Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bahaya Main Represi

Oleh

image-gnews
Presiden Joko Widodo saat memberikan keterangan pers di halaman Istana Merdeka, Jakarta, Jumat 27 September 2019. Dalam keterangan persnya presiden mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya korban mahasiswa & turut berduka atas terjadinya gempa Maluku. Presiden juga mengegaskan agar tidak ada lagi tindakan represif aparat kepada aksi mahasiswa dan dilakukan investigasi kepada korban penembakan. TEMPO/Subekti.
Presiden Joko Widodo saat memberikan keterangan pers di halaman Istana Merdeka, Jakarta, Jumat 27 September 2019. Dalam keterangan persnya presiden mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya korban mahasiswa & turut berduka atas terjadinya gempa Maluku. Presiden juga mengegaskan agar tidak ada lagi tindakan represif aparat kepada aksi mahasiswa dan dilakukan investigasi kepada korban penembakan. TEMPO/Subekti.
Iklan

Presiden Joko Widodo perlu berpikir ulang jika ingin menerapkan gaya Orde Baru dalam mengelola negara. Kebijakan yang mendewakan pembangunan fisik yang diikuti pendekatan represif untuk membungkam protes merupakan resep kuno yang seharusnya dibuang jauh. Kecenderungan ke arah ini makin kentara pada pemerintahan Jokowi.

Teror pelemparan bom molotov ke kantor Lembaga Bantuan Hukum Medan beberapa waktu lalu adalah contoh terbaru. Serangan yang membakar atap kantor LBH itu terekam kamera CCTV, tapi kasus ini tetap misterius. Serangan bom molotov diduga berkaitan dengan aktivitas lembaga tersebut, yang sering memprotes pemerintah.

LBH Medan juga amat getol mempersoalkan kejanggalan kematian aktivis lingkungan hidup, Golfried Siregar, pada awal Oktober lalu. Polisi mengklaim korban mengalami kecelakaan lalu lintas, tapi kalangan aktivis meyakini dia dibunuh. Kematian Golfried diduga berkaitan dengan kegiatan advokasinya. Selama ini, ia menangani sejumlah kasus besar, seperti pembalakan liar di Karo dan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru.

Dalam kasus PLTA, ia menggugat surat keputusan Gubernur Sumatera Utara yang memberikan izin lingkungan untuk proyek ini. Gugatan itu sudah ditolak pengadilan pada Maret lalu, tapi Golfried belum menyerah. Ia juga melaporkan tiga penyidik Kepolisian Daerah Sumatera Utara ke Markas Besar Kepolisian RI karena mereka menyetop penyidikan kasus pemalsuan tanda tangan saksi ahli proyek PLTA tersebut.

Tanpa ikhtiar serius dari kepolisian untuk mengusutnya, misteri kematian Golfried dan teror LBH Medan akan menambah panjang deretan kasus kekerasan. Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan mencatat setidaknya terdapat 114 kasus kriminalisasi terhadap aktivis sepanjang periode pertama pemerintahan Jokowi. Di antara mereka ada yang sampai meninggal, seperti Poro Duka pada tahun lalu. Ia diduga ditembak saat memprotes pengukuran tanah untuk proyek wisata di pesisir Pantai Marosi, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur.

Baca Juga:

Teror seperti yang dialami LBH Medan sebelumnya terjadi di Nusa Tenggara Barat. Di sana, rumah Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Murdani dibakar pada akhir Januari lalu. Kasus lain yang juga terbengkalai adalah meninggalnya sejumlah pedemo saat unjuk rasa di Dewan Perwakilan Rakyat dan di daerah beberapa waktu lalu. Kita juga tidak akan pernah lupa akan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, yang hingga kini masih misterius.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Presiden Jokowi terkesan mengabaikan sederet tragedi kemanusiaan itu dan tampak lebih peduli terhadap kemajuan ekonomi. Gaya pemerintahan seperti ini mengingatkan kita pada era Orde Baru. Saat itu juga muncul banyak kasus kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia. Misalnya kasus Marsinah, buruh pabrik di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang diculik lalu ditemukan meninggal pada 1993. Ada juga pembunuhan terhadap jurnalis Fuad Muhammad Syafruddin. Pemerintah Soeharto bahkan pernah menculik belasan aktivis prodemokrasi pada 1996.

Pemerintah semestinya belajar dari kegagalan Orde Baru, yang mengagungkan pembangunan dan menciptakan stabilitas politik semu lewat pendekatan represif. Dalam sistem politik yang lebih terbuka seperti sekarang, pendekatan lawas ini hanya akan memancing perlawanan masyarakat. Kemajuan ekonomi yang diimpi-impikan Presiden Jokowi juga akan menyimpan cela bila dicapai dengan menginjak-injak martabat manusia.

Catatan:

Ini merupakan artikel majalah tempo edisi 28 Oktober- 03 November 2019

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

2 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


25 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

31 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.