Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Myanmar dalam Games of Thrones, Kekalahan Warga Rohingya

Oleh

image-gnews
Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi pada Pengadilan Internasional (ICJ)
Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi pada Pengadilan Internasional (ICJ)
Iklan

Apakah dia Cersei Lannister – yang dingin, sinis, dan mematikan? Atau Sansa Stark – yang agung, tabah dalam penderitaan panjangnya namun ikhlas?

Aung San Suu Kyi dari Myanmar – putri sang jenderal, yang memimpin sebuah negeri yang sangat rentan telah berubah dari musuh bebuyutan Tatmadaw (dari pihak militer) menjadi pembela mereka, atau bahkan lebih buruk lagi, menjadi pendukung mereka.

Seiring dengan dimulainya proses di Mahkamah Internasional (ICJ) dimana negerinya lagi-lagi di bawah perhatian dunia, banyak orang mempertanyakan bagaimana wanita yang dahulu sangat dipuja itu berbalik menjadi banyak dicerca?

Penasehat Negara tersebut telah membiarkan kekuatan paling gelap di negerinya untuk melampiaskan kekerasan atas kaum minoritas muslim Rohingya yang lama ditekan – dimana dia bahkan menolak untuk mengakui keberadaannya.

Posisi Negara Bagian Rakhine dan Myanmar

Lebih dari 730.000 warga Rohingya diyakini telah mengungsi ke Bangladesh sejak kekerasan terakhir terhadap mereka pecah di negara bagian Rakhine pada Agustus 2017. Untuk itulah Suu Kyi sedang berada di Den Haag, dengan tujuan membela pemerintahnya terhadap tuduhan genosida.

Hal ini nyaris tidak berdampak apapun.

Sebuah penyelidikan terhadap pembunuhan keji terhadap 10 pria Rohingya dan penguburan massal bahkan menyebabkan dua reporter Reuters Wa Lone dan Kyaw Soe Oo dari Desember 2017 sampai Mei 2019 (di bawah pengawasan Suu Kyi). Namun demikian, kedua reporter tersebut akhirnya memenangkan penghargaan Pulitzer untuk laporan mereka.

Sepuluh pria Rohingya beragama Muslim yang dibunuh di desa Inn DInn, Myanmar pada September 2017.

Namun, tetap saja, kesamaan antara Cersei, sang Lioness of the Rock, dan Suu Kyi sulit dibantah. Keduanya sama-sama tabah, sulit ditembus, dan berhasil di sebuah bidang yang didominasi laki-laki. Saat memegang tampuk kekuasaan, mereka rela melakukan apapun untuk mempertahankannya.

Tidak seperti Cersei, Suu Kyi tetaplah seorang sosok populer di antara rakyatnya sendiri, hal ini terlihat dari aksi unjuk rasa yang diadakan untuk mendukungnya dalam persiapan ke pengadilan di ICJ.

Sebagaimana dikatakan seorang pemilik warung teh di kota Botahtung kepada Tim Ceritalah: "Saya mendukung Aung San Suu Kyi. Dia adalah pemimpin yang baik dan bekerja keras untuk negara. Dia mengambil tanggung jawab sebagai seorang pemimpin dengan menghadapi pengadilan ICJ."

Gerakan massa diadakan di Taman Mahabandulan di Yangon, Myanmar, sebagai bentuk dukungan pada Aung San Suu Kyi.

Tentu saja tidak mungkin ICJ – sekalipun melawan Myanmar – akan dapat menghentikan kekerasan terhadap warga Rohingya.

Satu hal, tidak ada yang dapat menerapkan peraturannya. Di sisi lain, akar kebudayaan masyarakat Budha dan Muslim telah membelah Myanmar secara mendalam.

Jadi, bagaimana hal ini bisa terjadi?

Thant-Myint U, seorang penulis dan ahli sejarah, mencoba menjelaskannya di dalam buku terakhirnya, "The Hidden History of Burma."

Thant-Myint U, cucu dari mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Banga Bangsa, U-Thant, dan pengarang buku “THe Hidden History of Burma.”

Bagi Thant, sejarah etnis Myanmar yang rumit berawal dari masa kolonial. Ketegangan di antara warga Muslim dan Budha telah lama terjadi, pemerintah Inggris memaksakan hirarki rasial yang menurunkan posisi warga Burma menjadi sekedar penonton pasif sementara jutaan migran dari India dan China membanjiri negeri yang kemudian mengalami ekonomi yang meledak – didorong oleh ekspor kayu tik, minyak, dan batu rubi.

Pemerintahan-pemerintahan berikutnya sejak kemerdekaan juga gagal untuk menyembuhkan perpecahan bangsa tersebut.

Thant, sayangnya walau tidak mengejutkan, juga tidak memiliki solusi atas politik identitas yang telah memecah-belah tanah airnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Satu-satunya resep kebijakan yang bisa ia ditawarkan adalah perlunya membicarakan anomali kapitalisme (yang menyebabkan ketidaksetaraan) dan prospek perubahan iklim yang tidak jelas, karena inilah yang menjadi tantangan bagi Myanmar.

Jujur saja, pada hakikatnya tidak ada yang salah dengan hal ini, dan Thant dengan cerdas menonjolkan sisi lingkungan – yang seringkali hilang dalam proses pembuatan kebijakan di Asia Tenggara.

Namun demikian, saat berhadapan dengan kisah-kisah yang memilukan mengenai pembunuhan, pemerkosaan, penculikan, dan kelaparan warga Rohingya, hanya satu pertanyaan yang penting.

Apakah mereka pasti bisa kembali ke Negara Bagian Rohingya?

Tim Ceritalah kembali mengunjungi Sadek Ali Hasan, seorang pengungsi Rohingya dan guru sekolah yang menetap di Malaysia selama 14 tahun terakhir.

Sadek Ali Hasan, pengungsi Rohingya dan guru sekolah yang telah tinggal di Malaysia untuk 14 tahun terakhir.

Dia sangat ingin pulang ke rumahnya. "Saya memiliki 18 hektar tanah garapan. Jika hak, kepemilikan dan kekayaan saya dipulihkan, tentu saja saya akan pulang! Jika ada kedamaian dan stabilitas, buat apa saya menetap di sini [di Malaysia]?"

Di sinilah saya merasa kegagalan Suu Kyi menjadi gamblang.

Tak seorangpun membantah kesulitan yang dia atau negaranya hadapi. Tapi seharusnya dia menggunakan kekuatan moral yang sudah dinikmatinya untuk mendorong terobosan dalam menghadapi perpecahan etnis Myanmar – apapun taruhannya baik secara politis ataupun pribadi.

Sebagaimana apa adanya – dia telah membuktikan bahwa dia pun tidak berbeda dari politisi oportunis lain. Sang Wanita itu pun memiliki kesalahan.

Ya, ekonomi dan lingkungan memang penting tapi bukan itu saja isunya.

Seluruh bangsa memiliki musuhnya masing-masing. Tantangan untuk pemimpinnya adalah untuk melenyapkan musuh tersebut; terutama jika pendukung mereka sendiri adalah orang-orang yang dapat dengan begitu mudah digoyahkan oleh propaganda semacam itu.

Kepemimpinan yang sesungguhnya adalah kemampuan mengendalikan aspek primordial yang tiba-tiba muncul dalam jiwa nasionalis kita.

Suu Kyi gagal dalam hal ini.

Bencana yang melanda Jerman pada tahun 1930-an dan negara eks-Yugoslavia pada tahun 1990-an menggambarkan harga yang bakal dibayar Myanmar.

Suu Kyi telah menguasai gelombang global dari paham nasionalisme etnis.

Tapi, apa taruhannya bagi Myanmar dan wilayah tersebut?

Jadi, dalam sebuah Games of Thrones di Myanmar, apakah Suu Kyi menjadi Cersei atau Sansa?

Bisa jadi – walaupun kita sangat berharap tidak begitu – Suu Kyi hanyalah Daenerys Targaryen, Khaleesi yang dicintai semua orang – tapi sayangnya berakhir dengan membakar negerinya sendiri.

Hanya waktu yang akan bicara – tapi Rohingya dan tentunya, Myanmar, kehabisan waktu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

22 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

34 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

50 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.