Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Reformulasi Kebijakan Ekonomi Pertanian

image-profil

image-gnews
Direktur Bisnis UMKM dan Jaringan BNI Tambok P Setyawati (kedua kiri), GM Divisi Bisnis Usaha Kecil 2 BNI Bambang Setyatmojo (kiri), Bupati Kabupaten Garut Rudy Gunawan (kedua kanan) menebar pupuk dalam acara Gerakan Menyongsong Pertanian 4.0 di Garut pada Rabu, 9 Oktober 2019.
Direktur Bisnis UMKM dan Jaringan BNI Tambok P Setyawati (kedua kiri), GM Divisi Bisnis Usaha Kecil 2 BNI Bambang Setyatmojo (kiri), Bupati Kabupaten Garut Rudy Gunawan (kedua kanan) menebar pupuk dalam acara Gerakan Menyongsong Pertanian 4.0 di Garut pada Rabu, 9 Oktober 2019.
Iklan

Ronny P. Sasmita
Direktur Eksekutif Economic Action Indonesia

Berdasarkan perkembangan data Badan Pusat Statistik dari waktu ke waktu, sektor pertanian masih menjadi sektor pembentuk struktur produk domestik regional bruto (PDRB) nasional nomor dua terbesar, berkisar 13 persen, setelah industri pengolahan, yang memberi kontribusi sekitar 19 persen. Bahkan, di daerah, kontribusi sektor pertanian rata-rata berada di atas 20 persen. Artinya, sektor pertanian merupakan salah satu sektor dominan yang semestinya mendapat perhatian lebih dari pemerintah, baik pusat, provinsi, maupun kabupaten.

Baca Juga:

Dengan kondisi itu, otomatis sektor pertanian juga menjadi sektor yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Dengan fakta yang sama, semestinya Indonesia bisa menjadi lumbung penghasil komoditas pertanian unggulan selain minyak sawit mentah (CPO), seperti kopi, teh, bawang, dan komoditas hortikultura lainnya, dengan target pasar domestik dan ekspor.

Persoalannya, sektor pertanian tumbuh semakin lambat. Data triwulan II 2019 dibanding triwulan II 2018 dan dibanding triwulan I 2019 menunjukkan sektor pertanian hanya tumbuh lebih-kurang sama dengan pertumbuhan nasional, jauh di bawah pertumbuhan sektor lain. Angka tersebut sejalan dengan data ekspor, yang bahkan turun pada triwulan II 2019. Sebagaimana fakta ekspor, mayoritas yang diekspor (non-minyak dan gas) adalah komoditas pertanian. Tapi data membuktikan bahwa komoditas utama adalah CPO, dominan dari total ekspor nasional, yang notabene mayoritas dihasilkan korporasi besar, bukan petani. Sedangkan sisanya adalah kopi, teh, dan lain-lain.

Dengan rendahnya pertumbuhan sektor pertanian dan ekspor komoditas pertanian non-CPO, agak susah disimpulkan bahwa kehidupan pelaku-pelaku pertanian, terutama petani, mengalami perbaikan signifikan. Selain itu, para petani harus berhadapan dengan ketidakpastian harga, baik beras, jagung, maupun komoditas hortikultura lainnya, seperti bawang dan sayuran-sayuran. Petani menjadi korban pertama dari rezim inflasi rendah karena akan serta-merta menyebabkan harga jual petani menjadi sangat rendah. Belum lagi komoditas serupa yang diimpor, yang sangat merusak harga. Data tersebut tidak hanya menggambarkan keadaan harga di level nasional, tapi juga di daerah-daerah. Data BPS terbaru membuktikan bahwa tingkat impor naik, sementara ekspor minus, atau lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya.

Masalah lainnya adalah kurang mendukungnya infrastruktur dasar untuk petani, yang berimbas pada rendahnya kualitas komoditas yang dihasilkan. Salah satu contoh signifikan adalah petani bawang di Solok. Kawasan yang dikatakan oleh menteri pertanian sebagai sentra bawang untuk Sumatera tersebut justru tak memiliki cold storage. Akibatnya, daya tahan bawang yang dihasilkan sangat rendah dan tidak bisa menyiasati fluktuasi harga. Hal ini terjadi karena lemahnya keberpihakan kepada petani hortikultura, terutama dari otoritas, baik pusat maupun daerah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Masalah lain yang dihadapi petani sawit adalah kualitas panen yang berada di bawah kualifikasi pabrik, sehingga harganya berada di bawah harga yang ditetapkan untuk korporasi atau perkebunan besar. Hal tersebut terjadi karena minimnya sentuhan otoritas terkait terhadap petani sawit. Belum terdengar sampai hari ini ada kebijakan atau program yang khusus diperuntukkan bagi petani sawit agar hasil panen mereka berkualitas baik, minimal mendekati kualitas hasil panen perkebunan besar.

Masalah penting lainnya adalah pengeringan sumber daya manusia dan lemahnya sentuhan otoritas dalam meningkatkan kualitas SDM pertanian. Hal ini berakibat pada mengecilnya peluang-peluang inovasi, yang pada akhirnya ikut memperkecil kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional. Anak-anak petani tak banyak menjadikan sektor pertanian sebagai sektor masa depan tempat mereka akan menggantungkan hidup. Sampai hari ini pun tak ada program atau kebijakan yang akan mengurangi pengeringan SDM tersebut.

Ke depan, karena kontribusi sektor pertanian yang masih sangat besar untuk membuat gerak perekonomian nasional semakin baik, sektor ini sebaiknya mendapat perhatian lebih. Fokusnya adalah (1) peningkatan kualitas SDM pertanian; (2) penyiapan insentif-insentif khusus untuk petani penghasil komoditas, terutama komoditas unggulan dan ekspor, dari masa pratanam hingga pascapanen; (3) melengkapi infrastruktur dasar dan komersial; (4) menyiapkan regulasi pendukung yang mempermudah gerak usaha pelaku pertanian.

Selain itu, pemerintah harus (5) mendorong dan mempermudah terbentuknya kelembagaan petani, dari kelompok tani hingga koperasi tani; (6) mendorong dan memberikan kemudahan permodalan kepada petani; serta (7) mendorong akselerasi inovasi dan transfer teknologi sektor pertanian dengan memfasilitasi terjadinya sinergi dengan berbagai pihak, seperti kampus, start-up, lembaga penelitian, dan otoritas terkait.

Perpaduan kebijakan pengembangan SDM dan bauran inovasi teknologi pertanian diyakini akan meningkatkan kualitas dan produktivitas pertanian di satu sisi dan memperbesar peluang pasar di sisi yang lain. Semua langkah strategis tersebut akan berlabuh pada kesejahteraan petani dan memperbesar peran pertanian dalam menggenjot perekonomian nasional.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


17 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

24 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.