Pemerintah perlu mengantisipasi dampak konflik antara Amerika Serikat dan Iran. Kendati pertikaian mulai sedikit reda, situasi masih belum stabil. Dampaknya bagi perekonomian dunia, terutama harga minyak, pun sudah terasa.
Awal pekan ini, harga minyak Brent untuk kontrak Maret 2020 naik 2,14 persen ke level US$ 70,07 per barel. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020, harga minyak dipatok pada angka US$ 65 per barel. Walau harga minyak dunia masih akan berfluktuasi, pemerintah tetap perlu mengantisipasi lonjakan mendadak.
Konkretnya, langkah mitigasi bisa dilakukan dengan efisiensi penggunaan minyak dalam negeri dan menjaga stok bahan bakar minyak. Pemerintah perlu juga mencari pasokan baru minyak bumi selain dari Timur Tengah, misalnya dari Afrika dan Rusia.
Begitu pula dengan kurs rupiah, yang pada awal pekan sempat melemah terhadap dolar Amerika hingga menyentuh angka 14 ribu per dolar. Kemarin, rupiah sudah mulai menguat lagi ke angka 13.854 per dolar Amerika.
Dampak ekonomi seperti itu selalu terjadi ketika konflik di Timur Tengah memanas. Negara kita pun terkena imbas ketika terjadi Perang Teluk pada 1990-1991, Perang Irak (2003-2011), dan Arab Spring (2010-2012). Satu titik sentral yang harus diperhatikan di kawasan ini adalah Teluk Persia. Inilah urat nadi pengiriman minyak dunia. Setiap hari kapal-kapal tanker wara-wiri di teluk ini mengangkut 18 juta barel atau 30 persen pasokan minyak mentah dunia.
Jika Iran sampai menutup Selat Hormuz-satu-satunya jalan untuk keluar dari Teluk Persia-negara-negara Asia harus mencari pasokan alternatif. Selama ini negara-negara Timur Tengah memproduksi sepertiga dari total minyak bumi dunia. Iran di posisi kedua, yakni 4,7 juta barel per hari, setelah Arab Saudi dengan produksi 12,3 juta barel per hari.
Pemerintah semestinya pula mengutuk keras sikap Amerika Serikat yang memicu krisis ekonomi dan politik dunia. Amerika telah membunuh Mayor Jenderal Qasim Solaemani lewat serangan udara. Serangan brutal ini menyebabkan Iran marah, lalu membalasnya dengan meluncurkan rudal ke pangkalan militer Amerika di Irak. Pembalasan itu tidak menimbulkan korban jiwa, hal yang menyebabkan Amerika sedikit melunak.
Menyikapi konflik itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah menghubungi Vietnam selaku Presiden Dewan Keamanan Perserikatan Banga-Bangsa. Ia meminta PBB meredam eskalasi konflik tersebut. Menteri Retno juga bertemu dengan Duta Besar Amerika Serikat dan Iran untuk meminta kedua negara menahan diri. Langkah seperti ini cukup bagus, tapi akan lebih afdal jika pemerintah mengecam secara terbuka sikap pemerintah Amerika.
Pertikaian Iran-Amerika masih berpotensi memanas lagi jika Iran tidak sepakat soal sanksi ekonomi tambahan yang akan diberikan Amerika setelah konfrontasi tersebut. Itulah yang perlu diantisipasi pemerintah, terutama dampaknya bagi perekonomian kita.
Catatan:
Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 10 Januari 2020