Presiden Joko Widodo perlu membuat aturan yang jelas sebagai landasan pemberian hak veto menteri kooordinator terhadap kebijakan kementerian-kementerian di bidangnya. Undang-Undang tentang Kementerian Negara ataupun peraturan yang pernah dikeluarkan Jokowi belum ada yang mengatur tentang veto menko dalam tugas sinkronisasi dan pengendalian urusan kementerian.
Soal pemberian hak veto untuk menko ini diungkapkan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. dan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Mahfud menyampaikannya selepas mengikuti sidang kabinet paripurna yang pertama pada Kamis pekan lalu. Adapun Luhut mengatakan hal itu sehari sebelumnya, selepas pelantikan menjadi menteri, di hadapan pegawai Kemenko Kemaritiman yang menyambutnya kembali.
Penerapan hak veto menko bisa jadi positif untuk memastikan kebijakan para menteri pada bidang sama tetap sejalan dan sesuai dengan visi presiden-wakil presiden. Para menko non-partisan dapat menggunakan hak tersebut untuk mengoreksi kebijakan kementerian di bawah koordinasinya yang sekadar mengusung kepentingan partai atau pribadi.
Tapi masalah berbeda bisa muncul di bidang yang koordinatornya justru berasal dari wakil partai, seperti perekonomian. Belum lagi sikap saling curiga yang bisa berkembang di antara menko dan menteri-menteri yang kebijakannya bisa dianulir bukan oleh presiden. Soalnya, menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, kedudukan menteri dan menko sama di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.
Berdasarkan undang-undang itu, juga Perpres Nomor 7 Tahun 2015 mengenai hal yang sama, menko hanya dikatakan mendapat penugasan dari presiden untuk sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian. Perpres hanya menyatakan fungsi menko dengan menyebutkan, di antaranya, pengendalian pelaksanaan kebijakan kementerian/lembaga yang terkait dengan isu di bidangnya dan pengawasan atas pelaksanaan fungsi di bidangnya. Tidak ada sepatah kata pun tentang hak menganulir kebijakan kementerian di bawah koordinasinya.
Agar tidak terjadi kekacauan birokrasi, Presiden Jokowi harus menerbitkan peraturan baru mengenai kewenangan veto menko. Hak veto seharusnya hanya boleh dipakai dengan alasan-alasan yang obyektif demi kepentingan masyarakat luas dan dilakukan secara transparan.
Sekaligus, perlu diatur pula tata cara penggunaannya serta kriteria dan situasi ketika menko boleh menggunakan hak veto tersebut. Harus jelas betul apa saja kebijakan kementerian yang bisa diintervensi oleh menteri koordinator. Misalnya, apakah menko boleh memveto sebuah peraturan menteri.
Kabinet Indonesia Maju yang sangat akomodatif terhadap partai koalisi, pendukung, dan lawan politik sudah cukup rawan masalah. Karena itu, demi kelancaran kerja Kabinet, Presiden Jokowi semestinya menghindari tata kelola yang tidak prudent yang hanya akan memicu kekacauan.