Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menggantang Asap Kapolri Baru

Oleh

image-gnews
Irjen Pol Idham Azis (kedua kanan) menandatangani berita acara prosesi sertijab di Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 24 Januari 2019. Posisi Kapolda Metro jaya akan dijabat oleh Irjen Pol Gatot Eddy Pramono yang sebelumnya menjabat sebagai Asrena Kapolri sekaligus Satgas Nusantara. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Irjen Pol Idham Azis (kedua kanan) menandatangani berita acara prosesi sertijab di Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 24 Januari 2019. Posisi Kapolda Metro jaya akan dijabat oleh Irjen Pol Gatot Eddy Pramono yang sebelumnya menjabat sebagai Asrena Kapolri sekaligus Satgas Nusantara. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Iklan

Pemilihan Idham Azis sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia menyurutkan harapan orang ramai terhadap reformasi di institusi penegak hukum itu. Tidak menunjukkan prestasi yang menonjol selama memimpin Badan Reserse Kriminal Polri, masa kerja Idham pun tinggal 15 bulan lagi. Dengan masa tugas yang terbatas, ia tak bisa maksimal bekerja, apalagi melakukan banyak gebrakan.

Padahal banyak pekerjaan besar yang diwariskan pendahulunya. Kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, cuma salah satunya. Publik berharap polisi dapat mengungkap kasus tersebut, tapi hingga tenggat tiga bulan yang ditetapkan Presiden Jokowi, 19 Oktober lalu, polisi tidak berhasil mengungkap pelaku penyiraman itu. Idham adalah ketua tim teknis pengungkapan kasus Novel.

Pembenahan perilaku polisi yang makin militeristik dan mengancam kebebasan sipil adalah pekerjaan rumah berikutnya. Perbuatan tercela itu terlihat setelah demonstrasi 22 Mei 2019, ketika aparat menangkapi orang-orang yang dituduh berbuat makar. Polisi juga tidak menempuh prosedur mediasi dan negosiasi dalam membubarkan massa ketika menangani unjuk rasa mahasiswa di berbagai daerah pada September lalu. Lima orang tewas dan puluhan luka-luka dalam insiden itu. Tindakan represif polisi jelas menghalangi kebebasan berpendapat dan berekspresi, dua pilar utama demokrasi.

Penanganan perilaku korup polisi juga tak kalah penting. Sudah menjadi rahasia umum, perilaku korup polisi telah mengakar sejak dulu. Mencari polisi bersih ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami. Sudah menjadi olok-olok di masyarakat, tidak ada polisi jujur selain mantan Kapolri, Hoegeng; patung polisi; dan polisi tidur.

Konflik internal kepolisian dan hubungan yang tak mesra antara Polri dan Tentara Nasional Indonesia merupakan pekerjaan rumah berikutnya. Sudah lama terdengar bisik-bisik: fraksionasi di kepolisian membuat lembaga itu tak mampu bergerak lincah. Hubungan baik polisi dengan tentara terlihat hanya di permukaan-ditandai dengan seringnya Kapolri Tito Karnavian dan Panglima TNI Hadi Tjahjanto muncul bersama di publik. Tapi, jauh di akar rumput, hubungan kedua lembaga bagai api dalam sekam.

Baca Juga:

Reformasi polisi sebenarnya sudah dimulai saat pemisahan Polri dari TNI sesuai dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI Tahun 2000. Polisi sudah dijauhkan dari berbagai hal yang berbau militer sehingga diharapkan dapat berorientasi pada penegakan hukum berbasis hak asasi manusia. Namun, setelah 19 tahun reformasi, Polri tak banyak berubah, malah terkesan tak terkendali. Watak militeristik dengan birokrasi yang tertutup masih melekat pada Korps Bhayangkara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Secara hukum, Polri langsung di bawah presiden, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002. Dengan aturan ini, hanya presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat yang mampu menentukan baik-buruknya kinerja kepolisian lewat penentuan Kapolri baru. Sayangnya, Presiden kerap tak mendapat informasi utuh tentang kandidat Kapolri. Posisi Idham sebagai bagian dari fraksionasi Polri tampaknya juga kurang diperhatikan Jokowi.

Presiden sebetulnya bisa mengajukan lebih dari satu kandidat kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Sayangnya, mungkin dengan alasan mencegah gaduh, Presiden menetapkan calon tunggal. Sejak penetapan Badrodin Haiti (2015) dan Tito Karnavian (2016) , tak ada kompetisi melalui adu visi dan misi di antara para kandidat.

Undang-undang yang mengatur pemilihan Kapolri oleh presiden bersama DPR dengan demikian menjadi mubazir. Banyaknya kandidat memang tidak menjamin terpilihnya Kapolri yang baik. Namun, dengan kontestasi terbuka di DPR, kandidat akan dipaksa mempertarungkan ide dan pikirannya.

Catatan:

Ini merupakan artikel majalah tempo edisi 28 Oktober- 03 November 2019

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

2 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


25 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

31 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.