Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Berkompromi dengan Korupsi

Oleh

image-gnews
Presiden Joko Widodo alias Jokowi saat memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 22 November 2019. TEMPO/Subekti.
Presiden Joko Widodo alias Jokowi saat memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 22 November 2019. TEMPO/Subekti.
Iklan

KEINGINAN Presiden Joko Widodo agar penegak hukum memberikan peringatan kepada pejabat yang berpotensi tersangkut rasuah amatlah janggal. Sikap ini tidak menggambarkan komitmen pemimpin yang ingin memerangi korupsi. Sistem peringatan akan mengundang kongkalikong yang justru menyuburkan kejahatan ini.

Presiden menyampaikan pernyataan itu di depan peserta Forum Komunikasi Pimpinan Daerah di Sentul, Bogor, Jawa Barat, pada 13 November lalu. Jokowi menegaskan pentingnya mengedepankan pencegahan daripada penindakan korupsi. Pencegahan yang dimaksud ialah menghentikan penangkapan para pejabat dan menggantinya dengan memberikan peringatan sebelum mereka melakukan korupsi.

Baca Juga:

Gagasan itu terlihat indah karena menghilangkan kegaduhan akibat penangkapan pejabat oleh penegak hukum. Kepala daerah pun tidak perlu digonta-ganti gara-gara kasus korupsi. Proyek pemerintah akan selalu berjalan lancar seperti di era Orde Baru. Saat itu, aktivis yang membongkar korupsi pejabat bahkan mudah dicap sebagai anti-pembangunan.

Masalahnya, sistem peringatan itu tidak akan menghapus korupsi sekaligus sulit diterapkan. Ambil contoh kasus Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin, yang ditangkap pada pertengahan Oktober lalu. Dzulmi diduga memerintahkan stafnya memungut duit dari kepala dinas buat menutupi biaya perjalanan ke Jepang. Bagaimana cara penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi mencegahnya?

Petugas KPK bisa saja memberikan peringatan kepada Dzulmi. Tapi hal yang sama harus dilakukan kepada ribuan pejabat di Indonesia yang setiap saat bisa melakukan korupsi. Penyidik KPK tentu akan kewalahan. Cara itu juga mengasumsikan bahwa pejabat kita amatlah bodoh, tidak bisa membedakan antara perbuatan legal dan tidak. Padahal sudah banyak sekali contoh korupsi yang dibeberkan KPK lewat berbagai kasus penangkapan.

Cara pencegahan ala Jokowi justru menyebabkan korupsi beranak-pinak. Pemerintah pun telah mencoba pendekatan itu lewat Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Instruksi ini kemudian diterjemahkan oleh Kejaksaan Agung dengan membentuk Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D). Tim ini bertugas mengawasi tender barang dan jasa.

Hasilnya? Penugasan jaksa malah menciptakan korupsi baru. Di Yogyakarta, misalnya, jaksa Eka Safitra ditangkap KPK pada Agustus lalu. Eka adalah anggota TP4D yang mengawasi proyek rehabilitasi drainase Kota Yogyakarta. Ia malah menerima suap untuk memuluskan sebuah perusahaan memenangi tender proyek tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

KPK pun mengungkapkan keterlibatan tim kejaksaan mengawasi tender proyek menimbulkan banyak mudarat. Persekongkolan jaksa, pejabat, dan pengusaha malah terjadi di banyak daerah. Jangan heran jika kini Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan berencana menghapus tim pengawal tender tersebut.

Presiden Jokowi semestinya menyadari bahwa fungsi utama lembaga penegak hukum adalah memberantas kejahatan. Fungsi pencegahan dan sosialisasi hukum hanyalah pelengkap. Khusus untuk korupsi, banyak sekali lembaga yang terlibat pencegahan, seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan serta Badan Pemeriksa Keuangan. Di hampir setiap kementerian juga ada inspektorat jenderal yang memiliki fungsi serupa.

Siasat pencegahan hanyalah menggambarkan sikap pemerintah yang terkesan mulai berkompromi dengan korupsi. Sikap ini bakal menimbulkan petaka lantaran pejabat dan politikus akan makin berani bermain kotor dan menilap uang negara.

Catatan:

Ini merupakan artikel majalah tempo edisi 25 November- 01 Desember 2019

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


17 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

23 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.