Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jenderal Soleimani dan Opsi Perang Amerika-Iran

image-profil

image-gnews
Anggota Garda Revolusi Iran memegang foto almarhum Mayor Jenderal Iran Qassem Soleimani, selama protes menentang pembunuhan Soleimani, kepala Pasukan elit Quds, dan komandan milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis, yang tewas dalam serangan udara di Baghdad bandara, di depan kantor PBB di Teheran, Iran 3 Januari 2020. Soleimani, seorang jenderal berusia 62 tahun yang mengepalai pasukan elit Quds, dianggap sebagai sosok paling kuat kedua di Iran setelah Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei. [WANA (Kantor Berita Asia Barat) / Nazanin Tabatabaee via REUTERS]
Anggota Garda Revolusi Iran memegang foto almarhum Mayor Jenderal Iran Qassem Soleimani, selama protes menentang pembunuhan Soleimani, kepala Pasukan elit Quds, dan komandan milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis, yang tewas dalam serangan udara di Baghdad bandara, di depan kantor PBB di Teheran, Iran 3 Januari 2020. Soleimani, seorang jenderal berusia 62 tahun yang mengepalai pasukan elit Quds, dianggap sebagai sosok paling kuat kedua di Iran setelah Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei. [WANA (Kantor Berita Asia Barat) / Nazanin Tabatabaee via REUTERS]
Iklan

Ibnu Burdah
Pemerhati Timur Tengah dan Dunia Islam UIN Sunan Kalijaga

Para pemimpin dan publik Iran geram atas pembunuhan jenderal kebanggaan mereka, Qassem Soleimani. Pemimpin tertinggi negeri itu, Ayatullah Ali Khamenei, menyatakan Iran akan membalas dengan keras aksi brutal di bandar udara Bagdad tersebut. Kemarahan pemimpin spiritual Iran ini sepertinya mencerminkan kemarahan luas masyarakat Syiah di Timur Tengah, bahkan dunia.

Baca Juga:

Sebagaimana luas tersiar, Jenderal Soleimani, pemimpin Brigade Al-Quds dalam Garda Revolusi Iran, terbunuh oleh serangan rudal tak lama setelah pesawatnya mendarat di Bagdad. Pemerintah Amerika Serikat mengakui bahwa aksi itu dilakukan atas perintah Presiden Donald Trump. Trump bahkan mengibarkan bendera Amerika di akun Twitter-nya sebagai pernyataan kemenangan. Pentagon menyebut Soleimani sebagai orang yang bertanggung jawab atas terbunuhnya ratusan tentara Amerika dan sekutunya serta ribuan orang lain yang terluka.

Soleimani memang merupakan seorang kombatan sejati yang dielu-elukan di Iran. Sejarah penyebaran pengaruh Iran di kawasan serta solidnya kekuatan poros Syiah di Timur Tengah dalam konflik Suriah, Yaman, Irak, dan lainnya tak lepas dari tangan dingin tokoh yang selama hidupnya berada di garis depan perang ini. Bagi musuh-musuh Iran, tokoh ini jelas dianggap sebagai monster pembunuh yang menebar kematian di mana-mana. Ia memang aktif di hampir semua front perang di luar negeri yang melibatkan Iran. Ia merupakan simbol sekaligus kunci penting yang menghubungkan Teheran dengan poros-poros sekutunya di berbagai kawasan.

Apakah pembunuhan sang jenderal akan mendorong Iran mendeklarasikan perang terhadap Amerika? Apakah Iran memiliki kapasitas untuk berhadapan dengan Amerika, yang memiliki banyak pangkalan militer dan sekutu di Timur Tengah?

Iran memiliki cukup kapasitas untuk mengganggu kepentingan Amerika dan sekutunya di kawasan. Mereka juga memiliki jutaan milisi yang tersebar di berbagai negara. Jika Iran mengobarkan perang melawan Amerika dan sekutunya, ada kemungkinan perang itu berlangsung tidak sebentar. Tapi, saya cukup yakin, Iran tak akan mengambil opsi perang terbuka dengan Amerika. Deklarasi perang melawan negara adidaya jelas memerlukan pertimbangan-pertimbangan sangat panjang dan kompleks. Risiko berhadapan langsung dengan Amerika terlalu besar untuk siapa pun, termasuk Iran. Apalagi pangkalan militer Amerika tersebar di sekitar wilayah Teluk Arab/Persia. Amerika dengan mudah dapat menggerakkan pasukan dalam jumlah besar untuk melakukan serangan ke wilayah Iran dalam hitungan menit. Apalagi kapal induk Amerika diberitakan masih berlayar tak jauh dari kawasan itu.

Ada dua kemungkinan yang lebih masuk akal bagi Iran untuk melakukan aksi balasan yang setimpal terhadap Amerika dan kepentingannya. Pertama, Iran akan melakukan serangan dengan target terbatas terhadap pasukan militer Amerika, sekutu, atau kepentingan keduanya. Misalnya, serangan terhadap ladang-ladang minyak Arab Saudi bagian timur atau negara Teluk lain yang jelas berada di wilayah sangat dekat dengan Iran. Iran punya kapasitas untuk melakukan itu semua dan diyakini pernah melakukannya dan berhasil.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pilihan lain, Iran akan menutup Selat Hormuz atau setidaknya mengganggunya. Jelas, produsen dan konsumen minyak, termasuk Amerika dan sekutunya, akan sangat terganggu oleh penutupan selat yang dilalui lebih dari 10 juta barel minyak mentah setiap hari itu. Sebagian besar minyak mentah itu merupakan sumber utama ekonomi negara sekutu Amerika, dan Amerika adalah salah satu konsumen utamanya.

Iran mungkin juga akan melakukan aksi balasan terhadap Israel, sekutu Amerika di kawasan. Tapi Amerika pasti tidak akan tinggal diam. Kapasitas militer Israel juga tak bisa dianggap enteng. Israel merupakan salah satu negara dengan industri militer tercanggih di dunia. Hanya, keuntungan Iran menyerang Israel adalah dari sisi heroiknya. Iran akan menjadi pahlawan dan menjadikan Israel sebagai musuh akan semakin menyatukan para pendukungnya.

Kedua, opsi yang juga mungkin diambil Iran adalah mengaktifkan kekuatan-kekuatan proksinya yang tersebar di berbagai negara di Timur Tengah. Qassem Soleimani adalah pahlawan dan pemimpin kekuatan-kekuatan proksi Iran di luar negeri. Kematian Soleimani dengan cara mengenaskan seperti ini jelas akan memompa semangat para kombatan dan milisi yang berkiblat ke Iran, seperti Hizbullah di Libanon, Hasy Syabiy di Irak, dan Houtsi di Yaman.

Kebetulan pula, semua kekuatan proksi Iran itu memiliki target sekutu Amerika yang sangat dekat, terutama Arab Saudi. Maka, negara yang paling ketar-ketir dengan situasi ini jelas Arab Saudi, di samping negara-negara Teluk kaya raya lain yang berada persis di halaman muka Iran, terutama Bahrain dan Uni Emirat Arab.

Iran jelas bersiap sejak dulu untuk menghadapi kemungkinan berperang melawan Amerika dan sekutunya di kawasan. Tapi kematian Jenderal Soleimani belum membuat negara itu mengambil opsi deklarasi perang melawan Amerika. Saya yakin, meskipun suasana berkabung dan marah meliputi seantero Iran, rezim negeri ini akan memilih tindakan rasional daripada menuruti emosi kemarahan.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


17 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

23 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.