Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Setengah Hati Kebijakan Restorasi

Oleh

image-gnews
Warga dan sejumlah aktivis lingkungan menunjukkan area konservasi dan hutan lindung di Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapan, Kalimantan Barat, yang telah dijamah perusahaan perkebunan sawit.
Warga dan sejumlah aktivis lingkungan menunjukkan area konservasi dan hutan lindung di Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapan, Kalimantan Barat, yang telah dijamah perusahaan perkebunan sawit.
Iklan

BAHKAN keledai tak akan jatuh di lubang yang sama. Ungkapan ini agaknya tak berlaku bagi pemerintah dalam urusan pemulihan hutan. Buruknya pelaksanaan restorasi hutan membuat kebijakan ini bisa mengulang kegagalan program rehabilitasi pada era Orde Baru.

Digulirkan pada 2004, restorasi ekosistem hutan merupakan ikhtiar baru Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) setelah program rehabilitasi tak berhasil. Program dana jaminan reboisasi hingga konversi area bekas hak pengusahaan hutan ke izin hutan tanaman industri gagal mengerem laju deforestasi. Laporan Center for International Forestry Research (Cifor) pada 2008 mencatat hutan Indonesia yang terdegradasi justru berlipat menjadi 43,6 juta hektare.

Baca Juga:

Berbeda dengan program rehabilitasi yang bersifat top down dan boros anggaran negara, restorasi ekosistem melibatkan partisipasi swasta. Bisnis kehutanan tak lagi hanya memandang tebangan pohon, tapi beralih ke jasa lingkungan, edukasi, pariwisata, dan produk nonkayu. Di tengah makin kritisnya iklim dunia, menjaga hutan merupakan peluang usaha baru dengan lahirnya pasar perdagangan karbon. Setiap ton karbon yang dipertahankan pengelola wana bisa dijual ke negara atau korporasi penghasil emisi.

Konsep restorasi pun tampak mujarab. Bisnis jalan, hutan terjaga. Namun pelaksanaannya tak seindah dibayangkan. Sejumlah perusahaan pemegang izin restorasi justru menghadapi banyak persoalan akibat inkonsistensi pemerintah. Terbakarnya lahan PT Rimba Makmur Utama, pemegang konsesi restorasi ekosistem seluas 157 ribu hektare di Katingan, Kalimantan Tengah, pada September lalu, merupakan pucuk gunung es dari masalah tersebut.

Rimba Makmur merupakan satu dari 16 perusahaan yang mengantongi izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-restorasi ekosistem (IUPHHK-RE). Perseroan membidik bisnis karbon dengan cara merestorasi hutan dan gambut yang rusak. Hanya, bisnis ini terusik gara-gara sekitar 1.900 hektare lahannya terbakar pada September lalu. Analisis titik api dan informasi di lapangan mengindikasikan bara bersumber dari perkebunan sawit PT PEAK di sebelah konsesi restorasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bencana serupa sebenarnya terjadi pada 2015. Sempat disidik, kasus kebakaran di lahan PEAK ini dihentikan setahun kemudian. Lemahnya penegakan hukum tersebut memperparah pangkal masalah di kawasan restorasi Rimba Makmur. Hampir bersamaan waktu dengan pemberian IUPHHK-RE pada 2013, KLHK melepaskan kawasan hutan seluas 40 ribu hektare untuk tiga perusahaan sawit, yang kini mengepung di kiri-kanan konsesi restorasi.

Memberikan ladang kepada korporasi dengan karakter merambah hutan di sekitar rimba dan gambut yang sedang dipulihkan jelas janggal. Masalah serupa kini dihadapi PT Restorasi Ekosistem Indonesia, pemegang izin restorasi pertama pada 2007 di irisan Sumatera Selatan dan Jambi, yang kini terancam izin pinjam pakai kawasan hutan untuk keperluan pembangunan jalan tambang.

KLHK semestinya menghentikan kekonyolan itu. Inkonsistensi pemerintah akan membuat program pemulihan hutan makin tak diminati. Lebih dari 10 tahun bergulir, pemegang izin restorasi baru menggarap 623 ribu hektare dari sekitar 2,6 juta hektare lahan yang disiapkan. Tanpa adanya keberpihakan pemerintah terhadap restorasi hutan, program ini akan mengulang kegagalan program rehabilitasi ala Orde Baru.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


22 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

28 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.