Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mudarat Pilkada Lewat DPRD

image-profil

image-gnews
Ilustrasi pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD. Dok. TEMPO/Fully Syafi;
Ilustrasi pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD. Dok. TEMPO/Fully Syafi;
Iklan

Ali Rif’an
Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia

Wacana mengembalikan pemilihan kepala daerah (pilkada) lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali mencuat. Pemicunya ialah penilaian soal mahalnya biaya pilkada langsung dan maraknya korupsi kepala daerah. Disebutkan, misalnya, calon kepala daerah tingkat bupati atau wali kota harus merogoh kocek sebesar Rp 15 miliar sampai Rp 20 miliar dalam pilkada langsung.

Baca Juga:

Akibatnya, begitu seorang calon kepala daerah terpilih, yang paling utama dipikirkan ialah bagaimana mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk mengembalikan modal saat pilkada. Korupsi kemudian menjadi jalan keluarnya. Inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk mengevaluasi pilkada langsung.

Memang, sistem pilkada langsung bukan tidak menyisakan persoalan. Persoalan pastinya ada sehingga evaluasi secara periodik perlu dilakukan. Namun mengevaluasi sistem pilkada langsung dengan mengembalikan ke sistem lama yang kental praktik oligarki tersebut merupakan cara berpikir yang melompat dan terlampau menyederhanakan persoalan.

Jika biaya tinggi dan maraknya korupsi dijadikan sebagai alasan dasarnya, yang perlu dievaluasi seharusnya dua hal. Pertama, sistem atau implementasi di lapangan. Misalnya melakukan kajian lebih detail soal penggunaan biaya tinggi pilkada langsung. Jika biaya tinggi digunakan untuk mahar politik atau politik uang, solusinya ialah penegakan hukum yang ketat.

Bila persoalannya terletak pada pembiayaan kampanye yang tinggi, perlu dibuat regulasi kampanye yang lebih murah, misalnya diperpendek rentang waktu kampanyenya dan dibatasi pemasangan iklan-iklan politik tertentu yang terlalu mahal. Artinya, pemerintah dan DPR seharusnya mencari jalan keluar bagaimana supaya pilkada langsung tidak berbiaya tinggi, bukan malah melempar wacana mengembalikan pemilihan kepala daerah lewat DPRD.

Kedua, pembekalan untuk calon kepala daerah. Di sini, partai politik harus punya mekanisme yang ketat dalam menjaring calon kepada daerah. Pengkaderan berkualitas dan intensif, seperti melalui sekolah partai atau sekolah integritas, mutlak mesti diberikan kepada para calon kepala daerah. Artinya, persoalan korupsi perlu diselesaikan dari hulunya, bukan hanya dari hilirnya.

Dalam mengusung calon kepala daerah, partai tidak boleh hanya terjebak pada aspek elektabilitas dan "isi tas". Aspek integritas dan kapabilitas juga perlu menjadi alasan utama mengapa, misalnya, figur tertentu diusung partai politik. Melalui pengkaderan yang berkualitas dan intensif, partai punya matrik tentang kader mana yang layak diusung dan mana yang belum layak. Dengan mengusung kader berkualitas, diharapkan, selain dapat menghemat ongkos politik, calon juga mampu terhindar dari praktik korupsi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mengembalikan pilkada kepada DPRD tidak mendatangkan maslahat, melainkan malah lebih banyak mendatangkan mudarat. Selain membuat demokrasi berjalan mundur, hal itu punya ekses politik yang panjang sebagai berikut.

Pertama, jika langkah mengembalikan sistem pilkada lewat DPRD berhasil, tidak tertutup kemungkinan sistem pemilihan presiden secara langsung juga akan dievaluasi. Sebab, riak-riak adanya sebagian pihak yang ingin mengembalikan pemilihan presiden lewat MPR juga sempat mengemuka seiring dengan santernya rencana amendemen UUD 1945 dan menghidupkan kembali GBHN.

Kedua, tidak ada jaminan pilkada lewat DPRD dapat memangkas ongkos politik dan mencegah korupsi. Ketiga, sistem ini akan mengerdilkan partisipasi warga. Ini jelas kemunduran besar karena, menurut Robert A. Dahl (1985), salah satu ciri demokrasi sebagai sebuah ide politik modern ialah adanya kesamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat dan adanya partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam proses pembuatan keputusan secara kolektif.

Pada prinsipnya, tujuan demokrasi dalam kehidupan bernegara meliputi kebebasan berpendapat dan kedaulatan rakyat. Esensi demokrasi ialah kedaulatan rakyat, yakni rakyat dilibatkan dalam proses pemerintahan, mulai dari pemilihan umum hingga memberi aspirasi ihwal kebijakan publik. Demokrasi ialah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Pemerintahan dari rakyat dapat dimaknai sebagai pemerintahan yang diakui dan mendapat pengakuan serta dukungan dari rakyat. Pemerintahan oleh rakyat berarti suatu pemerintahan yang menjalankan kekuasaan atas nama rakyat. Rakyat punya sistem pengawasan pemerintahan melalui dua jalur, yakni secara langsung (kontrol sosial) dan sistem perwakilan (melalui DPR).

Adapun pemerintahan untuk rakyat mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah dijalankan untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau golongan.

Selain itu, sistem demokrasi bertujuan membatasi kekuasaan pemerintahan agar tidak menjadi diktator dan korup. Sebab, seperti kata Putnam (1976), salah satu penyakit orang yang sedang berkuasa adalah cenderung ingin melanggengkan kekuasaannya.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


18 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

24 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.