Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Wasangka terhadap Majelis Taklim

image-profil

Tempo.co

Editorial

image-gnews
Jamaah Majelis Taklim An-Nahdlha melaksanakan salat Idul Fitri di Bandar Lampung, Lampung, Selasa, 4 Juni 2019. Jamaah Majelis Taklim An-Nahdlha melaksanakan salat Idul Fitri lebih awal berdasarkan rukyat global yang telah melihat hilal Syawal di beberapa daerah di belahan dunia. ANTARA
Jamaah Majelis Taklim An-Nahdlha melaksanakan salat Idul Fitri di Bandar Lampung, Lampung, Selasa, 4 Juni 2019. Jamaah Majelis Taklim An-Nahdlha melaksanakan salat Idul Fitri lebih awal berdasarkan rukyat global yang telah melihat hilal Syawal di beberapa daerah di belahan dunia. ANTARA
Iklan

Peraturan Menteri Agama yang mengharuskan semua majelis taklim terdaftar memberi kesan adanya kecurigaan berlebihan pemerintah terhadap rakyatnya sendiri. Peraturan tersebut seperti gebyah uyah bahwa semua majelis taklim rawan disusupi penyebar radikalisme dalam beragama.

Peraturan Nomor 29 Tahun 2019 yang diteken Menteri Agama Fachrul Razi pada 13 November 2019 mengharuskan setiap majelis taklim mendaftar ke Kantor Urusan Agama tingkat kecamatan agar mengantongi surat keterangan terdaftar majelis taklim dari kantor Kementerian Agama kabupaten/kota. Majelis taklim juga harus menyertakan susunan kepengurusan beserta anggota, materi yang disampaikan dalam setiap pertemuan, serta melaporkan semua kegiatan dan pendanaannya secara berkala.

Pejabat Kementerian Agama kemudian bersilat lidah dengan menyatakan, meski merupakan keharusan, pendaftaran majelis taklim bukanlah kewajiban yang disertai sanksi. Keharusan mendaftar diklaim sebatas memenuhi prosedur administratif agar pemerintah dapat membina dan menyalurkan bantuan untuk majelis taklim.

Tentu saja penjelasan pejabat Kementerian Agama yang ambigu itu jauh dari menjernihkan persoalan. Apalagi, aturan wajib daftar ini tidak terbit ujug-ujug alias tanpa asbabun nuzul. Konteks politiknya, orang ramai mafhum bahwa aturan ini keluar setelah pejabat Kementerian Agama melontarkan rentetan pernyataan ihwal ancaman radikalisme.

Pemerintah memang sudah seharusnya mencegah penyebarluasan radikalisme serta intoleransi dalam beragama, demi merawat keberagaman di negeri ini. Tapi caranya bukan dengan mencurigai setiap majelis taklim. Sebab, tak sedikit majelis taklim yang menyebarkan paham yang moderat serta toleran dalam beragama. Apalagi, secara teknis, Kementerian Agama pun tak akan punya cukup tenaga untuk mengawasi semua majelis taklim yang jumlahnya entah berapa banyak.

Alih-alih memelototi majelis taklim, pemerintah seharusnya berfokus mengawasi pentolan serta simpul-simpul jaringan penyebar intoleransi. Para demagog berkedok agama, yang kerap mengumbar ujaran kebencian dalam pelbagai pertemuan atau lewat media konvensional dan media sosial, lebih dulu harus ditertibkan. Begitu pula dengan pengurus dan anggota organisasi kemasyarakatan yang kerap melakukan pelbagai kekerasan atas nama agama. Bila dibiarkan, daya rusak mereka bagi keberagaman di negeri ini jelas sangat nyata.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam menertibkan kelompok atau organisasi penebar kebencian serta intoleransi, pemerintah semestinya mengacu pada Pasal 59 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Pasal ini melarang ormas melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu. Ketika ada pengurus atau anggota ormas yang melakukan kekerasan, pemerintah jangan ragu memproses mereka ke jalur pidana.

Ketimbang merecoki majelis taklim, sebaiknya Kementerian Agama mengurusi hal lain yang lebih penting. Pemerintah, misalnya, masih memiliki banyak "pekerjaan rumah" untuk membenahi sistem pendidikan sekolah berbasis agama, seperti madrasah dan pesantren. Lewat institusi pendidikan itu, Kementerian Agama bisa lebih leluasa menanamkan benih-benih toleransi dan menyebarluaskan wajah Islam yang bersahabat.

Catatan:

Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 02 Desember 2019

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

15 jam lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

21 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

29 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

33 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

48 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

49 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.