Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menanti Terang Kasus Novel

image-profil

Tempo.co

Editorial

image-gnews
Penyidik senior KPK Novel Baswedan saat bertemu dengan mahasiswa yang melakukan audensi sebagai program studi banding perkuliahan, di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 30 Oktober 2019. Kepala Kepolisian RI terpilih Komisaris Jenderal Idham Azis akan segera menunjuk Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri untuk mengungkap kasus penyiraman air keras penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan. TEMPO/Imam Sukamto
Penyidik senior KPK Novel Baswedan saat bertemu dengan mahasiswa yang melakukan audensi sebagai program studi banding perkuliahan, di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 30 Oktober 2019. Kepala Kepolisian RI terpilih Komisaris Jenderal Idham Azis akan segera menunjuk Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri untuk mengungkap kasus penyiraman air keras penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan. TEMPO/Imam Sukamto
Iklan

Perkembangan memprihatinkan kembali muncul dalam kasus Novel Baswedan, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi yang menjadi korban penyiraman air keras. Ketika pengusutan kasusnya tak juga menghadirkan titik terang, muncul serangan opini yang menyudutkan Novel di media sosial, yang dikhawatirkan kian menjauhkan fokus terhadap penyelesaian kasus.

Novel disiram air keras oleh dua orang tak dikenal seusai salat subuh di masjid dekat rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 11 April 2017. Serangan tersebut menyebabkan kerusakan parah pada mata kirinya. Para buzzer kini mempertanyakan kesahihan cerita itu. Sejak 29 Oktober lalu, muncul tudingan di media sosial yang menganggap peristiwa itu sebagai rekayasa. Tudingan itu kian masif pada 30 Oktober dan masih terus menggema hingga 1 November 2019. Novel, yang membantah tudingan tersebut, melihat serangan di media sosial itu dilakukan secara terpola dan terorganisasi.

Baca Juga:

Munculnya serangan buzzer itu berbarengan dengan dua peristiwa penting. Pertama, uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap Komisaris Jenderal Idham Azis-mantan Kepala Bareskrim yang pernah menjadi Ketua Tim Teknis pengusutan kasus Novel-untuk jabatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Yang kedua, munculnya pernyataan Presiden Joko Widodo yang memberikan tenggat kepada Idham, sebagai Kapolri baru, untuk menuntaskan pengusutan kasus Novel hingga awal Desember 2019.

Serangan buzzer ini patut diduga diatur atau ditunggangi pihak tertentu yang risau akan gencarnya sorotan dan tuntutan soal penuntasan kasus Novel. Pola kerja para pendengung kali ini mirip yang terjadi menjelang pemilihan presiden lalu, ketika mereka menyebarkan kabar-kabar bohong di media sosial untuk mempengaruhi opini publik. Polisi serta Kementerian Komunikasi dan Informatika seharusnya segera bertindak agar kabar hoaks seperti ini tidak terus beredar.

Gempuran buzzer itu menambah panjang episode kelabu perkembangan pengusutan kasus Novel. Sudah lebih dari 2,5 tahun titik terang tak juga muncul dalam pengusutan kasusnya. Tim Gabungan Pencari Fakta, yang beranggotakan 65 orang, termasuk dari luar kepolisian, tak menghasilkan temuan berarti selama bertugas sejak 8 Januari hingga 7 Juli 2019. Jangankan mengungkap dalang penyerangan, mereka bahkan gagal mengidentifikasi pelaku lapangan. Tim Teknis yang dibentuk Polri, yang dipimpin Idham Azis dan beranggotakan 120 polisi, juga gagal menghadirkan gebrakan hingga masa tugasnya berakhir pada 31 Oktober lalu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kini, terobosan Idham sebagai Kapolri dinantikan. Juga keberaniannya, terutama karena selama ini ada sinyalemen dari tim pengacara Novel soal dugaan keterlibatan oknum polisi dalam kasus penyerangan itu.

Bagi Jokowi, kasus Novel harus tetap menjadi prioritas. Tak tuntasnya kasus ini akan menjadi utang yang terus ditagih publik, juga akan dianggap sebagai potret buruk perlindungan hukum terhadap aktivis gerakan antikorupsi pada masa pemerintahannya. Presiden sebaiknya tak perlu ragu mewujudkan desakan publik untuk membentuk tim pencari fakta independen demi kasus ini.

Catatan:

Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 07 November 2019

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


18 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

24 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.