Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan semestinya melanjutkan kebijakan bagus pemerintahan sebelumnya. Salah satunya tentang pembuatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secara transparan. Di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, siapa pun bisa mengetahui rencana anggaran melalui laman apbd.jakarta.go.id sejak dini.
Saat itu publik bisa melihat rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara. Masyarakat bisa memelototi angka-angka yang tidak wajar, jauh sebelum rancangan APBD dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kebijakan yang diterapkan sejak 2016 itu dibuat demi mencegah anggaran siluman, anggaran yang tiba-tiba muncul menjelang pengesahan.
Sayang, keterbukaan anggaran kini tiada lagi. Jika kita membuka situs tersebut, yang muncul hanyalah deretan APBD DKI tahun 2016 sampai 2019. Pemerintah DKI Jakarta berdalih anggaran daerah baru bisa dipublikasikan jika sudah disahkan DPRD. Alasan ini jelas mengada-ada. Buat apa publik mencermati anggaran yang sudah disahkan dan tak bisa diubah lagi? Pemerintah DKI semestinya memuat pula rancangan anggaran.
Hal itu sesuai dengan prinsip transparansi anggaran, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Dasar hukum yang lain adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan APBD. Di situ juga diatur prinsip yang sama demi memudahkan masyarakat mendapatkan informasi seluas-luasnya tentang APBD.
Pemerintah DKI Jakarta seharusnya menjadi contoh bagi provinsi lain dalam pengelolaan anggaran. Apalagi anggaran provinsi ini cukup besar, mencapai Rp 95,9 triliun sesuai dengan rancangan APBD 2020. Sikap pemerintah DKI yang terkesan menutup-nutupi rancangan APBD justru mengundang kecurigaan.
Sejumlah mata anggaran memang rada aneh. Seorang anggota Fraksi Partai Solidaritas Indonesia DPRD DKI, misalnya, mempersoalkan anggaran pengadaan perangkat antivirus serta program komputer senilai Rp 12 miliar, melonjak dari anggaran tahun ini yang hanya Rp 200 juta. Adapun anggaran untuk tim gubernur mencapai Rp 21 miliar, naik Rp 2 miliar dari anggaran sebelumnya.
Pemerintah DKI sudah menjelaskan mengenai semua mata anggaran yang menjadi sorotan. Sepintas penjelasan itu cukup masuk akal. Anggaran antivirus dan program komputer, misalnya, meliputi pembayaran lisensi program. Sungguhpun demikian, andai kata pemerintah DKI membeberkan rancangan APBD ke publik, tentu masyarakat luas bisa ikut mengawasinya lebih jeli.
Gubernur Anies seharusnya menerapkan prinsip keterbukaan anggaran demi mencegah penggunaan duit daerah dan negara secara sembarangan. Transparansi juga merupakan senjata ampuh untuk menghindari tekanan Dewan yang kerap mengusulkan anggaran yang aneh-aneh. Sikap tertutup justru akan mencurigakan: jangan-jangan ada kesepakatan terselubung antara Dewan dan pemerintah DKI mengenai alokasi anggaran.