itu.

Ikhtiar membongkar suap itu sewajarnya berjalan mulus lantaran tim KPK telah menangkap perantara suap dan menyita uang dolar Singapura senilai Rp 400 juta plus sebuah buku rekening. Besel ini disiapkan buat Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Suap itu diduga dilakukan untuk melicinkan pengajuan calon anggota legislatif, Harun Masiku, sebagai pengganti Nazarudin Kiemas, calon anggota Dewan dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I yang meninggal. PDIP tampak ngotot menyodorkan nama Harun kendati perolehan suaranya lebih rendah dibanding pesaingnya.

Akhirnya KPU tetap menolak mengesahkan Harun sebagai anggota DPR. Tim KPK, yang sebelumnya mencium adanya permainan kotor, pun bergerak. Harun rupanya tidak menyuap langsung Wahyu Setiawan, tapi lewat salah satu anggota staf Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Proses pengajuan penggantian anggota Dewan memang harus melalui pengurus partai. Itu sebabnya tim KPK tidak cuma memburu Harun, tapi juga berusaha menjerat Hasto.

Baca Juga:

Upaya membongkar skandal itu menghadapi kendala di lapangan sehingga tim KPK tidak bisa menjangkau Hasto. Harun pun hingga kini masih buron. Anehnya, pimpinan KPK juga tak segera meminta Dewan Pengawas mengeluarkan surat penggeledahan, sehingga pengusutan jadi tersendat. Sikap kalangan PDIP yang tidak kooperatif juga memperburuk situasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

KPK kini diyakini gagal membongkar kasus suap-sebuah "prestasi" gemilang pemerintah Jokowi yang tak ingin memiliki lembaga antikorupsi yang trengginas. Perlu dicatat bahwa penyelidikan kasus suap Komisioner KPU sudah dimulai saat KPK belum dikebiri. Begitu pula operasi tangkap tangan terhadap Bupati Sidoarjo Saiful Ilah pada awal Januari lalu. Kasus Saiful yang menerima suap dari kontraktor proyek Dinas Pekerjaan Umum itu mulai diselidiki saat komisi antikorupsi masih kuat.

Tumpulnya KPK Jokowi akan menyebabkan perang terhadap korupsi berjalan lamban, bahkan bisa terhenti sama sekali. Asumsi Presiden terbukti keliru ketika mengatakan KPK yang mengutamakan penindakan akan mengganggu pembangunan karena membuat pejabat takut mengambil keputusan. Ambruknya kepercayaan publik kepada KPK dan partai politik akan melahirkan apatisme publik-efek tak langsung dari tak tuntasnya penanganan suap KPU. Salah besar jika Jokowi ingin menekankan aspek pencegahan korupsi. Cara ini sudah terbukti gagal ketika dipraktikkan di zaman Orde Baru lewat mekanisme pengawasan atasan dan lembaga. Resep itu hanya akan menyembunyikan, bahkan menyuburkan korupsi, bukan memberantasnya.

Hampir semua partai pernah menjadi obyek penindakan KPK. Komisi antikorupsi pernah menangkap ketua umum dan bendahara umum Partai Demokrat, yang ketika itu merupakan penyokong utama pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono. KPK juga biasa menangkap menteri dan Ketua DPR. Sulit membayangkan semua itu bisa terulang.

Penegakan hukum yang adil dan pemberantasan korupsi tiada henti merupakan prasyarat untuk mewujudkan negara demokrasi yang berkeadilan. Melupakan hal ini, dan semata-mata mengejar kemajuan ekonomi, sungguh berbahaya. Kue pembangunan hanya akan dinikmati elite politik dan para pemburu rente jika korupsi dibiarkan merajalela.

Terhambatnya pengungkapan kasus suap politikus PDIP merupakan pertanda awal dari mimpi buruk itu. Iktikad baik untuk membenahi negara begitu mudah dikalahkan. Suramnya masa depan republik ini sudah bisa dibayangkan bila tak ada keajaiban atau perubahan sikap pemimpin.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

3 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


25 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

32 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.