Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Wacana Omong Kosong Amendemen UUD

image-profil

image-gnews
Pancasila dan UUD 1945 adalah kesepakatan dan rujukan bersama dalam bernegara dan ber-Indonesia.
Pancasila dan UUD 1945 adalah kesepakatan dan rujukan bersama dalam bernegara dan ber-Indonesia.
Iklan

Petrus Richard Sianturi
Kandidat Magister Ilmu Hukum UGM

Muncul isu bahwa semakin banyak elite menginginkan presiden boleh menjabat sampai tujuh tahun. Ada juga kabar bahwa, dengan masa jabatan tiga periode, masa kepresidenan akan lebih efektif dalam konteks pembangunan. Isu ini merupakan kelanjutan dari desakan amendemen UUD 1945 dan menghidupkan kembali konsep Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Ada apa sebenarnya?

Tulisan ini tidak ingin membahas intrik-intrik politik yang dilakukan elite, melainkan ingin membahas mengapa amendemen UUD, termasuk desakan untuk kembali ke konsep GBHN; masa jabatan presiden yang ditambah dan model pemilihan presiden kembali ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR); dari kacamata hukum adalah tidak lebih dari sebuah wacana omong kosong.

Pertama, sistem ketatanegaraan Indonesia memiliki sejarahnya sendiri. Indonesia sudah merasakan sistem pemerintahan baik parlementer maupun presidensial. Jika beranjak saja dari masa Orde Baru, kita bisa tahu betapa merusaknya sistem (semi-)parlementer kala itu. Tirani mayoritas akan selalu menang.

Kedua, reformasi dengan jelas menginginkan negara ini terbebas dari segala bentuk otoritarianisme dan segala potensi yang memungkinkannya. Empat kali amendemen UUD pasca-kejatuhan Orde Baru jelas menjadi tanda bahwa konsep pemerintahan yang pernah dijalankan pada masa itu memang lemah sama sekali. Mengapa kita malah hendak kembali ke sana?

Ketiga, amendemen terhadap konstitusi, sebagai instrumen hukum tertinggi dalam hierarki perundang-undangan, menentukan arah Indonesia sebagai negara hukum. Dalam konsep negara hukum, ada dua hal yang harus dijamin: setiap instrumen hukum harus berorientasi pada nilai-nilai masyarakat dan keterlibatan subyek hukum dalam penyusunan dan pembangunan instrumen-instrumen hukum itu. Sejak isu amendemen UUD digulirkan belakangan ini, elite sibuk sendiri dan masyarakat dibiarkan menjadi penonton.

Mudah dipahami bahwa wacana amendemen UUD sekarang ini memang hanya untuk kepentingan-kepentingan kelompok tertentu. Selain itu, dalam logika hukum, wacana amendemen tersebut telah menyalahi semangat pembaruan hukum nasional, yang sejatinya mendudukkan masyarakat sebagai subyek hukum utama. Pelibatan langsung masyarakat adalah semangat UUD saat ini.

Wacana menghidupkan GBHN, misalnya, berarti ingin membuat MPR memiliki kewenangan tertinggi. Sebab, tidak mungkin konsep GBHN dijalankan tanpa menempatkan MPR kembali sebagai lembaga tertinggi negara. Implikasinya jelas bahwa presiden akan kembali menjadi mandataris MPR dan otomatis bertanggung jawab kepada MPR.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apa dampaknya pada pelibatan masyarakat? Pemilihan presiden secara langsung tidak akan dijalankan lagi, karena kekuasaan menetapkan presiden berada di tangan MPR. Jika demikian, pertanggungjawaban presiden untuk setiap program dan janjinya bukan lagi kepada rakyat, melainkan kepada MPR. Jika konfigurasi politik antara legislatif dan eksekutif seperti yang kita lihat sekarang, hampir tidak ada checks and balances, karena semua dengan sengaja dimasukkan ke dalam satu "kapal". Maka, praktis kepemimpinan eksekutif dan kekuasaan legislatif tidak memiliki kontrol sama sekali.

Itulah mengapa mudah dipahami bahwa, selain keinginan menghidupkan kembali GBHN, usulan amendemen UUD akan selalu terkait dengan masa jabatan presiden. Dalam kacamata negara hukum modern, jika suatu konsep perubahan sistem pemerintahan justru ingin "mematikan" nilai-nilai demokrasi, mengikuti alur pikir Jurgen Habermas mengenai demokrasi deliberatif, konsep itu adalah suatu bentuk kegagalan.

Negara ini memang memerlukan sebuah rancangan besar mengenai arah pembangunan nasional. Namun konsep ini tidak melulu harus berbentuk GBHN, apalagi mengikuti konsep pra-amendemen UUD.

Undang-Undang Rencana Pembangunan Nasional, baik yang jangka menengah maupun panjang, sebenarnya tetap bisa mengakomodasi. Jika persoalannya adalah pada jangka waktu keberlakuan, konsep penyusunan undang-undang ini tidak terbatas pada jangka waktu tertentu. Selama ditentukan oleh undang-undang, berapa pun jangka waktunya sebenarnya tetap bisa diatur.

Ada argumentasi bahwa jika bentuknya adalah undang-undang, ia akan rentan untuk dicabut jika pemerintahan berganti. Argumentasi ini hanya dibuat-buat, karena GBHN juga berpotensi dicabut. GBHN diatur berdasarkan ketetapan MPR dan, sama seperti undang-undang, tetap bisa dicabut jika ada political will untuk itu.

Soal masa jabatan presiden yang ingin ditambah, tidak bisa dibantah, ini semata-mata bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan kelompok tertentu. Indonesia adalah negara hukum dan isu amendemen UUD serta segala desakan yang mengikutinya akan merusak legitimasi rule of law yang sejak reformasi sudah diusahakan dan ditegakkan. Dampaknya, substansi infrastruktur budaya hukum juga akan rusak.

Kita berada dalam kondisi yang memalukan, karena isu-isu seperti amendemen UUD adalah sebuah kemunduran lantaran tidak didasarkan pada semangat Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Upaya mengubahnya hanyalah berdasarkan kepentingan jangka pendek sekelompok orang yang rela mempertaruhkan masa depan bangsa. Dalam logika negara hukum, isu-isu demikian tidak lebih dari wacana omong kosong yang harus dihentikan.

 
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

17 jam lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

21 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

29 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

33 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

48 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

49 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.