Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Oligarki ala Orde Baru

image-profil

image-gnews
Oligarki ala Orde Baru
Oligarki ala Orde Baru
Iklan

Reza Syawawi
Peneliti Hukum dan Kebijakan Transparency International Indonesia

Suksesi kekuasaan lima tahunan yang dianggap sebagai mekanisme kontrol oleh rakyat terhadap penyelenggaraan negara ternyata menyisakan banyak persoalan. Yang terjadi mungkin hanya memunculkan wajah baru. Namun, faktanya, mereka masih menjadi bagian dari sirkulasi elite yang berkuasa sejak dulu. Inilah buruknya demokrasi: suara mayoritas adalah penentu meskipun tidak bermutu.

Hasil pemilihan umum setidaknya menunjukkan semakin menguat dan menyebarnya relasi bisnis dan politik dalam kepentingan negara, termasuk politik akomodatif dan kompromi di antara para elite. Lembaga-lembaga perwakilan rakyat mayoritas diisi oleh kelompok dengan latar belakang kepentingan bisnis.

Mungkin ini yang disebut kutukan "Orde Baru". Piramida kekuasaan yang ditinggalkan Soeharto beranak-pinak dan menginspirasi banyak elite. Kelompok-kelompok yang dipupuk di bawah rezim Orde Baru bergerak mengamankan kepentingan ekonominya dan mereorganisasi kekuasaan dalam arena politik baru melalui pemilihan umum, partai politik, dan parlemen (Vedi R. Hadiz, 2005).

Dari segi politik, bisa disaksikan bagaimana perebutan kekuasaan di semua lini wajib menggunakan instrumen partai politik. Di sisi lain, partai politik dikuasai oleh segelintir elite yang sebetulnya memiliki kepentingan yang sama atas sumber daya ekonomi. Tak ada partai yang bisa disebut memenuhi syarat sebagai institusi yang demokratis karena esensinya hanya dikendalikan oleh patron tertentu, baik atas dasar kekayaan maupun trah "kebangsawanan" politik.

Baca Juga:

Jika dilacak ke belakang, dalam pengalaman pemilihan umum secara langsung sejak 2004, penguasa di semua partai mencerminkan bahwa sirkulasi elite itu memang tak pernah benar-benar terjadi. Bahkan banyak partai yang lahir pada era reformasi justru menampilkan pengelolaan partai yang menjurus pada praktik dinasti politik.

Di daerah, hal yang sama juga terjadi. Kekuatan-kekuatan politik lokal yang dibangun atas dasar status sosial tertentu, termasuk andil dari faktor penguasaan atas sumber daya (kekayaan), secara sistematis berupaya mempertahankan tampuk kekuasaan. Regenerasi politik atas dasar hubungan kekerabatan secara sadar atau tidak mulai atau bahkan sedang menghantui institusi partai politik, institusi kunci dalam sistem demokrasi.

Cara-cara semacam ini sesungguhnya mulai menunjukkan metamorfosis dari praktik rezim Orde Baru dalam kemasan yang lebih kekinian. Sementara dulu tersentralisasi pada satu sosok, kini dikendalikan oleh banyak orang tapi tetap dengan kepentingan yang sama. Mereka belajar betul bagaimana rezim Orde Baru mempertahankan kepentingan ekonominya dengan memastikan stabilitas politik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hadiz (2005) menyatakan, ketika krisis ekonomi melanda negara-negara di Asia, termasuk Indonesia, kelompok neoliberal mengatakan bahwa kronisme dan korupsi yang telah berlangsung selama beberapa dekade sebetulnya tidak mengganggu investasi dan pertumbuhan ekonomi. Kaos yang terjadi kala itu sebetulnya lebih ditujukan pada ketidakmampuan memelihara stabilitas politik yang disebabkan oleh respons kebijakan yang tidak tepat. Maka, dalam sudut pandang ini, tugas pemimpin adalah bagaimana membangun kapasitas kelembagaan yang efektif dalam memfasilitasi pasar dan menjamin ketertiban politik.

Pemikiran ini mungkin saja mengilhami Presiden Joko Widodo, bahwa kepentingan ekonomi perlu dijaga dengan mengakomodasi seluruh kepentingan dalam kekuasaan. Pada periode kedua ini, kompromi dan politik akomodasi, bahkan terhadap rival politik, dilakukan secara terbuka kemudian bergabung dalam lingkaran kekuasaan. Bisa dikatakan kali ini tak akan ada oposisi yang kuat untuk mengontrol besarnya kekuasaan presiden, apalagi dalam sistem presidensial.

Jeffrey A. Winters (2011) menyebut hubungan simbiosis ini sebagai salah satu ciri utama dari yang ia namakan "oligarki sultanistik", meskipun dalam kondisi politik yang penuh ketegangan, hubungan saling menguntungkan ini terjadi. Sang oligark akan menjalankan strategi untuk mengkonsentrasikan kekuasaannya, lalu menggunakan akses dan jabatan penting untuk menghadiahi pendukung dan menghalangi pesaing.

Pemimpin Orde Baru dulu sangat tidak menyukai lembaga-lembaga independen, terutama yang berkaitan dengan hukum dan penegakan hukum (Winters, 2011). Bandingkan dengan bagaimana akhir-akhir ini persoalan hukum dijadikan kambing hitam atas kemerosotan ekonomi dan dianggap mengganggu investasi tanpa melihat secara utuh lembaga hukum manakah yang sebetulnya menjadi penghambat.

Presiden beberapa waktu lalu menyampaikan bahwa penegak hukum jangan mengganggu investasi. Kepala Kepolisan RI mengakui banyak kepala kepolisian resor di daerah yang meminta jatah proyek. Yang mutakhir, Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan, dan Pembangunan bentukan Kejaksaan justru dinilai menimbulkan masalah dan dibubarkan.

Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi juga terjadi di tengah maraknya penangkapan kepala daerah dan pejabat negara yang terlibat korupsi. Sulit untuk tidak mengatakan bahwa hal ini menggembirakan bagi oligark yang selama ini kepentingannya terganggu oleh keberadaan KPK. Di titik inilah gaya oligarki Orde Baru direplikasi dengan sangat apik, dengan membangun hubungan simbiosis di antara elite dan melihat lembaga penegak hukum independen sebagai sebuah ancaman.

 
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

16 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


18 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

25 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

28 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

44 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

45 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.