Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pelajaran dari Uighur

Oleh

image-gnews
Massa dari Aliansi Peduli Muslim Uighur membawa poster dalam aksi solidaritas di depan Kedutaan Besar Republik Rakyat Cina di Kuningan, Jakarta, Jumat, 27 Desember 2019. Aksi tersebut digelar sebagai bentuk kepedulian terhadap muslim Uighur di Xinjiang, Cina. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Massa dari Aliansi Peduli Muslim Uighur membawa poster dalam aksi solidaritas di depan Kedutaan Besar Republik Rakyat Cina di Kuningan, Jakarta, Jumat, 27 Desember 2019. Aksi tersebut digelar sebagai bentuk kepedulian terhadap muslim Uighur di Xinjiang, Cina. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Iklan

JIKA ingin merespons dan memahami problem pelik yang dihadapi muslim Uighur di Tiongkok, kita sebaiknya menanggalkan kacamata agama. Tekanan Beijing atas suku Uighur terkait erat dengan sejarah panjang keberadaan etnis ini dan berkait-berkelindan dengan soal ekonomi, sosial, budaya, serta asal-usul mereka.

Masalah Uighur adalah masalah kemanusiaan yang berbenturan dengan watak pemerintahan Cina yang sentralistis. Suku Uighur mendiami wilayah otonom Provinsi Xinjiang di barat laut Tiongkok yang berbatasan dengan Mongolia di bagian timur, Rusia di utara, serta Kazakstan, Kirgizstan, Tajikistan, Afganistan, dan Kashmir di barat. Mereka mendiami wilayah itu sejak sekitar tahun 60 sebelum Masehi.

Baca Juga:

Suku ini merasa bukan bagian dari Cina karena nenek moyang mereka berasal dari Asia Tengah, terutama Turki. Karena itu, suku ini mencoba melepaskan diri dari Tiongkok setelah penaklukan klan-klan Mongol yang menguasai wilayah tersebut di zaman Dinasti Han, yang berkuasa selama empat abad hingga tahun 200 Masehi. Setelah penaklukan, Tiongkok membiarkan daerah ini sebagai wilayah tak bertuan hingga pembukaan Jalur Sutra.

Problem Uighur mirip dengan masalah Papua di Indonesia, yakni adanya perbedaan memahami sejarah dalam bingkai negara kesatuan. Keliru jika menyempitkan ketegangan di sana sebagai semata konflik berlatar agama. Sebab, meski bentrok dengan Uighur, Tiongkok berhubungan mesra dengan suku Hui, yang juga muslim Xinjiang. Masalah Uighur menjadi pelik sejak 1960 setelah adanya provokasi Gerakan Islam Turkistan Timur dan Partai Islam Turki. Belakangan, Al-Qaidah serta kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) juga mendompleng isu separatisme di sana.

Maka, dalam pandangan pemerintah Cina, apa yang mereka lakukan adalah mencegah perpecahan. Hanya, karena wataknya yang sentralistis, pendekatan yang dipakai Beijing tak memakai cara-cara demokratis yang menjadi ukuran negara-negara Barat. Pemerintah Cina mengakui ada kamp konsentrasi, yang disebut media-media luar sebagai kamp penghilangan etnis, yang berfungsi meredupkan semangat pemisahan etnis Uighur dan menjadikannya "satu Cina".

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Motif ekonomi memperkeruh problem pelik di sana. Seperti dilansir New York Times edisi 20 Desember 2014, ada 685 proyek perusahaan negara Cina di Xinjiang yang kaya akan cadangan gas, mineral, dan minyak. Pemerintah Cina mengakui kandungan minyak di provinsi ini mencapai 21 miliar ton atau seperempat cadangan minyak nasional negara itu. Belum lagi batu bara yang menyumbang 38 persen kebutuhan Cina.

Perang dagang membuat keadaan bertambah runyam. Negara-negara besar di sekitar Xinjiang tentu berkepentingan atas merdekanya Uighur karena mengincar potensi ekonomi yang besar ini. Maka, jika Indonesia hendak membantu muslim Uighur dengan cara damai, pengalaman kita menangani masalah Aceh bisa menjadi tawaran solusi. Mengajak dan mendorong muslim Hui berperan aktif menyelesaikan problem saudara mereka bisa menjadi cara terbaik menyelesaikan masalah Uighur.

Indonesia tak bisa berpangku tangan dalam problem ini. Sebagai anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, pemerintah perlu aktif menyelesaikan konflik semacam ini. Juga mengambil pelajaran berharga bahwa pendekatan keamanan, infrastruktur, dan propaganda tak bisa menyelesaikan konflik berlatar belakang sejarah. Pendekatan kemanusiaan harus dikedepankan, seperti yang semestinya dilakukan pemerintah terhadap Papua.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


19 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

25 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.