Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Masa Depan Suram Demokrasi Kita

image-profil

image-gnews
Presiden Joko Widodo menyerahkan petikan keputusan kepada calon Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kiri) dalam rangkaian pelantikan jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu 23 Oktober 2019. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo menyerahkan petikan keputusan kepada calon Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kiri) dalam rangkaian pelantikan jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu 23 Oktober 2019. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Iklan

Umbu TW Pariangu
Dosen FISIP Universitas Nusa Cendana, Kupang

Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto, mantan rival Joko Widodo dalam pemilihan presiden 2019, akhirnya terpilih menjadi Menteri Pertahanan pada Kabinet Indonesia Maju. Harapan agar Gerindra berumur panjang sebagai "partai oposan" dalam konstelasi politik nasional pun kandas. Gerindra akan berkoalisi dengan lima partai lain dalam gerbong pemerintah untuk mengafirmasi seluruh agenda dan program kerja pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin selama lima tahun ke depan. Ini bisa menjadi suplemen dalam proses rekonsiliasi politik. Namun, di sisi lain, ia bisa menjadi "duri dalam daging" demokrasi kita.

Scott Mainwaring (1993) mengingatkan bahwa hanya negara yang menganut sistem dwipartai yang mampu mengawinkan presidensialisme dengan demokrasi. Hal tersebut dia nyatakan setelah mengobservasi 31 negara, yang terbukti mampu mempertahankan demokrasinya pada 1967-1982 dengan memberlakukan sistem dua partai.

Mainwaring mau mengatakan bahwa presidensialisme dengan sistem multipartai tampaknya kurang bisa mengakomodasi determinasi kekuasaan eksekutif. Dalam kondisi tertentu, hak prerogatif presiden ternyata bisa "digembosi" superioritas fraksi di parlemen yang bisa sesekali menarik diri dari dukungan politiknya terhadap presiden. Ini bisa dilihat pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang seakan-akan "tidak berdaya" menghadapi sikap Partai Keadilan Sosial yang di satu kaki bersama pemerintah, tapi di sisi lain berlagak oposan dalam menyikapi kebijakan SBY.

Kasus itu semakin memperoleh kaca pembesar kekhawatiran kita manakala posisi strategis di Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat sudah dikuasai oleh partai pendukung pemerintah. Kini hanya tersisa PKS sebagai oposisi. Memang masih ada Partai Amanat Nasional dan Demokrat yang juga tidak menyertakan kadernya di kabinet. Namun kedua partai ini tidak secara tegas menyatakan posisinya, selain mengatakan mereka akan menjadi "mitra kritis" pemerintah.

Memang, rekonsiliasi politik pasca-pemilihan presiden dibutuhkan untuk meredam ekses rivalitas politik. Selain itu, infiltrasi gangguan terhadap eksekusi program-program pemerintah bisa dieliminasi, sehingga sasaran kebijakan presiden bisa tercapai dengan baik. Namun yang dikhawatirkan ketika bangunan politik dan kebijakan kita menutup ruang kontrol atau kritik, semangat menjaga dan melindungi kekuasaan dan pemerintahan dari kooptasi kekuasaan yang cenderung korup akan tereduksi. Dengan kata lain, akan terjadi kelangkaan checks and balances dalam konstelasi politik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sejatinya hal tersebut secara implisit sudah diingatkan oleh Acemoglu dan Robinson dalam The Narrow Corridor: States, Societies, and the Fate of Liberty (2019). Intinya, suatu pemerintahan yang demokratis dan kuat hanya bisa dibangun dalam suatu ekuilibrium peran konstruktif serta konsolidatif antara negara dan masyarakat. Negara harus bisa memainkan rasionalitasnya sebagai instrumen (demokrasi) yang inklusif, menjadi ruang yang terbuka bagi segala macam kekuatan oponen agar terjadi kolaborasi yang sehat dalam mengelola kekuasaan. Pada saat yang sama, masyarakat juga harus tumbuh dalam kultur kedewasaan, membangun sikap kritis sebagai tanggung jawab moral kontinumnya dalam memberikan masukan sekaligus kontrol terhadap jalannya pemerintahan.

Jika salah satunya lemah, entah negara dengan semua aktor politiknya atau masyarakat (sipil), akan muncul paradoks kekuasaan yang ada kemungkinan besar akan memagut efektivitas jalannya mesin demokrasi itu sendiri. Pada konteks inilah kita seakan-akan skeptis bagaimana pembangunan demokrasi ke depan dikelola dengan mengartifisialkan dukungan dan stabilitas politik semaksimal mungkin, persis di tengah "nihilnya" kekuatan watch dog kekuasaan.

Fenomena gerakan ekstra parlementer-yang sebagian menjurus anarkistis-dalam menyikapi pengesahan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi beberapa waktu lalu sudah memperlihatkan dengan jelas betapa "laparnya" masyarakat, termasuk mahasiswa, terhadap kehadiran ruang-ruang deliberasi yang diharapkan bisa memfasilitasi semua keresahan dan protes sosial. Terlebih ketika kekuasaan tengah diapit oleh pengaruh dan lobi-lobi oligark yang berkepentingan untuk memobilisasi tekanan kepentingannya terhadap kerja pemerintah.

Dalam tekanan seperti itu, sulit untuk optimistis terhadap kerja pemerintah dalam memenangkan kehendak dan kepentingan rakyat. Yang ada mungkin sebaliknya, semacam tribalisasi suara rakyat untuk melegitimasi keputusan-keputusan politik yang bias kepentingan karena suara kritis rakyat tidak lagi memperoleh tempat memadai. Tidak ada yang menjamin "kohabitasi politik" di gerbong kekuasaan selama lima tahun ke depan akan luput dari "duri dalam daging". Apalagi dengan cacat bawaan sikap elite politik yang cenderung suka bersembunyi dalam selimut pragmatismenya: sekadar meraih kue kekuasaan.

Jangan sampai skeptisisme Gaetano Mosca (1858-1941) benar bahwa demokrasi dalam makna yang substantif kerap kali hanya halusinasi karena pergantian pemerintah sekadar pergantian elite yang satu setelah mengalahkan elite yang lain. Artinya, tidak ada warisan nilai ideologis yang dihasilkan dari suatu proses demokrasi selain pertukaran atau tawar-menawar kekuasaan.

 
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengenal Terowongan Silaturahmi Penghubung Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang Didatangi Paus Fransiskus

2 hari lalu

Suasana Terowongan Silaturahim yang menghubungkan antara Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral, Senin, 25 Oktober 2021. Terowongan yang dibangun dengan panjang tunnel 28,3 meter, tinggi 3 meter, lebar 4,1 meter dengan total luas terowongan area tunnel 136 m2 dengan total luas shelter dan tunnel 226 m2 menelan dana sebesar Rp 37,3 miliar. TEMPO/Syara Putri
Mengenal Terowongan Silaturahmi Penghubung Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang Didatangi Paus Fransiskus

Terowongan silaturahmi yang dikunjungi Paus Fransiskus bukan sekadar untuk penyeberangan, melainkan juga simbol toleransi antarumat beragama


Selain Gratiskan Tiket, Benteng Vredeburg Yogyakarta Sediakan Layanan Antar Jemput Kelompok Rentan

9 hari lalu

Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Tempo/Pribadi Wicaksono
Selain Gratiskan Tiket, Benteng Vredeburg Yogyakarta Sediakan Layanan Antar Jemput Kelompok Rentan

Kelompok rentan disabilitas, lanjut usia, juga ibu hamil bisa menikmati layanan antar-jemput Benteng Vredeburg Yogyakarta mulai awal Agustus 2024


Ubah Formasi Batuan Berusia 140 Juta Tahun, Dua Pria Nevada AS Dituntut 10 Tahun Penjara

10 hari lalu

Mead Lake, Nevada-Arizona, Amerika Serikat (visitarizona.com)
Ubah Formasi Batuan Berusia 140 Juta Tahun, Dua Pria Nevada AS Dituntut 10 Tahun Penjara

Kedua pria tersebut mendorong bongkahan formasi batuan kuno ke tepi tebing dekat Redstone Dunes Trail di Area Rekreasi Nasional Danau Mead Nevada.


Strategi Pj. Gubernur Heru Menekan Pengangguran di Jakarta

11 hari lalu

Sejumlah pencari kerja mengunjungi pameran bursa kerja Jakarta Job Fair 2024 di Thamrin City, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa, 25 Mei 2024. Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Sudin Nakertransgi) Jakarta Pusat menggelar Jakarta Job Fair yang diikuti oleh 40 perusahaan selama dua hari pada 28-29 Mei 2024. Dok. Pemprov DKI Jakarta
Strategi Pj. Gubernur Heru Menekan Pengangguran di Jakarta

Warga yang mencari lowongan kerja atau pelatihan meningkatkan keahlian dapat melihat informasi di laman milik dinas yang mengurusi ketenagakerjaan.


PDIP Berpeluang Usung Anies Maju di Pilkada Jakarta, Cak Imin: Semoga Lancar

13 hari lalu

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menghadiri Muktamar PKB di Bali Nusa Dua Convention Center, Badung, Bali pada Sabtu, 24 Agustus 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
PDIP Berpeluang Usung Anies Maju di Pilkada Jakarta, Cak Imin: Semoga Lancar

Cak Imin merespon peluang pencalonan Anies oleh PDIP untuk Pilkada Jakarta.


26 hari lalu


BPOM Sebut Galon Guna Ulang Rawan Terkontaminasi BPA

28 hari lalu

BPOM Sebut Galon Guna Ulang Rawan Terkontaminasi BPA

elaksana Tugas Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ema Setyawati mengatakan mayoritas kemasan galon air minum yang digunakan masyarakat memiliki potensi terkontaminasi senyawa kimia Bisfenol A atau BPA.


Cabut Seluruh Keterangan di Kasus Vina, Liga Akbar: Banyak Orang Baik Dukung Saya, Dulu Tidak Ada yang Percaya

38 hari lalu

Terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon Saka Tatal menjalani sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Kota Cirebon, Jawa Barat, Rabu 24 Juli 2024. Saka Tatal yang telah bebas murni setelah menjalani hukuman 3 tahun 8 bulan itu mengajukan PK untuk memulihkan nama baiknya karena merasa tidak terlibat dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky pada tahun 2016. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Cabut Seluruh Keterangan di Kasus Vina, Liga Akbar: Banyak Orang Baik Dukung Saya, Dulu Tidak Ada yang Percaya

Dalam sidang PK Saka Tatal, Liga Akbar mencabut seluruh BAP yang ia berikan dalam kasus Vina Cirebon. Merasa lebih tenang.


Resensi Buku: Pengaruh Asing Dalam Kebijakan Nasional

40 hari lalu

Pesawat N250 karya Presiden RI ketiga, BJ Habibie saat menjabat sebagai Menristek dan Dirut IPTN di PT Dirgantara Indonesia, Bandung, Rabu, 11 September 2019. Pesawat N250 adalah karya monumentalnya yang menerapkan teknologi kendali otomatis fly by wire pertama di dunia. TEMPO/Prima Mulia
Resensi Buku: Pengaruh Asing Dalam Kebijakan Nasional

Sebagai sebuah pembahasan, buku ini berusaha menganalisis faktor-faktor yang memiliki pengaruh dalam kebijakan pengembangan industri pesawat terbang nasional.


Politikus Demokrat Timo Pangerang Diduga Rangkap Jabatan, Ada Indikasi Benturan Kepentingan di LPS

52 hari lalu

Andi Timo Pangerang. Foto: Facebook
Politikus Demokrat Timo Pangerang Diduga Rangkap Jabatan, Ada Indikasi Benturan Kepentingan di LPS

Politikus Partai Demokrat A.P.A Timo Pangerang diduga rangkap jabatan sebagai kader partai dan anggota Badan Supervisi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)